LSI Ungkap Faktor Pemacu Partisipasi Pemilih di Pilkada 2020 Cukup Tinggi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis survei nasional yang bertajuk Pilkada dan Politik Uang di Masa Wabah Covid-19 secara online atau daring pada Minggu 10 Januari 2021.
Dalam surveinya, mereka menemukan partisipasi pemilih cukup tinggi meskipun pilkada digelar di tengah pandemi.
"Menurut evaluasi warga dan temuan survei ini ternyata partisipasi pilkada tidak menurun dibanding dengan pilkada-pilkada sebelum masa pandemi. Meskipun tampaknya, tidak mencapai target dari KPU ataupun pemerintah 77,7 persen," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis survei yang disiarkan di akun Youtube dan Facebook LSI di Jakarta, Minggu (10/1/2021).
"Pertama, apakah mereka datang ke TPS, mereka jawabannya, partisipasi cukup tinggi 76,1% responden atau masyarakat yang mengaku datang ke TPS. KPU memperkirakan angka partisipasi pilkada ada di 76 persen, ini cukup baik, cukup tinggi," paparnya.
( ).
Yang jadi pertanyaan, lanjut Djayadi, mengapa muncul kekhawtiran partisipasi menurun. Dia menduga ada beberapa faktor. Pertama, agar penyelenggara pemilu bekerja dengan hati-hati dan lebih maksimal dalam meyakinkan publik bahwa pilkada di tengah pandemi ini merupakan sesuatu yang aman.
Kedua, para kandidat di pilkada menyadari di masa pandemi ini ada kemungkinam partisipasi menurun sehingga mereka mencoba agar masyarakat terutama pemilih yang dianggap pemilih mereka datang ke TPS.
"Dua faktor itu yang mendorong membantu masyarakat sehingga tinggi partisipasi pemilihnya di pilkada," kata Djayadi.
Kemudian, lanjut Djayadi, faktor pendorong lainnya yang membuat partisipasi pemilih cukup tinggi, yakni penerapan protokol kesehatan (prokes) Covid-19 yang ketat di TPS. Terbukti dalam survei bahwa hampir 100% prokes dijalankan secara ketat.
"Mungkin salah satunya ini masyarakat melihat prokes dijalankan secara ketat sehingga mereka datang untuk berpartisipasi," tuturnya.
Djayadi menjelaskan, secara umum, partisipasi pemilih lebih tinggi untuk laki-laki, secara usia paling rendah di kalangan pemilih pemula di usia 21 tahun ke bawah di bawah 50%.
"Paling tidak, temuan dalam survei ini, secara demografi tidak terlalu berbeda angka partisipasinya. Pendidikan, menengah ke bawah lebih tinggi partisipasinya di pilkada ini. Berdasarkan temuan survei ini, di daerah pedesaan ataupun perkotaan tidak berbeda jauh," tuturnya.
Lihat Juga: Kumpulan Berita Viral dan Trending di Sini
Mengenai metodologi survei, Djayadi menjelaskan di awal bahwa survei ini bersifat survei nasional melalui telepon pada 11-14 Desember 2020, ada 2.000 responden yang berhasil diwawancarai.
Responden dipilih secara acak dari database nomor telepin yang dimiliki LSI dari wawancara tatap muka langsung yang dikumpulkan 2 tahun belakanhan. Dengan jumlah 2.000 responden itu dan simple random sampling maka tingkat kepercayaannya 95% dengan margin of error diperkirakan +-2,2%.
"Secara umum, data yang kita dapat cukup representatif dari segi geografi, dari segi desa, kota, dari segi agama dan lain-lainnya," papar Djayadi.
Dalam surveinya, mereka menemukan partisipasi pemilih cukup tinggi meskipun pilkada digelar di tengah pandemi.
"Menurut evaluasi warga dan temuan survei ini ternyata partisipasi pilkada tidak menurun dibanding dengan pilkada-pilkada sebelum masa pandemi. Meskipun tampaknya, tidak mencapai target dari KPU ataupun pemerintah 77,7 persen," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis survei yang disiarkan di akun Youtube dan Facebook LSI di Jakarta, Minggu (10/1/2021).
"Pertama, apakah mereka datang ke TPS, mereka jawabannya, partisipasi cukup tinggi 76,1% responden atau masyarakat yang mengaku datang ke TPS. KPU memperkirakan angka partisipasi pilkada ada di 76 persen, ini cukup baik, cukup tinggi," paparnya.
( ).
Yang jadi pertanyaan, lanjut Djayadi, mengapa muncul kekhawtiran partisipasi menurun. Dia menduga ada beberapa faktor. Pertama, agar penyelenggara pemilu bekerja dengan hati-hati dan lebih maksimal dalam meyakinkan publik bahwa pilkada di tengah pandemi ini merupakan sesuatu yang aman.
Kedua, para kandidat di pilkada menyadari di masa pandemi ini ada kemungkinam partisipasi menurun sehingga mereka mencoba agar masyarakat terutama pemilih yang dianggap pemilih mereka datang ke TPS.
"Dua faktor itu yang mendorong membantu masyarakat sehingga tinggi partisipasi pemilihnya di pilkada," kata Djayadi.
Kemudian, lanjut Djayadi, faktor pendorong lainnya yang membuat partisipasi pemilih cukup tinggi, yakni penerapan protokol kesehatan (prokes) Covid-19 yang ketat di TPS. Terbukti dalam survei bahwa hampir 100% prokes dijalankan secara ketat.
"Mungkin salah satunya ini masyarakat melihat prokes dijalankan secara ketat sehingga mereka datang untuk berpartisipasi," tuturnya.
Djayadi menjelaskan, secara umum, partisipasi pemilih lebih tinggi untuk laki-laki, secara usia paling rendah di kalangan pemilih pemula di usia 21 tahun ke bawah di bawah 50%.
"Paling tidak, temuan dalam survei ini, secara demografi tidak terlalu berbeda angka partisipasinya. Pendidikan, menengah ke bawah lebih tinggi partisipasinya di pilkada ini. Berdasarkan temuan survei ini, di daerah pedesaan ataupun perkotaan tidak berbeda jauh," tuturnya.
Lihat Juga: Kumpulan Berita Viral dan Trending di Sini
Mengenai metodologi survei, Djayadi menjelaskan di awal bahwa survei ini bersifat survei nasional melalui telepon pada 11-14 Desember 2020, ada 2.000 responden yang berhasil diwawancarai.
Responden dipilih secara acak dari database nomor telepin yang dimiliki LSI dari wawancara tatap muka langsung yang dikumpulkan 2 tahun belakanhan. Dengan jumlah 2.000 responden itu dan simple random sampling maka tingkat kepercayaannya 95% dengan margin of error diperkirakan +-2,2%.
"Secara umum, data yang kita dapat cukup representatif dari segi geografi, dari segi desa, kota, dari segi agama dan lain-lainnya," papar Djayadi.
(dam)