Elektabilitas PDIP Tetap Nomor 1, Isu Madam Bansos Tak Kuat Menggoyang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kendati melorot, elektabilitas PDIP toh tetap unggul dari partai-partai lain berdasarkan survei New Indonesia Research & Consulting. Elektabilitas PDIP yang pada Oktober 2020 naik dari 29,3% di Juni 2020 menjadi 31,4%, pada survei terakhir menukik turun di angka 23,1%.
Pengamat politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara menilai hasil survei ini menunjukkan masyarakat masih ”toleran” terhadap PDIP. Publik memberikan kesempatan Banteng Moncong Putih untuk berbenah.
"Fakta bahwa PDIP masih juara di papan atas elektabilitas parpol itu bisa diindikasikan bahwa publik masih tetap memberikan toleransi untuk berbenah. Lain halnya jika keterlibatan 'Madam Bansos' bisa dibuktikan benar adanya di pengadilan," ujar Igor kepada SINDOnews, Senin (8/2/2021).
(Baca: Elektabilitas PDIP Anjlok, Kasus Korupsi Harun Masiku dan Bansos Disorot)
Menurut dia, penurunan elektabilitas PDIP itu disebabkan oleh kasus dugaan suap terkait pengadaan bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari Batubara yang mantan wakil bendahara PDIP.
"Penurunan elektabilitas PDIP saat survei dilakukan, cenderung disebabkan oleh kasus korupsi Bansos yang melibatkan kadernya dan membuat heboh publik. Survei hanyalah potret saat survei dilakukan. Itu sebab dalam setiap publikasi survei selalu ada 'magic words', yaitu 'Jika Pilpres dilakukan hari ini.....'. Jadi lumrah saja jika dikatakan elektabilitas PDIP mengalami penurunan saat ini," ungkapnya.
Igor mengingatkan masih buronnya tersangka kasus suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Harun Masiku juga sempat membuat heboh. "Sangat buruk, tetapi toh elektabiltas PDIP masih aman-aman saja. Begitu juga dengan kasus OTT Edhie Prabowo, elektabilitas Gerindra ternyata stabil sebagai runner up elektabilitas parpol di Indonesia," ujar Director Survey dan Polling Indonesia (SPIN) ini.
(Baca: Survei New Indonesia: Elektabilitas PDIP Anjlok, Dua Partai Ini Malah Naik)
Padahal, kata dia, sering disebutkan juga bahwa banyak pemilih Prabowo Subianto di Pilpres yang kecewa atas keputusan ketua umum Partai Gerindra itu bergabung ke dalam Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin. "Namun survei justru memperlihatkan hasil sebaliknya. Gerindra tetap berada di papan atas elektabilitas partai politik," katanya.
Menurut dia, elektabilitas parpol akan ambyar kalau ketua umumnya yang terkena kasus korupsi, bukan kadernya. "Seperti contohnya dulu kasus korupsi Sapi yang melibatkan Presiden PKS jelang Pemilu 2014. Atau kasus korupsi Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. PKS bisa kembali rebound pada Pemilu 2019 kemarin karena beberapa faktor, termasuk efek ekor jas Prabowo saat itu. Begitu pula Partai Demokrat pun masih lolos ambang batas parlemen di Senayan 2019," imbuhnya.
Bahkan, lanjut dia, sekarang elektabilitas Partai Demokrat dikatakan mengalami kenaikan setelah muncul isu upaya kudeta terhadap kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). "Pemilih di Indonesia memang fluktuatif secara elektoral dan cenderung bersimpati kepada mereka yang berada di luar pemerintah dan dipersepsikan sebagai korban (playing victim)," pungkasnya.
Pengamat politik dari Universitas Jayabaya Igor Dirgantara menilai hasil survei ini menunjukkan masyarakat masih ”toleran” terhadap PDIP. Publik memberikan kesempatan Banteng Moncong Putih untuk berbenah.
"Fakta bahwa PDIP masih juara di papan atas elektabilitas parpol itu bisa diindikasikan bahwa publik masih tetap memberikan toleransi untuk berbenah. Lain halnya jika keterlibatan 'Madam Bansos' bisa dibuktikan benar adanya di pengadilan," ujar Igor kepada SINDOnews, Senin (8/2/2021).
(Baca: Elektabilitas PDIP Anjlok, Kasus Korupsi Harun Masiku dan Bansos Disorot)
Menurut dia, penurunan elektabilitas PDIP itu disebabkan oleh kasus dugaan suap terkait pengadaan bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari Batubara yang mantan wakil bendahara PDIP.
"Penurunan elektabilitas PDIP saat survei dilakukan, cenderung disebabkan oleh kasus korupsi Bansos yang melibatkan kadernya dan membuat heboh publik. Survei hanyalah potret saat survei dilakukan. Itu sebab dalam setiap publikasi survei selalu ada 'magic words', yaitu 'Jika Pilpres dilakukan hari ini.....'. Jadi lumrah saja jika dikatakan elektabilitas PDIP mengalami penurunan saat ini," ungkapnya.
Igor mengingatkan masih buronnya tersangka kasus suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Harun Masiku juga sempat membuat heboh. "Sangat buruk, tetapi toh elektabiltas PDIP masih aman-aman saja. Begitu juga dengan kasus OTT Edhie Prabowo, elektabilitas Gerindra ternyata stabil sebagai runner up elektabilitas parpol di Indonesia," ujar Director Survey dan Polling Indonesia (SPIN) ini.
(Baca: Survei New Indonesia: Elektabilitas PDIP Anjlok, Dua Partai Ini Malah Naik)
Padahal, kata dia, sering disebutkan juga bahwa banyak pemilih Prabowo Subianto di Pilpres yang kecewa atas keputusan ketua umum Partai Gerindra itu bergabung ke dalam Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin. "Namun survei justru memperlihatkan hasil sebaliknya. Gerindra tetap berada di papan atas elektabilitas partai politik," katanya.
Menurut dia, elektabilitas parpol akan ambyar kalau ketua umumnya yang terkena kasus korupsi, bukan kadernya. "Seperti contohnya dulu kasus korupsi Sapi yang melibatkan Presiden PKS jelang Pemilu 2014. Atau kasus korupsi Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. PKS bisa kembali rebound pada Pemilu 2019 kemarin karena beberapa faktor, termasuk efek ekor jas Prabowo saat itu. Begitu pula Partai Demokrat pun masih lolos ambang batas parlemen di Senayan 2019," imbuhnya.
Bahkan, lanjut dia, sekarang elektabilitas Partai Demokrat dikatakan mengalami kenaikan setelah muncul isu upaya kudeta terhadap kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). "Pemilih di Indonesia memang fluktuatif secara elektoral dan cenderung bersimpati kepada mereka yang berada di luar pemerintah dan dipersepsikan sebagai korban (playing victim)," pungkasnya.
(muh)