Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi Partai Demokrat versi Moeldoko, Saiful Huda Ems menanggapi keputusan Kemenkumham yang menolak permohonan Demokrat KLB. Foto/SINDOnews
AAA
JAKARTA - Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi Partai Demokrat versi Moeldoko, Saiful Huda Ems menanggapi keputusan Kemenkumham yang menolak permohonan pengesahan Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB).
"Dengan keputusan ini, maka pemerintah tetap menganggap Kepengurusan Partai Demokrat di bawah Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai yang sah," tuturnya.
"Lalu bagaimana dengan komentar saya? Sejujurnya sejak awal mula saya sesungguhnya tidak terlalu akan mempersoalkan terhadap apa yang akan diputuskan Kementrian Hukum dan HAM mengenai pengesahan Kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang," tambahnya.
Menurut dia, mau diterima atau ditolak, sebenarnya tidak akan terlalu berpengaruh bagi kedua kubu yang bertikai. Sebab pokok penuntasan persoalan ini bukanlah di Kementrian Hukum dan HAM, melainkan di Pengadilan (PTUN)," ungkapnya.
SHE mengatakan, jikapun pihaknya yang menang, Partai Demokrat kubu AHY pun akan melakukan gugatannya ke PTUN. Demikian juga sebaliknya, jika pihaknya ditolak oleh Kemenkumham seperti sekarang, maka pastinya pihaknya akan terus melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan di PTUN.
"Olehnya, Keputusan Kementerian Hukum dan HAM hanyalah babak awal dari perjuangan demokrasi Partai Demokrat yang berada di bawah pimpinan Pak Dr. Moeldoko," ungkap dia.
Lebih lanjut SHE menilai, Kemenkumham bukanlah pengadilan yang dapat memutuskan menang atau kalahnya bagi kelanjutan nasib para pejuang demokrasi yang terus berupaya mencari dan memperjuangkan keadilan.
"Maka kami tak akan pernah surut berjuang demi terjaganya marwah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Hukum yang berpijak pada nilai-nilai demokrasi dan bukan dinasti," ucap dia.
Baginya, pintu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) masih terbuka lebar bagi kubu kepemimpinan Moeldoko untuk memasukinya dan melayangkan gugatan demi memperoleh keadilan dan kepastian hukum.
"Sebelum ada keputusan dari PTUN tidaklah elok bagi kubu yang telah menerima pengesahan dari Kementrian Hukum dan HAM bertepuk dada, apalagi fakta telah menunjukkan berbagai kenyataan bahwa terdapat banyak pelanggaran UU Partai Politik yang terdapat dalam AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)," ujar Saiful.
Di sisi lain, pihaknya juga sangat memahami, betapa riskannya Kementrian Hukum dan HAM dalam memutus perkara ini, sebab haqul yakin Kementerian Hukum dan HAM tentunya juga sangat menyadari, bahwa ia bukanlah lembaga peradilan (Yudikatif).
"Jika Kementerian Hukum dan HAM memenangkan kepengurusan Partai Demokrat kubu Pak Dr. Moeldoko ia akan dicurigai sebagai intervensi Pemerintah atas terjungkalnya AHY dari Ketum Partai Demokrat. Karena itu Kementrian Hukum dan HAM sesuai prediksi saya tidak akan menerima kepengurusan dari pihak kami, namun akan tetap mensahkan kepengurusan pihak AHY," tuturnya.
Kata dia, serba kikuk memang, khususnya yang terus menerus memantau persoalan ini. Ingin menyalahkan Kementerian Hukum dan HAM tapi tidak tega. "Dan saya selalu berusaha untuk tidak mengikuti cara-cara AHY dan SBY yang brutal dan selalu menyalahkan kalau sedang kalah," ungkapnya.
"Contoh saja misalnya kalau saya mau mempersoalkan Keputusan Kementerian Hukum dan HAM yang tidak terlebih dahulu memanggil kedua belah pihak yang bertikai untuk didengar pendapatnya sebelum Kementrian Hukum dan HAM menjatuhkan putusannya. Bukankah ini sebuah pelanggaran Undang-undang Administrasi Pemerintahan (UUAP)?," imbuhnya.
Namun demikian kata Saiful, keputusan Kemenkumham sudah dilakukan, bahwa medan pertarungan hukum terakhir dan paling menentukan itu ada di PTUN.
"Akhirnya, apapun keputusan dari Kementerian Hukum dan HAM, kami tetap mengucapkan beribu terimakasih pada (khususnya) Pak Yasonna Laoly dan Pak Mahfud MD, meskipun kami harus tetap melanjutkan perjuangan hukum dan demokrasi ini ke PTUN," pungkas dia.