Mahfud MD Sebut RI Dapat Pulau Baru 2.000 kali Luas Sipadan-Ligitan, Ini Datanya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pada 2017, Indonesia mendapatkan tambahan pulau baru di Aceh Barat yang luasnya 2.000 kali Pulau Sipadan-Ligitan yang lepas dari Indonesia.
Sayangnya, menurutnya, orang tidak pernah menyebut atau memberikan pujian atas pengakuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap adanya pulau baru tersebut. Berbeda ketika dua pulau yakni Sipadan-Ligitan lepas dari Indonesia, publik bersuara keras dan menganggap pemerintah gagal dalam menjaga aset dan teritorial Indonesia. (Baca juga: Sipadan-Ligitan Lepas, Mahfud MD Sebut Indonesia Dapat Pulau Baru di Dekat Aceh)
Mahfud tidak menyebut secara rinci tambahan pulau yang dimaksud. Namun berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada 2017 lalu, Indonesia secara resmi melaporkan 2.590 pulau bernama ke PBB sehingga pulau bernama di Indonesia bertambah menjadi 16.056 pulau. (Baca juga: Pulau Komodo Akan Jadi Kelas Premium, Luhut: Mau ke Sana Harus Bayar Mahal)
Dikutip dari website resmi kkp.go.id, Rabu (16/12/2020), pada 2017 lalu, KKP bersama Delegasi RI yang diketuai Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) menghadiri 30th Session of the The United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) dan 11th Session United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names (UNCSGN) yang berlangsung pada 7-18 Agustus 2017 di New York, Amerika Serikat. UNGEGN melalui 24 divisi geografis/linguistik dan kelompok kerja menangani masalah pelatihan, digital file data dan gazetteers, sistem romanisasi, nama negara, terminologi, publisitas dan pendanaan, serta pedoman toponimi.
Tujuan UNGEGN bagi setiap negara adalah memutuskan pembakuan nama geografis berstandar nasional melalui proses administrasi yang diakui oleh National Names Authority dari masing-masing negara dan didistribusikan secara luas dalam bentuk standar nasional seperti gazetteers, atlas, basis data berbasis web, pedoman toponimi atau nama, dll. Sebagai dasar perlunya standarisasi global nama geografis, UNGEGN mengutamakan pencatatan nama lokal yang digunakan dan mencerminkan bahasa dan tradisi suatu negara.
Sesuai dengan mandat Peraturan Presiden RI No. 116 Tahun 2016, Badan Informasi Geospasial (BIG) saat ini merupakan National Names Authority dari Indonesia menggantikan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2006. Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama dengan Badan Informasi Geospasial dan Kementerian/Lembaga terkait bertanggung jawab bersama-sama terhadap data pulau yang siap untuk didepositokan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Jakarta (14/8/2017).
Brahmantya menambahkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan bertugas dan berperan aktif dalam kegiatan toponimi, validasi dan verifikasi pembakuan nama pulau-pulau kecil yang telah dimulai dari 2005 sampai dengan 2017. Sejak 2015 hingga Juli 2017, Indonesia telah memverifikasi sebanyak 2.590 pulau bernama untuk dapat dilaporkan ke PBB pada sesi ke-11 sidang UNCSGN ini, sehingga total pulau Indonesia yang telah bernama bertambah menjadi 16.056 pulau.
Jumlah ini merupakan penambahan dari 13.466 pulau yang telah didaftarkan pada sesi ke-10 sidang UNCSGN di 2012. Ke depannya, jumlah pulau Indonesia yang sudah bernama masih bisa bertambah dikarenakan belum seluruh pulau-pulau kecil yang telah di validasi, dilakukan verifikasi pembakuan nama pulaunya.
Selain berpartisipasi aktif dalam melaporkan jumlah pulau bernama Indonesia dalam sesi ke-11 UNCSGN, pada sesi ke-30 sidang UNGEGN ini anggota Delegasi RI juga mengikuti sebanyak 7 (tujuh) working group tematis dan menjadi pemateri di dalam kegiatan tersebut, yakni: Features beyond a single sovereignty and international cooperation; Toponymic data files and gazetteers; Terminology in the standardization of geographical names; Country Names; Exonyms; Toponymic education; Geographical names as culture; dan heritage and identity. Keikutsertaan Delegasi RI dalam working group tersebut sangat bermanfaat dalam implementasi dan akselerasi pembakuan nama rupa bumi di Indonesia, termasuk pulau-pulau kecil.
Lantas, berapa jumlah pulau di Indonesia saat ini, data terbaru yang dimiliki Indonesia hingga saat ini? Mengacu pada data Direktorat Toponimi dan Batas Daerah Ditjen Bina Adwil Kemendagri, jumlah pulau hasil validasi dan verifikasi sampai akhir 2019 sebanyak 17.491, namun jumlah tersebut masih perlu ditelaah ulang sebanyak 470 pulau dan diverifikasi ulang oleh Kemendagri sebanyak 482 pulau. Sedangkan jumlah pulau yang sudah terverifikasi spasial (memiliki nama, koordinat dan poligon) sebanyak 16.684 pulau, jumlah pulau yang dinyatakan valid setelah ditelaah sebanyak 17.162 per April 2020 dan menyisakan 229 pulau yang masih akan ditelaah.
