Terlanjur Basah, Kubu Moeldoko dkk Diyakini Tak Akan Berdiam Diri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Upaya pengurus Partai Demokrat kubu Moeldoko mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), kandas.
Pada Rabu 31 Maret 2021, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengumumkan menolak mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara pada 5 Maret 2021 yang dipimpin Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
Alasannya, masih terdapat kelengkapan yang belum dipenuhi kubu Moeldoko hingga batas waktu perbaikan dokumen selama seminggu. Diantaranya, tidak adanya surat mandat kepada perwakilan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD).
Sedangkan salah satu argumen Kemenkumham dalam memutuskan menolak pengesahan pengurus Partai Demokrat kubu Moeldoko itu merujuk pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat tahun 2020 yang telah disahkan dan dicatatkan kementerian yang dipimpin Yasonna Laoly itu.
Maka itu, Yasonna menyampaikan Kemenkumham tidak berwenang untuk menilai perubahan AD/ART Partai Demokrat yang diajukan kubu Moeldoko tersebut. Lalu, akankah kubu Moeldoko berdiam diri menyikapi keputusan Kemenkumham itu?
“KLB Demokrat pasti melawan. Terlanjur basah mandi sekalian,” ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno kepada SINDOnews, Kamis 1 April 2021.
Buktinya, kata Adi Prayitno, kubu Moeldoko menyatakan akan menggugat di pengadilan terkait sejumlah kejanggalan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). “Misalnya soal AD/ART dan sejumlah pendiri partai yang banyak dihilangkan di mukaddimah,” kata Adi.
Menurut Adi, keputusanKemenkumham yang menolak permohonan pengesahan kubu Moeldoko dkk ibarat babak pertama. Ke depan, Adi memprediksi masih banyak pertarungan yang bakal terjadi antara kubu AHY dengan Moeldoko.
Terutama, lanjut Adi, kubu KLB atau Moeldoko yang terus mencari celah perlawanan untuk menang. Adi menjelaskan, politik pada hakikatnya adalah memenangkan banyak pertempuran.
“Meski secara psikologis Demokrat KLB babak belur, tapi dalam pertarungan tanpa kata akhir. Sekecil apa pun kemungkinan pasti dikapitalisasi untuk menang,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Kunto Adi Wibowo menilai satu-satunya jalan yang bisa ditempuh kubu Moeldoko adalah membawa persoalan ke meja hijau. “Satu-satunya yaitu mengajukan gugatan ke PTUN,” kata Kunto kepada SINDOnews secara terpisah.
Kunto pun menilai sangat memungkinkan kubu Moeldoko mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Mereka akan sangat mungkin mengajukan gugatan itu ke PTUN, tapi apakah itu akan berhasil atau tidak, saya juga enggak tahu,” kata Kunto.
Adapun salah satu hal yang bisa menjadi objek gugatan kubu Moeldoko adalah AD/ART Partai Demokrat tahun 2020. “Yang dianggap tidak memenuhi prinsip keadilan dalam sebuah organisasi, nah itu mungkin review AD/ART itu karena kemarin kan penolakan dari Menteri Hukum dan HAM terhadap pengajuan hasil KLB Deli Serdang-nya Pak Moeldoko itu ditolak karena syaratnya belum sesuai, karena Menkumham ternyata menggunakan AD/ART yang tahun 2020 sebelum direvisi oleh KLB Deli Serdang,” katanya.
Pada Rabu 31 Maret 2021, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengumumkan menolak mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara pada 5 Maret 2021 yang dipimpin Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
Alasannya, masih terdapat kelengkapan yang belum dipenuhi kubu Moeldoko hingga batas waktu perbaikan dokumen selama seminggu. Diantaranya, tidak adanya surat mandat kepada perwakilan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD).
Sedangkan salah satu argumen Kemenkumham dalam memutuskan menolak pengesahan pengurus Partai Demokrat kubu Moeldoko itu merujuk pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat tahun 2020 yang telah disahkan dan dicatatkan kementerian yang dipimpin Yasonna Laoly itu.
Maka itu, Yasonna menyampaikan Kemenkumham tidak berwenang untuk menilai perubahan AD/ART Partai Demokrat yang diajukan kubu Moeldoko tersebut. Lalu, akankah kubu Moeldoko berdiam diri menyikapi keputusan Kemenkumham itu?
“KLB Demokrat pasti melawan. Terlanjur basah mandi sekalian,” ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno kepada SINDOnews, Kamis 1 April 2021.
Buktinya, kata Adi Prayitno, kubu Moeldoko menyatakan akan menggugat di pengadilan terkait sejumlah kejanggalan Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). “Misalnya soal AD/ART dan sejumlah pendiri partai yang banyak dihilangkan di mukaddimah,” kata Adi.
Menurut Adi, keputusanKemenkumham yang menolak permohonan pengesahan kubu Moeldoko dkk ibarat babak pertama. Ke depan, Adi memprediksi masih banyak pertarungan yang bakal terjadi antara kubu AHY dengan Moeldoko.
Terutama, lanjut Adi, kubu KLB atau Moeldoko yang terus mencari celah perlawanan untuk menang. Adi menjelaskan, politik pada hakikatnya adalah memenangkan banyak pertempuran.
“Meski secara psikologis Demokrat KLB babak belur, tapi dalam pertarungan tanpa kata akhir. Sekecil apa pun kemungkinan pasti dikapitalisasi untuk menang,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Kunto Adi Wibowo menilai satu-satunya jalan yang bisa ditempuh kubu Moeldoko adalah membawa persoalan ke meja hijau. “Satu-satunya yaitu mengajukan gugatan ke PTUN,” kata Kunto kepada SINDOnews secara terpisah.
Kunto pun menilai sangat memungkinkan kubu Moeldoko mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Mereka akan sangat mungkin mengajukan gugatan itu ke PTUN, tapi apakah itu akan berhasil atau tidak, saya juga enggak tahu,” kata Kunto.
Adapun salah satu hal yang bisa menjadi objek gugatan kubu Moeldoko adalah AD/ART Partai Demokrat tahun 2020. “Yang dianggap tidak memenuhi prinsip keadilan dalam sebuah organisasi, nah itu mungkin review AD/ART itu karena kemarin kan penolakan dari Menteri Hukum dan HAM terhadap pengajuan hasil KLB Deli Serdang-nya Pak Moeldoko itu ditolak karena syaratnya belum sesuai, karena Menkumham ternyata menggunakan AD/ART yang tahun 2020 sebelum direvisi oleh KLB Deli Serdang,” katanya.
(dam)