Israel Bombardir Palestina, Cendekiawan Muslim Minta Jokowi Telepon Joe Biden
loading...
A
A
A
JAKARTA - Intelektual muslim yang juga pemerhati sejarah, Azyumardi Azra berpendapat bahwa serangan Israel terhadap Palestina mengulangi apa yang mereka rasakan pada perang dunia kedua dan sebelumnya.
Saat itu, 11 juta orang meninggal, 6 juta di antaranya Yahudi. Yahudi menggunakan istilah pogrom untuk menyebut apa yang mereka rasakan saat itu. Saat ini, Palestina merasakan hal sama.
Sebab, kata Azyumardi, Israel juga menghancurkan berbagai fasilitas publik, termasuk rumah ibadah dan sarana kesehatan. “Apa yang terjadi hari ini di Gaza adalah pogrom yang dilakukan orang yang awalnya jadi korban pogrom,” ujar Azyumardi dalam webinar bertajuk Konflik Timur Tengah: Israel dan Holokos Palestina yang digelar Moya Institute, Kamis 20 Mei 2021.
Menurut Azyumardi, serangan Israel ke Palestina tidak bisa dibiarkan. Narasi serangan Israel ke Palestina tidak bisa dibenarkan harus terus disuarakan. “Kita ikut bersalah kalau kita membiarkan itu. Kalau kita bilang itu hanya urusan orang Arab kita salah,” ungkap cendikiawan muslim ini.
Serangan belum berhenti walaupun Presiden Amerika Serikat Joe Biden sudah berkomunikasi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Azyumardi menilai Indonesia harus terus mendorong Amerika Serikat agar menekan Israel sampai menghentikan penyerangan ke Palestina.
Azyumardi menambahkan, pernyataan sikap bersama Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam yang mengutuk agresi militer di Palestina tidaklah cukup. “Saya meminta Presiden Jokowi menelepon Joe Biden. Indonesia ini diperhitungkan Amerika Serikat, jadi segera telepon Joe Biden,” ungkapnya.Baca juga: Gadis-gadis Cantik Aceh Rela Turun ke Jalan Galang Dana untuk Palestina
Dia mengatakan, negara-negara lainnya juga bisa serius mengancam membekukan hubungan diplomatik dengan Israel. Langkah selanjutnya adalah rekonsiliasi Fatah-Hamas, perang saudara di Palestina yang sudah berlangsung sejak 2006 silam.
“Selama Fatah dan Hamas berkelahi, selama itu Israel melakukan pogrom,” ujar Azyumardi.
Sementara itu, Wakil Rektor IAIN Salatiga, Sidqon Maesur mengaku sempat berbincang dengan juru runding Israel. Perdamaian Arab dan Israel selalu menemui jalan buntu karena masing-masing menuntut keadilan dan haknya. Masing-masing merasa terzalimi.
“Israel dan Arab saling punya sarat yang sulit diterima. Israel mengatakan kalau mau berdiri negara Palestina monggo, tapi jangan ada tentara, karena mereka khawatir. Melihat kenyataan ini, konflik Arab-Israel tidak akan selesai. Israel tidak akan mengalah,” kata Sidqon yang sempat lama bekerja di Mesir ini.
Seperti Azyumardi, Sidqon juga berharap Indonesia bisa lebih berperan dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah. “Tampaknya konflik ini tidak bisa diselesaikan orang Arab. Insyaallah diselesaikan orang Indonesia yang mayoritas Muslim. Kalau mau menyesalaikan, kita harus berdiri di tengah,” katanya dalam kesempatan sama.
Rektor UIN Jakarta Amany Lubis menuturkan, dunia internasional perlu terus mendorong Fatah dan Hamas bersatu. Kata Amany, konflik faksi-faksi di Palestina jadi masalah tersendiri dalam melawan Israel. Dia percaya dengan diplomasi yang kuat konflik di Timur Tengah bisa selesai.