Dikutip dari ditjenbinaadwil.kemendagri.go.id, dalam Rapat Koordinasi Penyamaan Persepsi Jumlah Pulau di Indonesia Tahun 2020 secara virtual, Selasa (1/9/2020) lalu, rapat penyamaan persepsi jumlah pulau disepakati bahwa 1) Data pulau sampai dengan tahun 2020 adalah 16.671 berdasarkan data resmi yang sudah dilaporkan dan didaftarkan ke PBB.
Sebelumnya, Mahfud MD membantah anggapan khalayak ramai soal lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan adalah bukti bahwa pemerintah tidak mampu menjaga kedaulatan negara. Menurutnya, permasalahan Pulau Sipadan dan Ligitan sama sekali tak ada kaitannya dengan pertahanan negara.
Mahfud menjelaskan, permasalahan lepasnya dua pulau yang berada di Selat Makassar tersebut sebatas sejarah dan yuridis. "Kadang kala kita selalu mengeluh, Indonesia ini tidak mampu menjaga kedaulatan, kita sampai kehilangan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Saya kira kehilangan Sipadan-Ligitan itu soal historik saja, soal yuridis, bukan soal pertahanan," kata Mahfud, Selasa (15/12/2020).
Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) era Presiden Gus Dur itu kemudian menuturkan bahwa pemerintah Indonesia telah mendapatkan pulau baru pada 2017 di sekitar Aceh Barat. Menurutnya, luas daerahnya mencapai 2.000 kali lipat lebih luas dari Pulau Sipadan-Ligitan. "Tetapi orang tidak pernah berpikir juga bahwa 2017 itu pemerintah justru mendapat tambahan pulau baru di Aceh Barat sana yang luasnya 2.000 kali Pulau Sipadan-Ligitan. Ini kan seluas Pulau Madura misalnya, itu diperoleh, tetapi kita tidak pernah menyebut itu, apalagi memberi pujian," tuturnya.
Mahfud pun mengajak seluruh pihak untuk menjaga kedaulatan negara dan bekerja sebaik mungkin. Menurutnya, untuk daerah atau pulau yang belum terintegrasi dengan Indonesia, kalau bisa dimiliki, maka akan diambil oleh Mahfud dengan cara baik-baik. "Jadi mari kita bekerja sebaik-baiknya. Yang ada kita jaga, yang belum teregistrasi dengan baik, kita ambil secara baik," katanya.
Sayangnya, menurutnya, orang tidak pernah menyebut atau memberikan pujian atas pengakuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap adanya pulau baru tersebut. Berbeda ketika dua pulau yakni Sipadan-Ligitan lepas dari Indonesia, publik bersuara keras dan menganggap pemerintah gagal dalam menjaga aset dan teritorial Indonesia. (Baca juga: Sipadan-Ligitan Lepas, Mahfud MD Sebut Indonesia Dapat Pulau Baru di Dekat Aceh)
Mahfud tidak menyebut secara rinci tambahan pulau yang dimaksud. Namun berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada 2017 lalu, Indonesia secara resmi melaporkan 2.590 pulau bernama ke PBB sehingga pulau bernama di Indonesia bertambah menjadi 16.056 pulau. (Baca juga: Pulau Komodo Akan Jadi Kelas Premium, Luhut: Mau ke Sana Harus Bayar Mahal)
Dikutip dari website resmi kkp.go.id, Rabu (16/12/2020), pada 2017 lalu, KKP bersama Delegasi RI yang diketuai Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) menghadiri 30th Session of the The United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) dan 11th Session United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names (UNCSGN) yang berlangsung pada 7-18 Agustus 2017 di New York, Amerika Serikat. UNGEGN melalui 24 divisi geografis/linguistik dan kelompok kerja menangani masalah pelatihan, digital file data dan gazetteers, sistem romanisasi, nama negara, terminologi, publisitas dan pendanaan, serta pedoman toponimi.
Tujuan UNGEGN bagi setiap negara adalah memutuskan pembakuan nama geografis berstandar nasional melalui proses administrasi yang diakui oleh National Names Authority dari masing-masing negara dan didistribusikan secara luas dalam bentuk standar nasional seperti gazetteers, atlas, basis data berbasis web, pedoman toponimi atau nama, dll. Sebagai dasar perlunya standarisasi global nama geografis, UNGEGN mengutamakan pencatatan nama lokal yang digunakan dan mencerminkan bahasa dan tradisi suatu negara.
Sesuai dengan mandat Peraturan Presiden RI No. 116 Tahun 2016, Badan Informasi Geospasial (BIG) saat ini merupakan National Names Authority dari Indonesia menggantikan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 112 Tahun 2006. Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama dengan Badan Informasi Geospasial dan Kementerian/Lembaga terkait bertanggung jawab bersama-sama terhadap data pulau yang siap untuk didepositokan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Jakarta (14/8/2017).
