Memampukan Rumah Sakit dan Nakes Merawat Pasien Covid-19
loading...
A
A
A
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/ Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
SALAH satu faktor yang paling dikhawatirkan akibat Pandemi Covid-19 sudah menjadi kenyataan. Sebagai konsekuensi dari lonjakan signifikan jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri, hari-hari ini, daya tampung rumah sakit dan kekuatan tenaga kesehatan memberi layanan medis bagi pasien menimbulkan persoalan baru.
Pada banyak rumah sakit di lingkungan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, daya tampung ruang perawatan isolasi sudah penuh. Ruang perawatan intensif atau ICU juga penuh. Tidak sedikit pasien Covid-19 harus antri. Para dokter dan tenaga kesehatan (Nakes) yang kelelahan tidak bisa siaga 24 jam. Pasien pun harus menunggu.
Sejumlah rumah sakit berinisiatif menambah ruang dan tempat tidur untuk perawatan pasien Covid-19. Namun, Tambahan ruang dan tempat tidur itu kalah cepat dengan lonjakan kasus sehingga antrian pasien tak terhindarkan.
Gambran ini marak diberitakan sejak pekan pertama Januari 2021. Kalangan epidemiolog melihat gambaran tadi berakibat fatal, karena menjadi salah faktor yang ikut menyebabkan tingginya angka kematian pasien Covid-19 belakangan ini. Merespons kecenderungan itu, Menteri Kesehatan telah menerbitkan instruksi kepada semua rumah sakit untuk menambah tempat tidur atau melakukan konversi tempat tidur. Rumah sakit di zona merah diminta menambah tempat tidur sebanyak 40 persen, dan 25 persen untuk ruang ICU.
Di zona kuning, rumah sakit diminta menambah atau mengonversi tempat tidur 30 persen dan ruang ICU sebesar 20 persen. Rumah sakit di zona hijau diminta waspada dengan menambah atau mengonversikan 25 persen tempat tidur dan 15 persen untuk ICU.
Namun, peningkatan kapasitas itu belum tentu memampukan rumah sakit efektif melayani pasien yang per harinya bertambah belasan ribu kasus baru. Soalnya, tambahan ruang dan tempat saja tidak cukup karena setiap rumah sakit tentu saja harus menyiapkan Nakes yang mau merawat pasien Covid-19. Persoalan bagi banyak manajemen rumah sakit swasta menjadi makin rumit karena pembayaran atas pekerjaan mereka merawat pasien Covid-19 belum juga cair dari pemerintah.
Masyarakat tidak boleh mengganggap remeh fakta ini. Setiap orang tentu bisa membuat asumsi sendiri-sendiri ketika melihat fakta tentang rumah sakit yang kewalahan karena antrian panjang para pasien. Demikian seriusnya persoalan ini sehingga Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Kuntjoro Adi Purjanto mengimbau semua pihak untuk peduli dan prihatin terhadap kondisi rumah sakit saat ini. ‘’Masyarakat, kasihanilah kami. Rumah sakit itu bagian belakang, bemper yang paling akhir. Bukan garda terdepan," kata Kuntjoro dalam sebuah Diskusi Publik baru-baru ini. Dia ingatkan, rumah sakit merupakan jalan terakhir yang menanggulangi pasien Covid-19.
Hingga Sabtu (30/1/2019) pekan lalu, perkembangan pandemi Covid-19 di dalam negeri masih saja memprihatinkan kendati sudah 490.000 Nakes menerima vaksinasi. Dengan tambahan 14.518 kasus baru pada hari itu, akumulasinya menjadi 1.066.313 kasus Covid-19 di Indonesia. Total pasien yang sembuh tercatat 862.502, dengan jumlah kematian 29.728. Data-data ini setidaknya menjelaskan dua aspek yang perlu digarisbawahi semua orang.
Pertama, tambahan kasus baru yang mencapai belasan ribu per hari nya menjelaskan bahwa penularan Covid-19 masih sulit dikendalikan. Kedua, jumlah pasien yang sudah melampaui satu juta kasus itu dengan sendirinya menggambarkan beratnya beban kerja semua rumah sakit yang menjadi rujukan. Konsekuensi dari jumlah kasus yang terus bertambah adalah meningkatkan kapasitas layanan rumah sakit. Tidak hanya fasilitas ruangan dan tempat tidur, tetapi juga tambahan Nakes.
Berpijak pada fakta dan semua kecenderungan tadi, setiap individu dan keluarga hendaknya makin peduli akan pentingnya melindungi diri sendiri maupun anggota keluarga dari ancaman terpapar Covid-19. Grafik tentang jumlah kasus terus menanjak kendati pembatasan sosial semakin diperketat. Dengan terus bertambahnya jumlah kasus baru, sangat sulit untuk memprediksi puncak pandemi Covid-19 di dalam negeri.
