40 Eksportir Lobster di Ujung Tanduk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 40 perusahaan eksportir yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Lobster Indonesia (Pelobi) kini ketar ketir. Pasalnya, imbas operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Menteri Kelautan dan Perikatan Edhy Prabowo, Rabu (25/11/2020) dini hari, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini mendalami sejauhmana keterlibatan para pengekspor ini.
Dari penyelidikan awal, ada sejumlah eksportir yang diketahui menyetorkan uang ratusan juta rupiah sebagai pelicin agar mendapat izin pengiriman benih lobster ke luar negeri.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango membeberkan, uang Rp9,8 miliar yang diduga diterima Edhy Prabowo dan dibelanjakan saat di Amerika Serikat diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster (benur). Artinya tutur Nawawi, uang tersebut bukan hanya berasal dari tersangka Suharjito atau direktur PT Dua Putera Perkasa (DPP). (Baca: Ketika Ujian Kekurangan Harta Menerpa)
Penyidik pun terus mendalami keterkaitan uang suap Rp9,8 miliar dengan 40 perusahaan yang tergabung Pelobi. Selain itu KPK juga menyelidiki hubungan 40 ekportir itu dengan PT Aero Citra Kargo (ACK) yang jadi penyedia layanan tunggal kargo. “Dari tahapan pemeriksaan yang dilakukan itu, kita belum bisa menyimpulkan apakah Rp9,8 miliar itu memang full dari 40 perusahaan yang ada. Tentu akan dilihat dalam pengembangan-pengembangan berikutnya," tegas Nawawi kemarin.
Mantan hakim tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar ini menegaskan, dalam proses pengembangan pihaknya juga akan memastikan ada atau tidaknya dugaan keterlibatan pihak lain termasuk yang beberapa orang yang dilepaskan usai pemeriksaan atau yang berstatus saksi. Mereka di antaranya istri Eddy Prabowo sekaligus anggota Komisi V DPR Iis Rosita Dewi dan Pembina Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berinisial AMN.
Nawawi menggariskan, yang harus diingat publik bahwa uang suap untuk Edhy Prabowo dalam kapasitasnya selaku Menteri Kelautan dan Perikanan serta lima tersangka lain terdiri dari pemberian melalui transfer dan pemberian secara tunai, yang terbagi tiga bagian. Pertama, sebesar Rp9,8 miliar yang masuk ke rekening PT Aero Citra Kargo (ACK) yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster yang mengurusi izin di KKP. (Baca juga: Mendikbud: Hak untuk Guru Akan terus Diperjuangkan)
Berdasarkan data yang diperoleh KPK, kata Nawawi, PT ACK diduga sebenarnya milik Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja. Uang Rp9,8 miliar dialihkan ke rekening dua pemegang PT ACK yakni Ahmad Bahtiar dan Amril Mukminin (tersangka).
Kedua, USD100.000 dari tersangka pemberi suap Direktur PT DPP Suharjito diserahkan secara tunai hanya untuk Edhy melalui Amril dan tersangka Safri selaku Staf Khusus Menteri sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (due diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster KKP. Ketiga, tersangka Safri dan tersangka Andreau Pribadi Misanta selaku Staf Khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (due diligence) menerima Rp436 juta dari Ainul Faqih (staf istri Menteri).
Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menyatakan, pengembangan ke pihak-pihak lain termasuk perusahaan-perusahaan yang menjadi sumber uang diduga suap untuk Edhy Prabowo selaku Menteri KKP dkk pasti akan dilakukan KPK. Ali mengungkapkan, PT ACK memang sengaja dibuat oleh tersangka Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja secara nominee atau menggunakan nama Ahmad Bahtiar dan tersangka Amril Mukminin sebagai pemegang PT ACK. (Baca juga: 5 Fakta Menarik Perilaku Traveling di Libura Akhir tahun)
"Tentu penyidik akan mendalami adakah kaitan 40 perusahaan dalam asosiasi perusahaan lobster itu dengan PT ACK dan uang Rp9,8 miliar tersebut. Tapi sampai saat ini kami fokus dulu, apalagi baru kemarin penetapan tersangka," ujar Ali.
