Dugaan Kriminalisasi, Penyidik Polda Dilaporkan ke Divisi Propam Mabes Polri

Sabtu, 16 Mei 2020 - 22:05 WIB
loading...
Dugaan Kriminalisasi, Penyidik Polda Dilaporkan ke Divisi Propam Mabes Polri
Tim Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kaltim dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan Polri terkait dugaan tindak pidana kriminalisasi. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Tim Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalimatan Timur (Kaltim) dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri terkait dugaan tindak pidana kriminalisasi.

Penasihat Hukum mantan Direktur Operasional PT Borneo 86 Suhardi, Muhammad Zakir Rasyidin mengatakan, alasan dirinya melaporkan penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Timur tersebut, karena kliennya telah ditetapkan sebagai tersangka penggelapan dalam jabatan sebesar Rp2 miliar.

(Baca juga: DPR Apresiasi Polri Cepat Bongkar Kasus Jual Beli Surat Bebas Covid-19)

Padahal menurutnya, tuduhan tersebut sudah clear pada saat RUPS tahun 2016 dan laporan keuangan yang disampaikan kliennya juga sudah diterima dalam RUPS tersebut.

"Ternyata setelah RUPS berjalan dan selesai, pada tahun 2017, klien kami Pak Suhardi dilaporkan ke Polda Kalimantan Timur dengan tuduhan penggelapan dalam jabatan," tuturnya, Jumat (15/5/2020).

Kemudian dia menjelaskan, karena tidak ingin memperpanjang masalah tersebut, kliennya juga sudah membuat akta perdamaian pada Februari 2017 dengan pihak pelapor. Menurutnya, dalam akta perdamaian tersebut sudah ada kewajiban masing-masing pihak baik terlapor dan pelapor.

"Kewajiban terlapor adalah mundur dari korporasi tersebut dan kewajiban pelapor mengembalikan sahamnya 20% dengan keuntungan penjualan rumah sebesar Rp15 juta setiap unit rumah yang berlaku, semuanya sudah ada di dalam perjanjian itu," katanya.

Setelah dibuat akta perdamaian, pihak pelapor juga telah mencabut laporannya di Kepolisian dengan dikeluarkannya SP2HP pada Oktober 2017, yang salah satu pointnya menyatakan penyelidikan terhadap laporan pelapor dihentikan karena bukan tindak pidana.

"Dua tahun setelah masalah itu selesai, klien kami menagih kesepakatan dalam akta perdamaian itu. Yaitu mengembalikan saham 20% dan komitmen fee sebesar Rp15 juta yang jika ditotal sekitar Rp30 miliar. Tapi bukan dibayarkan malah dilaporkan ke Polisi klien kami dengan tuduhan penggelapan dalam jabatan," ujarnya.

Menurutnya, ada pelaporan yang berbeda antara pelaporan yang pertama pada 2017 dan laporan yang kedua pada 2019. Pada laporan pertama, objek yang dilaporkan adalah uang sebesar Rp7,5 miliar dan laporan kedua uang sebesar Rp2 miliar.

"Angkanya beda, namun pelapor dan terlapornya sama, begitu juga dengan objek laporannya juga sama di dalam laporan itu. Kemudian klien kami dijadikan tersangka tanpa ada dasar penetapan tersangka yang jelas," tuturnya.

Dia menduga, ada oknum Kepolisian yang dinilai membackup laporan pihak pelapor hingga kliennya ditetapkan sebagai tersangka. Dia juga mendesak Divisi Propam Polri mengusut dugaan itu.

"Ini jelas bukan perkara pidana, tetapi kasus perdata dan sudah clear ada perjanjiannya. Kami minta Kepala Divisi Propam Polri mengusut tuntas kasus ini," katanya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1342 seconds (0.1#10.140)