Penetapan Tersangka Habib Rizieq Tidak Harus Didahului Pemeriksaan sebagai Saksi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penjemputan paksa yang akan dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS) disebut bisa dilakukan. Meski Habib Rizieq belum sekalipun datang pada saat pemeriksaan sebagai saksi sebelumnya.
Habib Rizieq sendiri dijerat dengan dua pasal yaitu Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP terkait kasus kerumunan massa simpatisan saat acara pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat, pada 14 November lalu. Dirinya ancaman pidana penjara maksimal enam tahun. (Baca juga: Tak Ada Pemanggilan Lagi, Polisi Tegaskan Habib Rizieq Akan Ditangkap)
"Kalau membaca KUHAP dan PERKAP 6/2019 bisa. Karena penangkapan tidak harus didahului dengan pemanggilan. Tapi harus didahului dengan penetapan tersangka," ujar Direktur Eksekutif Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (Persada UB), Fachrizal Afandi saat dihubungi SINDOnews, Jumat (11/12/2020).
Fachrizal menjelaskan jika Habib Rizieq keberatan dengan penetapan tersangka tersebut maka bisa mengajukan permohonan pra peradilan. "Jika tersangka keberatan dengan upaya paksa penangkapan dan penetapan tersangkanya karena belum pernah diminta keterangan, yang bersangkutan bisa mengajukan permohonan pra peradilan," jelasnya.
Meski penetapan tersangka Habib Rizieq dirasa begitu cepat, namun Fachrizal mengatakan bahwa hal tersebut secara formal prosedur merupakan penilaian subyektif penyidik kepolisian.
"Kalau mereka sudah yakin mendapatkan minimal dua alat bukti secara hukum acara ndak masalah jika HRS keberatan dengan dua alat bukti ini bisa ajukan pra peradilan," ucapnya. (Baca juga:Ditreskrimum Polda Jabar Kirim Surat Panggilan Kedua Habib Rizieq)
Selain Habib Rizieq, polisi juga menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka. Untuk tersangka HU sebagai ketua panitia dikenakan Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018. Untuk A sebagai Sekretaris Panitia, MS penanggung jawab keamanan, SL penanggung jawab acara, dan HI kepala seksi acara akan dikenakan Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018.
Habib Rizieq sendiri dijerat dengan dua pasal yaitu Pasal 160 KUHP dan Pasal 216 KUHP terkait kasus kerumunan massa simpatisan saat acara pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat, pada 14 November lalu. Dirinya ancaman pidana penjara maksimal enam tahun. (Baca juga: Tak Ada Pemanggilan Lagi, Polisi Tegaskan Habib Rizieq Akan Ditangkap)
"Kalau membaca KUHAP dan PERKAP 6/2019 bisa. Karena penangkapan tidak harus didahului dengan pemanggilan. Tapi harus didahului dengan penetapan tersangka," ujar Direktur Eksekutif Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (Persada UB), Fachrizal Afandi saat dihubungi SINDOnews, Jumat (11/12/2020).
Fachrizal menjelaskan jika Habib Rizieq keberatan dengan penetapan tersangka tersebut maka bisa mengajukan permohonan pra peradilan. "Jika tersangka keberatan dengan upaya paksa penangkapan dan penetapan tersangkanya karena belum pernah diminta keterangan, yang bersangkutan bisa mengajukan permohonan pra peradilan," jelasnya.
Meski penetapan tersangka Habib Rizieq dirasa begitu cepat, namun Fachrizal mengatakan bahwa hal tersebut secara formal prosedur merupakan penilaian subyektif penyidik kepolisian.
"Kalau mereka sudah yakin mendapatkan minimal dua alat bukti secara hukum acara ndak masalah jika HRS keberatan dengan dua alat bukti ini bisa ajukan pra peradilan," ucapnya. (Baca juga:Ditreskrimum Polda Jabar Kirim Surat Panggilan Kedua Habib Rizieq)
Selain Habib Rizieq, polisi juga menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka. Untuk tersangka HU sebagai ketua panitia dikenakan Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018. Untuk A sebagai Sekretaris Panitia, MS penanggung jawab keamanan, SL penanggung jawab acara, dan HI kepala seksi acara akan dikenakan Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018.
(kri)