Betul bahwa lebih banyak pasien Covid-19 yang sembuh. Namun data tentang pasien sembuh itu jangan sampai mendorong siapa pun meremehkan ancaman Covid-19. Ketika ada anggota keluarga terpapar Covid-19 dan harus dirawat di rumah sakit, situasi di rumah sakit mungkin tidak nyaman lagi buat pasien. Dan, bukan tidak mungkin si pasien juga harus menunggu dan antri untuk mendapatkan layanan medis. Ketika menunggu dan antri, si pasien menghadapi risiko yang tidak kecil.
Menurut data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, pada Kamis (28/1), tak kurang dari 476 pasien Covid-19 wafat pada hari itu, dan jumlah ini untuk sementara dicatat sebagai kematian terbanyak per hari akibat Covid-19.
Faktor lain yang patut disadari dan diwaspadai bersama adalah ancaman dari varian baru virus Corona yang bermunculan di mana-mana. Selain varian B117 yang terdeteksi di Inggris, ada varian 501.V2 yang terdeteksi di Afrika Selatan, serta varian P.1 yang terdeteksi di Brasil. Ketiga varian baru dari tempat berbeda ini telah menyebar dengan cepat ke sejumlah negara.
Kecenderungan ini mengingatkan semua elemen masyarakat untuk selalu tetap waspada, karena pandemi global sekarang ini belum reda kendati banyak negara telah melaksanakan vaksinasi. Memang, pandemi tidak harus menghentikan semua aktivitas. Namun, ketika harus berada di ruang publik, taat melaksanakan protokol kesehatan tidak boleh ditawar-tawar.
Dengan langkah pemerintah memperbesar kapasitas rumah sakit untuk merawat pasien Covid-19, semua pasien diharapkan mendapatkan layanan yang segera dan sebagaimana mestinya. Demi citra bangsa dan negara, pemerintah harus menunjukan kemampuannya merawat semua pasien Covid-19, berapa pun jumlah kasusnya. Karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk terus mendukung dan memperkuat kemampuan semua rumah sakit rujukan merawat pasien di tengah lonjakan kasus Covid-19 sekarang ini.
Ketua MPR RI/ Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
SALAH satu faktor yang paling dikhawatirkan akibat Pandemi Covid-19 sudah menjadi kenyataan. Sebagai konsekuensi dari lonjakan signifikan jumlah kasus Covid-19 di dalam negeri, hari-hari ini, daya tampung rumah sakit dan kekuatan tenaga kesehatan memberi layanan medis bagi pasien menimbulkan persoalan baru.
Pada banyak rumah sakit di lingkungan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, daya tampung ruang perawatan isolasi sudah penuh. Ruang perawatan intensif atau ICU juga penuh. Tidak sedikit pasien Covid-19 harus antri. Para dokter dan tenaga kesehatan (Nakes) yang kelelahan tidak bisa siaga 24 jam. Pasien pun harus menunggu.
Sejumlah rumah sakit berinisiatif menambah ruang dan tempat tidur untuk perawatan pasien Covid-19. Namun, Tambahan ruang dan tempat tidur itu kalah cepat dengan lonjakan kasus sehingga antrian pasien tak terhindarkan.
Gambran ini marak diberitakan sejak pekan pertama Januari 2021. Kalangan epidemiolog melihat gambaran tadi berakibat fatal, karena menjadi salah faktor yang ikut menyebabkan tingginya angka kematian pasien Covid-19 belakangan ini. Merespons kecenderungan itu, Menteri Kesehatan telah menerbitkan instruksi kepada semua rumah sakit untuk menambah tempat tidur atau melakukan konversi tempat tidur. Rumah sakit di zona merah diminta menambah tempat tidur sebanyak 40 persen, dan 25 persen untuk ruang ICU.
Di zona kuning, rumah sakit diminta menambah atau mengonversi tempat tidur 30 persen dan ruang ICU sebesar 20 persen. Rumah sakit di zona hijau diminta waspada dengan menambah atau mengonversikan 25 persen tempat tidur dan 15 persen untuk ICU.
Namun, peningkatan kapasitas itu belum tentu memampukan rumah sakit efektif melayani pasien yang per harinya bertambah belasan ribu kasus baru. Soalnya, tambahan ruang dan tempat saja tidak cukup karena setiap rumah sakit tentu saja harus menyiapkan Nakes yang mau merawat pasien Covid-19. Persoalan bagi banyak manajemen rumah sakit swasta menjadi makin rumit karena pembayaran atas pekerjaan mereka merawat pasien Covid-19 belum juga cair dari pemerintah.