Serahkan Diri
Usai dinyatakan tersangka Andreau Pribadi Misata dan Amril Mukminin, siang kemarin, akhirnya menyerahkan diri ke KPK . Meski menjadi staf khusus Edhy yang merupakan kader Gerindra, Andreau diketahui merupakan politikus PDIP. Sedangkan Amril adalah pemegang PT ACK.
Deputi Bidang Penindakan KPK Inspektur Jenderal Polisi Karyoto menyatakan, Andreau dan Amril sebelumnya tidak tertangkap saat OTT. Setelah keduanya menyerahkan diri, penyidik lantas memeriksa dan kemudian menahannya. "Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka AM (Amril) dan APM (Andreau) selama 20 hari," kata Karyoto saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, tadi malam.
Mantan wakapolda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini membeberkan, sebelum penahanan dilakukan maka pihaknya telah lebih dulu melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap Andreau dan Amril. Selain itu KPK juga menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran Covid-19. (Baca juga: Sandiaga Uno Berpeluang Besar Gantikan Edhy Prabowo di Kabinet)
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengakui Andreau adalah anggota partai yang pernah menjadi caleg DPR dari PDIP pada Pemilu 2019. Namun, langkah pencalonannya gagal dan kini tidak lagi aktif di PDIP. ”Saya mengetahui saudara Andreau sudah menjadi staf ahli Menteri Eddy Prabowo yang Waketum Partai Gerindra justru setelah ada kasus OTT KPK ini,” kata Ahmad Basarah.
Menurutnya, keberadaan Andreau sebagai staf ahli Menteri KKP adalah keputusan pribadi yang bersangkutan sehingga segala bentuk perilaku dan tindak tanduknya sama sekali tidak berkaitan dengan PDIP. (Lihat videonya: Satu Desa Positif Terpapar Covid-19 di Purbalingga)
Terkait posisi menteri kelautan dan perikanan pengganti Edhy Prabowo, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, hal itu menjadi hak prerogatif Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan demikian, Gerindra tidak akan mencampurinya. “Gerindra tidak mencampuri dan kita akan tunggu saja bagaimana kebijakan dari pak presiden,” ujarnya. (Sabir Laluhu/Kiswondari/Rakhmatullah)
Dari penyelidikan awal, ada sejumlah eksportir yang diketahui menyetorkan uang ratusan juta rupiah sebagai pelicin agar mendapat izin pengiriman benih lobster ke luar negeri.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango membeberkan, uang Rp9,8 miliar yang diduga diterima Edhy Prabowo dan dibelanjakan saat di Amerika Serikat diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster (benur). Artinya tutur Nawawi, uang tersebut bukan hanya berasal dari tersangka Suharjito atau direktur PT Dua Putera Perkasa (DPP). (Baca: Ketika Ujian Kekurangan Harta Menerpa)
Penyidik pun terus mendalami keterkaitan uang suap Rp9,8 miliar dengan 40 perusahaan yang tergabung Pelobi. Selain itu KPK juga menyelidiki hubungan 40 ekportir itu dengan PT Aero Citra Kargo (ACK) yang jadi penyedia layanan tunggal kargo. “Dari tahapan pemeriksaan yang dilakukan itu, kita belum bisa menyimpulkan apakah Rp9,8 miliar itu memang full dari 40 perusahaan yang ada. Tentu akan dilihat dalam pengembangan-pengembangan berikutnya," tegas Nawawi kemarin.
Mantan hakim tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar ini menegaskan, dalam proses pengembangan pihaknya juga akan memastikan ada atau tidaknya dugaan keterlibatan pihak lain termasuk yang beberapa orang yang dilepaskan usai pemeriksaan atau yang berstatus saksi. Mereka di antaranya istri Eddy Prabowo sekaligus anggota Komisi V DPR Iis Rosita Dewi dan Pembina Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berinisial AMN.