”Konflik ini sulit untuk diselesaikan, tapi dengan kemauan dan kebersamaan dunia bisa diselesiakan meski tidak tahu kapan. Fungsi OKI sebenarnya sangat vital. Semoga Palestina bisa berdiri negara merdekanya, tempat suci agama bisa terjaga. Jadi tidak hanya membela secara politik, tapi menjaga situs agama juga jadi kewajiban,” ungkap Amany.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, baik Palestina maupun Israel berkontribusi pada konflik. Menurut aktivis HAM ini, tidak ada pihak paling benar. Konflik ini semakin rumit karena ada narasi perang agama. Padahal yang terjadi adalah keinginan Israel menguasai Palestina.
Hendardi mengecam karena faktanya Israel juga menghabisi manusia, termasuk anak-anak dan perempuan. “Apa yang dilakukan Israel bukan hanya perebutan tanah, tapi penghancuran kemanusiaan. Israel mengabaikan jaminan perlindungan hak asasi manusia dalam perang. Sekalipun perang, seharusnya tetap patuh hukum hak asasi manusia,” tutur Hendardi.
Selain membunuh anak-anak dan perempuan, serangan Israel juga menghancurkan sarana dan prasarana kesehatan. Banyak tenaga kesehatan yang ikut jadi korban. Hendardi menilai hal itu jelas melanggar Konvensi Jenewa yang juga Isreal tanda tangani.
Menurut dia, untuk menyelesaikan konflik Palestina dan Israel, paling penting adalah dukungan politik internaional. “Langkah utama mesti dimulai dari jalur politik dengan menggalang dukungan internasional. Produknya mendorong gencatan senjata, menghentikan permusuhan, dan menjajaki dialog,” kata Hendardi.
Sementara itu, Mantan Duta Besar Indonesia di Spanyol Yuli Mumpuni Widarso menilai konflik antara Palestina dengan Israel bukan terkait isu agama. Tapi penyerangan terhadap situs Islam di Palestina tentu menyakiti perasaan dan berhasil memancing emosi umat Muslim.
Dia mengajak masyarakat Indonesia menyikapi masalah ini dengan nalar dan nurani. “Jangan terkecoh dengan lobi Israel yang begitu gencar. Fakta sejarah bahwa Israel melalukan pendudukan dengan cara-cara tidak manusiawi. Kita harus mendorong masalah ini ke pengadilan pidana internasional,” pungkasnya.
Saat itu, 11 juta orang meninggal, 6 juta di antaranya Yahudi. Yahudi menggunakan istilah pogrom untuk menyebut apa yang mereka rasakan saat itu. Saat ini, Palestina merasakan hal sama.
Sebab, kata Azyumardi, Israel juga menghancurkan berbagai fasilitas publik, termasuk rumah ibadah dan sarana kesehatan. “Apa yang terjadi hari ini di Gaza adalah pogrom yang dilakukan orang yang awalnya jadi korban pogrom,” ujar Azyumardi dalam webinar bertajuk Konflik Timur Tengah: Israel dan Holokos Palestina yang digelar Moya Institute, Kamis 20 Mei 2021.
Menurut Azyumardi, serangan Israel ke Palestina tidak bisa dibiarkan. Narasi serangan Israel ke Palestina tidak bisa dibenarkan harus terus disuarakan. “Kita ikut bersalah kalau kita membiarkan itu. Kalau kita bilang itu hanya urusan orang Arab kita salah,” ungkap cendikiawan muslim ini.
Serangan belum berhenti walaupun Presiden Amerika Serikat Joe Biden sudah berkomunikasi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Azyumardi menilai Indonesia harus terus mendorong Amerika Serikat agar menekan Israel sampai menghentikan penyerangan ke Palestina.
Azyumardi menambahkan, pernyataan sikap bersama Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam yang mengutuk agresi militer di Palestina tidaklah cukup. “Saya meminta Presiden Jokowi menelepon Joe Biden. Indonesia ini diperhitungkan Amerika Serikat, jadi segera telepon Joe Biden,” ungkapnya.Baca juga: Gadis-gadis Cantik Aceh Rela Turun ke Jalan Galang Dana untuk Palestina
Dia mengatakan, negara-negara lainnya juga bisa serius mengancam membekukan hubungan diplomatik dengan Israel. Langkah selanjutnya adalah rekonsiliasi Fatah-Hamas, perang saudara di Palestina yang sudah berlangsung sejak 2006 silam.