Masyarakat tidak boleh mengganggap remeh fakta ini. Setiap orang tentu bisa membuat asumsi sendiri-sendiri ketika melihat fakta tentang rumah sakit yang kewalahan karena antrian panjang para pasien. Demikian seriusnya persoalan ini sehingga Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Kuntjoro Adi Purjanto mengimbau semua pihak untuk peduli dan prihatin terhadap kondisi rumah sakit saat ini. ‘’Masyarakat, kasihanilah kami. Rumah sakit itu bagian belakang, bemper yang paling akhir. Bukan garda terdepan," kata Kuntjoro dalam sebuah Diskusi Publik baru-baru ini. Dia ingatkan, rumah sakit merupakan jalan terakhir yang menanggulangi pasien Covid-19.
Hingga Sabtu (30/1/2019) pekan lalu, perkembangan pandemi Covid-19 di dalam negeri masih saja memprihatinkan kendati sudah 490.000 Nakes menerima vaksinasi. Dengan tambahan 14.518 kasus baru pada hari itu, akumulasinya menjadi 1.066.313 kasus Covid-19 di Indonesia. Total pasien yang sembuh tercatat 862.502, dengan jumlah kematian 29.728. Data-data ini setidaknya menjelaskan dua aspek yang perlu digarisbawahi semua orang.
Pertama, tambahan kasus baru yang mencapai belasan ribu per hari nya menjelaskan bahwa penularan Covid-19 masih sulit dikendalikan. Kedua, jumlah pasien yang sudah melampaui satu juta kasus itu dengan sendirinya menggambarkan beratnya beban kerja semua rumah sakit yang menjadi rujukan. Konsekuensi dari jumlah kasus yang terus bertambah adalah meningkatkan kapasitas layanan rumah sakit. Tidak hanya fasilitas ruangan dan tempat tidur, tetapi juga tambahan Nakes.
Berpijak pada fakta dan semua kecenderungan tadi, setiap individu dan keluarga hendaknya makin peduli akan pentingnya melindungi diri sendiri maupun anggota keluarga dari ancaman terpapar Covid-19. Grafik tentang jumlah kasus terus menanjak kendati pembatasan sosial semakin diperketat. Dengan terus bertambahnya jumlah kasus baru, sangat sulit untuk memprediksi puncak pandemi Covid-19 di dalam negeri.
Betul bahwa lebih banyak pasien Covid-19 yang sembuh. Namun data tentang pasien sembuh itu jangan sampai mendorong siapa pun meremehkan ancaman Covid-19. Ketika ada anggota keluarga terpapar Covid-19 dan harus dirawat di rumah sakit, situasi di rumah sakit mungkin tidak nyaman lagi buat pasien. Dan, bukan tidak mungkin si pasien juga harus menunggu dan antri untuk mendapatkan layanan medis. Ketika menunggu dan antri, si pasien menghadapi risiko yang tidak kecil.
Menurut data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, pada Kamis (28/1), tak kurang dari 476 pasien Covid-19 wafat pada hari itu, dan jumlah ini untuk sementara dicatat sebagai kematian terbanyak per hari akibat Covid-19.
Faktor lain yang patut disadari dan diwaspadai bersama adalah ancaman dari varian baru virus Corona yang bermunculan di mana-mana. Selain varian B117 yang terdeteksi di Inggris, ada varian 501.V2 yang terdeteksi di Afrika Selatan, serta varian P.1 yang terdeteksi di Brasil. Ketiga varian baru dari tempat berbeda ini telah menyebar dengan cepat ke sejumlah negara.
Kecenderungan ini mengingatkan semua elemen masyarakat untuk selalu tetap waspada, karena pandemi global sekarang ini belum reda kendati banyak negara telah melaksanakan vaksinasi. Memang, pandemi tidak harus menghentikan semua aktivitas. Namun, ketika harus berada di ruang publik, taat melaksanakan protokol kesehatan tidak boleh ditawar-tawar.
Dengan langkah pemerintah memperbesar kapasitas rumah sakit untuk merawat pasien Covid-19, semua pasien diharapkan mendapatkan layanan yang segera dan sebagaimana mestinya. Demi citra bangsa dan negara, pemerintah harus menunjukan kemampuannya merawat semua pasien Covid-19, berapa pun jumlah kasusnya. Karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk terus mendukung dan memperkuat kemampuan semua rumah sakit rujukan merawat pasien di tengah lonjakan kasus Covid-19 sekarang ini.
(dam)