Pulihkan Lahan, BRG Gelar Pelatihan Sekolah Lapang Tanpa Bakar di Pesantren
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Restorasi Gambut ( BRG ) terus berupaya memulihkan dan menjaga gambut. Selain menggandeng pemerindah daerah dan akademisi, BRG juga menggandeng pengelola pondok pesantren untuk menjalani Sekolah Lapang Petani Gambut. Program Sekolah Lapang Petani Gambut berisi materi dan pembelajaran mengenai pertanian alami tanpa bakar di areal gambut dan restorasinya.
(Baca juga: BRG Sosialisasi Penggunaan Bahan Alami untuk Pertanian)
Keberadaan Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi BRG, Suwignya Utama, Sekolah Lapang Petani Gambut menjadi solusi bagi para petani atas pelarangan pembukaan lahan dengan cara membakar. Gagasan program ini muncul beriringan dengan ditemukannya teknologi Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB).
(Baca juga: BRG Bangun Infrastruktur Pembasahan Gambut di Bengkalis)
"Pada 2016, kami kumpulkan para petani inovator gambut yang menemukan cara bertani di lahan gambut tanpa membakar dan bisa menggunakan nutrisi tanaman buatan sendiri," kata Suwignya saat membuka program Sekolah Lapang Petani Gambut di Pondok Pesantren Al Mutaqien Bungaraya, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (16/12/2020).
Dari kegiatan Sekolah Lapang Petani Gambut ini, BRG memperkuat melalui Masjid Peduli Gambut. Yang terbaru, BRG menggandeng pesantren untuk mengajarkan kepada para santri mengenai aktivitas pembukaan dan pengelolaan lahan secara alami. "Pesantren di sini (Riau) sangat banyak. Beberapa diantaranya punya lahan produktif," jelasnya.
Suwignya berharap, kerja sama dan pelatihan ini bisa menjadi pengerak ekonomi pondok pesantren. ”Sehingga ekonomi pesantren dari lahan-lahan tadi bisa untuk menyuplai para santri dan warga sekitar pesantren,” ujarnya.
Sementara itu, Pengurus Ponpes Al Muttaqin, KH Muhammad Winto mengakui program ini sebagai solusi. Sebab, dia menyebut, pembakaran untuk membuka lahan banyak dilakukan masyarakat. “Dulu warga beranggapan, mengolah gambut tanpa dibakar itu tidak bisa, tapi sekarang sudah ada tekniknya,” ucapnya.
KH. Muhammad Winto berharap program Sekolah Lapang Petani Gambut di pesantrennya bisa dipraktikan para santri dan pengajar. Dengan kegiatan itu, dia berharap kebakaran lahan gambut dapat dihindarkan.
Program Sekolah Lapang Petani Gambut ini menggandeng Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU). Menurut Ketua Himpunan Alumni Pondok Pesantren Riau, M. Thohir dia berharap kegiatan semacam ini bisa menjangkau lebih banyak pesantren di Riau. Saat ini, menurut catatannya, ada sekitar 260 pondok pesantren di Riau dengan jumlah santri mencapai puluhan ribu.
(Baca juga: BRG Sosialisasi Penggunaan Bahan Alami untuk Pertanian)
Keberadaan Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi BRG, Suwignya Utama, Sekolah Lapang Petani Gambut menjadi solusi bagi para petani atas pelarangan pembukaan lahan dengan cara membakar. Gagasan program ini muncul beriringan dengan ditemukannya teknologi Pengelolaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB).
(Baca juga: BRG Bangun Infrastruktur Pembasahan Gambut di Bengkalis)
"Pada 2016, kami kumpulkan para petani inovator gambut yang menemukan cara bertani di lahan gambut tanpa membakar dan bisa menggunakan nutrisi tanaman buatan sendiri," kata Suwignya saat membuka program Sekolah Lapang Petani Gambut di Pondok Pesantren Al Mutaqien Bungaraya, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (16/12/2020).
Dari kegiatan Sekolah Lapang Petani Gambut ini, BRG memperkuat melalui Masjid Peduli Gambut. Yang terbaru, BRG menggandeng pesantren untuk mengajarkan kepada para santri mengenai aktivitas pembukaan dan pengelolaan lahan secara alami. "Pesantren di sini (Riau) sangat banyak. Beberapa diantaranya punya lahan produktif," jelasnya.
Suwignya berharap, kerja sama dan pelatihan ini bisa menjadi pengerak ekonomi pondok pesantren. ”Sehingga ekonomi pesantren dari lahan-lahan tadi bisa untuk menyuplai para santri dan warga sekitar pesantren,” ujarnya.
Sementara itu, Pengurus Ponpes Al Muttaqin, KH Muhammad Winto mengakui program ini sebagai solusi. Sebab, dia menyebut, pembakaran untuk membuka lahan banyak dilakukan masyarakat. “Dulu warga beranggapan, mengolah gambut tanpa dibakar itu tidak bisa, tapi sekarang sudah ada tekniknya,” ucapnya.
KH. Muhammad Winto berharap program Sekolah Lapang Petani Gambut di pesantrennya bisa dipraktikan para santri dan pengajar. Dengan kegiatan itu, dia berharap kebakaran lahan gambut dapat dihindarkan.
Program Sekolah Lapang Petani Gambut ini menggandeng Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU). Menurut Ketua Himpunan Alumni Pondok Pesantren Riau, M. Thohir dia berharap kegiatan semacam ini bisa menjangkau lebih banyak pesantren di Riau. Saat ini, menurut catatannya, ada sekitar 260 pondok pesantren di Riau dengan jumlah santri mencapai puluhan ribu.