Kemampuan Beradaptasi Kunci Tekan Angka Kemiskinan

Rabu, 28 April 2021 - 19:45 WIB
loading...
Kemampuan Beradaptasi...
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 menciptakan krisis multidimensi yang berdampak pada peningkatan angka kemiskinan . Kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi merupakan salah satu kunci untuk menghadapi kondisi tersebut.

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengatakan, banyak sektor yang terdampak akibat pandemi yang memaksa keterbatasan mobilitas masyarakat.

"Masyarakat kehilangan pekerjaan yang berdampak pada peningkatan kemiskinan," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Antisipasi Kemiskinan Pasca Pandemi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (28/4/2021).

Menurut Lestari, untuk menekan angka kemiskinan di masa saat ini perlu memfokuskan kerja-kerja agar pandemi Covid-19 ini bisa dikendalikan sehingga persyaratan ekonomi untuk bergerak bisa dipenuhi.

Perempuan yang biasa disapa Rerie ini mengatakan, sejumlah kebijakan yang diterapkan juga jangan menimbulkan permasalahan baru. Kemampuan bertahan dan beradaptasi, tegasnya, salah satu kunci untuk mengatasi tantangan di masa pandemi ini.

Upaya vaksinasi nasional, lanjut Rerie, sebenarnya sudah membangkitkan optimisme masyarakat untuk mampu melewati pandemi Covid-19.

Namun, sambung dia, peristiwa ledakan kasus positif Covid-19 di sejumlah negara, seperti India, cukup mengkhawatiran kita semua.

Apalagi, jelasnya, di beberapa daerah di tanah air juga terjadi penurunan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun dan menghindari kerumunan, yang berdampak pada munculnya klaster-klaster penyebaran baru.

Berdasarkan kondisi itu, Rerie berharap, sejumlah langkah antisipatif bisa segera dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan kemiskinan di tanah air.

Tentu saja, tambah anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini, langkah tersebut harus dilakukan lewat kajian mendalam dan terukur secara bersama antara pemangku kepentingan dan masyarakat agar solusi yang diberikan lebih tepat sasaran.

Guru Besar Universitas Mercu Buana yang juga pendiri INDEF, Didik Rachbini menilai untuk melihat kemiskinan tidak cukup mengacu kepada angka kemiskinan semata.

Rangkaian indikasi kemiskinan seperti tahapan pengangguran, kemiskinan dan sektor informal, kata Didik, harus dilihat sebagai satu kesatuan.

Angka kemiskinan 27,5 juta orang yang dilansir BPS itu, menurut Didik, tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya masyarakat yang miskin.

Karena itu, lanjut dia, angka 27,5 juta orang miskin itu muncul berdasarkan garis kemiskinan yang ditetapkan bahwa batasan orang miskin adalah yang berpenghasilan Rp430 ribu per bulan per orang.

"Dengan biaya hidup yang semakin tinggi kenyataannya bisa dua atau tiga kali lebih besar dari angka kemiskinan itu, sehingga implikasi upaya untuk mengatasinya juga harus lebih besar," katanya.

Sementara itu, Senior Faculty United In Diversity, Suyoto berpendapat untuk mengentaskan kemiskinan harus dilakukan dengan upaya yang holistik dari berbagai aspek.

Upaya yang bisa dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan, kata Suyoto, antara lain relokasi jika diperlukan, hadirkan industri yang tepat, penguatan
pendidikan, perbaikan lingkungan hidup dan pengembangan jaminan sosial.

Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir mengatakan, untuk mengatasi masalah kemiskinan di masa pandemi, harus melakukan konsolidasi birokrasi, memobilisasi dan orkestrasi modal sosial yang kita miliki.

Berdasarkan pengalamannya, dana desa bisa dimanfaatkan untuk pengentasan kemiskinan dan stunting serta peningkatan pelayanan kepada publik.

Ekonom, FEB Unair, Lilik Sugiharti menilai kesenjangan antara orang kaya dan miskin di perkotaan memang masih lebar. Di sisi lain, saat ini yang terjadi kemiskinan merata di perdesaan.

Kemiskinan, kata Lilik, dampak terjadinya krisis multidimensi di berbagai lini sehingga untuk melakukan pendekatan lewat pemberian batuan, diperlukan basis data penerima batuan yang benar dan valid agar tidak terjadi chaos.

Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Vivi Yulaswati berpendapat untuk mengentaskan kemiskinan di sejumlah wilayah di tanah air, pemerintah tengah berupaya mengembangkan konsep pelayanan sosial yang adaptif.

Artinya, kata Vivi, tidak hanya adaptif dalam hal anggarannya, juga desain program bantuan yang bisa direalisasikan setiap saat. Untuk mendukung langkah tersebut, jelasnya, saat ini juga sedang dibangun data penyaluran bansos secara digital.

Untuk mengentaskan kemiskinan perlu transformasi ke ekonomi inklusif, sambung dia, yakni integrasi bertahap individu dan rumah tangga ke dalam proses ekonomi dan pembangunan yang lebih luas.

Dengan demikian, kata dia, terjadi penguatan pendapatan atau asset, tercipta alat bantu dan peningkatan konsumsi melalui upaya pendampingan.***

Diskusi ini dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah Luthfi Assyaukanie, Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Vivi Yulaswati, Guru Besar Universitas Mercu Buana/Pendiri INDEF Didik Rachbini , Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir, Senior Faculty-United In Diversity Suyoto dan Ekonom, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga/FEB Unair Dr. Lilik Sugiharti sebagai narasumber.

Hadir juga jurnalis senior Metro TV Ade Firman dan pendiri Himpunan Pengusaha Santri Indonesia Aunur Rofiq sebagai penanggap.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1297 seconds (0.1#10.140)