“Selama Fatah dan Hamas berkelahi, selama itu Israel melakukan pogrom,” ujar Azyumardi.
Sementara itu, Wakil Rektor IAIN Salatiga, Sidqon Maesur mengaku sempat berbincang dengan juru runding Israel. Perdamaian Arab dan Israel selalu menemui jalan buntu karena masing-masing menuntut keadilan dan haknya. Masing-masing merasa terzalimi.
“Israel dan Arab saling punya sarat yang sulit diterima. Israel mengatakan kalau mau berdiri negara Palestina monggo, tapi jangan ada tentara, karena mereka khawatir. Melihat kenyataan ini, konflik Arab-Israel tidak akan selesai. Israel tidak akan mengalah,” kata Sidqon yang sempat lama bekerja di Mesir ini.
Seperti Azyumardi, Sidqon juga berharap Indonesia bisa lebih berperan dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah. “Tampaknya konflik ini tidak bisa diselesaikan orang Arab. Insyaallah diselesaikan orang Indonesia yang mayoritas Muslim. Kalau mau menyesalaikan, kita harus berdiri di tengah,” katanya dalam kesempatan sama.
Rektor UIN Jakarta Amany Lubis menuturkan, dunia internasional perlu terus mendorong Fatah dan Hamas bersatu. Kata Amany, konflik faksi-faksi di Palestina jadi masalah tersendiri dalam melawan Israel. Dia percaya dengan diplomasi yang kuat konflik di Timur Tengah bisa selesai.
”Konflik ini sulit untuk diselesaikan, tapi dengan kemauan dan kebersamaan dunia bisa diselesiakan meski tidak tahu kapan. Fungsi OKI sebenarnya sangat vital. Semoga Palestina bisa berdiri negara merdekanya, tempat suci agama bisa terjaga. Jadi tidak hanya membela secara politik, tapi menjaga situs agama juga jadi kewajiban,” ungkap Amany.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, baik Palestina maupun Israel berkontribusi pada konflik. Menurut aktivis HAM ini, tidak ada pihak paling benar. Konflik ini semakin rumit karena ada narasi perang agama. Padahal yang terjadi adalah keinginan Israel menguasai Palestina.
Hendardi mengecam karena faktanya Israel juga menghabisi manusia, termasuk anak-anak dan perempuan. “Apa yang dilakukan Israel bukan hanya perebutan tanah, tapi penghancuran kemanusiaan. Israel mengabaikan jaminan perlindungan hak asasi manusia dalam perang. Sekalipun perang, seharusnya tetap patuh hukum hak asasi manusia,” tutur Hendardi.
Selain membunuh anak-anak dan perempuan, serangan Israel juga menghancurkan sarana dan prasarana kesehatan. Banyak tenaga kesehatan yang ikut jadi korban. Hendardi menilai hal itu jelas melanggar Konvensi Jenewa yang juga Isreal tanda tangani.
Menurut dia, untuk menyelesaikan konflik Palestina dan Israel, paling penting adalah dukungan politik internaional. “Langkah utama mesti dimulai dari jalur politik dengan menggalang dukungan internasional. Produknya mendorong gencatan senjata, menghentikan permusuhan, dan menjajaki dialog,” kata Hendardi.
Sementara itu, Mantan Duta Besar Indonesia di Spanyol Yuli Mumpuni Widarso menilai konflik antara Palestina dengan Israel bukan terkait isu agama. Tapi penyerangan terhadap situs Islam di Palestina tentu menyakiti perasaan dan berhasil memancing emosi umat Muslim.
Dia mengajak masyarakat Indonesia menyikapi masalah ini dengan nalar dan nurani. “Jangan terkecoh dengan lobi Israel yang begitu gencar. Fakta sejarah bahwa Israel melalukan pendudukan dengan cara-cara tidak manusiawi. Kita harus mendorong masalah ini ke pengadilan pidana internasional,” pungkasnya.
(dam)