Brahmantya menambahkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan bertugas dan berperan aktif dalam kegiatan toponimi, validasi dan verifikasi pembakuan nama pulau-pulau kecil yang telah dimulai dari 2005 sampai dengan 2017. Sejak 2015 hingga Juli 2017, Indonesia telah memverifikasi sebanyak 2.590 pulau bernama untuk dapat dilaporkan ke PBB pada sesi ke-11 sidang UNCSGN ini, sehingga total pulau Indonesia yang telah bernama bertambah menjadi 16.056 pulau.
Jumlah ini merupakan penambahan dari 13.466 pulau yang telah didaftarkan pada sesi ke-10 sidang UNCSGN di 2012. Ke depannya, jumlah pulau Indonesia yang sudah bernama masih bisa bertambah dikarenakan belum seluruh pulau-pulau kecil yang telah di validasi, dilakukan verifikasi pembakuan nama pulaunya.
Selain berpartisipasi aktif dalam melaporkan jumlah pulau bernama Indonesia dalam sesi ke-11 UNCSGN, pada sesi ke-30 sidang UNGEGN ini anggota Delegasi RI juga mengikuti sebanyak 7 (tujuh) working group tematis dan menjadi pemateri di dalam kegiatan tersebut, yakni: Features beyond a single sovereignty and international cooperation; Toponymic data files and gazetteers; Terminology in the standardization of geographical names; Country Names; Exonyms; Toponymic education; Geographical names as culture; dan heritage and identity. Keikutsertaan Delegasi RI dalam working group tersebut sangat bermanfaat dalam implementasi dan akselerasi pembakuan nama rupa bumi di Indonesia, termasuk pulau-pulau kecil.
Lantas, berapa jumlah pulau di Indonesia saat ini, data terbaru yang dimiliki Indonesia hingga saat ini? Mengacu pada data Direktorat Toponimi dan Batas Daerah Ditjen Bina Adwil Kemendagri, jumlah pulau hasil validasi dan verifikasi sampai akhir 2019 sebanyak 17.491, namun jumlah tersebut masih perlu ditelaah ulang sebanyak 470 pulau dan diverifikasi ulang oleh Kemendagri sebanyak 482 pulau. Sedangkan jumlah pulau yang sudah terverifikasi spasial (memiliki nama, koordinat dan poligon) sebanyak 16.684 pulau, jumlah pulau yang dinyatakan valid setelah ditelaah sebanyak 17.162 per April 2020 dan menyisakan 229 pulau yang masih akan ditelaah.
Dikutip dari ditjenbinaadwil.kemendagri.go.id, dalam Rapat Koordinasi Penyamaan Persepsi Jumlah Pulau di Indonesia Tahun 2020 secara virtual, Selasa (1/9/2020) lalu, rapat penyamaan persepsi jumlah pulau disepakati bahwa 1) Data pulau sampai dengan tahun 2020 adalah 16.671 berdasarkan data resmi yang sudah dilaporkan dan didaftarkan ke PBB.
Sebelumnya, Mahfud MD membantah anggapan khalayak ramai soal lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan adalah bukti bahwa pemerintah tidak mampu menjaga kedaulatan negara. Menurutnya, permasalahan Pulau Sipadan dan Ligitan sama sekali tak ada kaitannya dengan pertahanan negara.
Mahfud menjelaskan, permasalahan lepasnya dua pulau yang berada di Selat Makassar tersebut sebatas sejarah dan yuridis. "Kadang kala kita selalu mengeluh, Indonesia ini tidak mampu menjaga kedaulatan, kita sampai kehilangan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Saya kira kehilangan Sipadan-Ligitan itu soal historik saja, soal yuridis, bukan soal pertahanan," kata Mahfud, Selasa (15/12/2020).
Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) era Presiden Gus Dur itu kemudian menuturkan bahwa pemerintah Indonesia telah mendapatkan pulau baru pada 2017 di sekitar Aceh Barat. Menurutnya, luas daerahnya mencapai 2.000 kali lipat lebih luas dari Pulau Sipadan-Ligitan. "Tetapi orang tidak pernah berpikir juga bahwa 2017 itu pemerintah justru mendapat tambahan pulau baru di Aceh Barat sana yang luasnya 2.000 kali Pulau Sipadan-Ligitan. Ini kan seluas Pulau Madura misalnya, itu diperoleh, tetapi kita tidak pernah menyebut itu, apalagi memberi pujian," tuturnya.
Mahfud pun mengajak seluruh pihak untuk menjaga kedaulatan negara dan bekerja sebaik mungkin. Menurutnya, untuk daerah atau pulau yang belum terintegrasi dengan Indonesia, kalau bisa dimiliki, maka akan diambil oleh Mahfud dengan cara baik-baik. "Jadi mari kita bekerja sebaik-baiknya. Yang ada kita jaga, yang belum teregistrasi dengan baik, kita ambil secara baik," katanya.
(cip)