Nawawi menggariskan, yang harus diingat publik bahwa uang suap untuk Edhy Prabowo dalam kapasitasnya selaku Menteri Kelautan dan Perikanan serta lima tersangka lain terdiri dari pemberian melalui transfer dan pemberian secara tunai, yang terbagi tiga bagian. Pertama, sebesar Rp9,8 miliar yang masuk ke rekening PT Aero Citra Kargo (ACK) yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster yang mengurusi izin di KKP. (Baca juga: Mendikbud: Hak untuk Guru Akan terus Diperjuangkan)
Berdasarkan data yang diperoleh KPK, kata Nawawi, PT ACK diduga sebenarnya milik Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja. Uang Rp9,8 miliar dialihkan ke rekening dua pemegang PT ACK yakni Ahmad Bahtiar dan Amril Mukminin (tersangka).
Kedua, USD100.000 dari tersangka pemberi suap Direktur PT DPP Suharjito diserahkan secara tunai hanya untuk Edhy melalui Amril dan tersangka Safri selaku Staf Khusus Menteri sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (due diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster KKP. Ketiga, tersangka Safri dan tersangka Andreau Pribadi Misanta selaku Staf Khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (due diligence) menerima Rp436 juta dari Ainul Faqih (staf istri Menteri).
Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menyatakan, pengembangan ke pihak-pihak lain termasuk perusahaan-perusahaan yang menjadi sumber uang diduga suap untuk Edhy Prabowo selaku Menteri KKP dkk pasti akan dilakukan KPK. Ali mengungkapkan, PT ACK memang sengaja dibuat oleh tersangka Edhy Prabowo dan Yudi Surya Atmaja secara nominee atau menggunakan nama Ahmad Bahtiar dan tersangka Amril Mukminin sebagai pemegang PT ACK. (Baca juga: 5 Fakta Menarik Perilaku Traveling di Libura Akhir tahun)
"Tentu penyidik akan mendalami adakah kaitan 40 perusahaan dalam asosiasi perusahaan lobster itu dengan PT ACK dan uang Rp9,8 miliar tersebut. Tapi sampai saat ini kami fokus dulu, apalagi baru kemarin penetapan tersangka," ujar Ali.
Serahkan Diri
Usai dinyatakan tersangka Andreau Pribadi Misata dan Amril Mukminin, siang kemarin, akhirnya menyerahkan diri ke KPK . Meski menjadi staf khusus Edhy yang merupakan kader Gerindra, Andreau diketahui merupakan politikus PDIP. Sedangkan Amril adalah pemegang PT ACK.
Deputi Bidang Penindakan KPK Inspektur Jenderal Polisi Karyoto menyatakan, Andreau dan Amril sebelumnya tidak tertangkap saat OTT. Setelah keduanya menyerahkan diri, penyidik lantas memeriksa dan kemudian menahannya. "Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka AM (Amril) dan APM (Andreau) selama 20 hari," kata Karyoto saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, tadi malam.
Mantan wakapolda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini membeberkan, sebelum penahanan dilakukan maka pihaknya telah lebih dulu melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap Andreau dan Amril. Selain itu KPK juga menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran Covid-19. (Baca juga: Sandiaga Uno Berpeluang Besar Gantikan Edhy Prabowo di Kabinet)
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengakui Andreau adalah anggota partai yang pernah menjadi caleg DPR dari PDIP pada Pemilu 2019. Namun, langkah pencalonannya gagal dan kini tidak lagi aktif di PDIP. ”Saya mengetahui saudara Andreau sudah menjadi staf ahli Menteri Eddy Prabowo yang Waketum Partai Gerindra justru setelah ada kasus OTT KPK ini,” kata Ahmad Basarah.
Menurutnya, keberadaan Andreau sebagai staf ahli Menteri KKP adalah keputusan pribadi yang bersangkutan sehingga segala bentuk perilaku dan tindak tanduknya sama sekali tidak berkaitan dengan PDIP. (Lihat videonya: Satu Desa Positif Terpapar Covid-19 di Purbalingga)
Terkait posisi menteri kelautan dan perikanan pengganti Edhy Prabowo, Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, hal itu menjadi hak prerogatif Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan demikian, Gerindra tidak akan mencampurinya. “Gerindra tidak mencampuri dan kita akan tunggu saja bagaimana kebijakan dari pak presiden,” ujarnya. (Sabir Laluhu/Kiswondari/Rakhmatullah)
(ysw)