Menanti Fajar di Serambi Mekkah
loading...
A
A
A
ACEH - Aceh merupakan provinsi yang dijuluki sebagai Serambi Mekkah . Julukan ini disematkan karena Aceh merupakan daerah yang kental dengan pengaruh dan kebudayaan Islam, khususnya pada masa kejayaannya di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda pada abad ke-17. Masjid Raya Baiturrahman yang terletak di Kota Banda Aceh menjadi ikon yang paling masyhur.
Masjid ini menjadi magnet bagi masyarakat lokal Aceh, dan juga wisatawan lokal dari luar Aceh. Bukan sekedar mengambil gambar di halamannya yang mirip dengan Masjidilharam di Mekkah, wisatawan muslim pun pasti menyempatkan diri untuk salat di masjid ini.
Begitu juga saya yang mendapatkan kesempatan bermalam di Banda Aceh. Setelah mengunjungi Masjid Baiturtahman pada sore hari, saya tertarik untuk kembali mengunjunginya pada waktu salat subuh saat melihat layanan antar-jemput di hotel tempat saya menginap. ( )
Sekitar Pukul 04.50 WIB, saya bersama beberapa tamu hotel menuju Masjid Baiturrahman. Jalanan di Kota Banda Aceh masih sangat lengang, hanya ada sekitar 1-2 mobil yang lalu lalang di jalan raya. Langitnya pun masih gelap seperti malam.
Hanya butuh sekitar 7 menit menuju masjid yang tetap utuh saat peristiwa Tsunami Aceh pada 2004 silam itu. Setibanya di sana, lantunan ayat suci Al-Quran nan merdu sudah menyambut kami.
Di halaman masjid, tampak ada 2 orang saja yang sedang berfoto, tak seperti di waktu sore di mana banyak orang di halaman dan mencari angle terbaik foto mereka. Di beberapa sudut halaman masjid juga ada beberapa orang yang tengah menanti azan Subuh.
Tepat pukul 05.10 WIB, azan subuh berkumandang di Masjid Baiturrahman. Di dalam masjid sudah ada sekitar 50 orang yang menunggu waktu subuh. Dan sekitar pukul 05.22 WIB, salat subuh berjamaah dimulai dengan sekitar 90 orang jamaah laki-laki dan perempuan yang berbaris membentuk shaf secara berjarak, sesuai dengan protokol kesehatan COVID-19. ( )
Imam Salman Syarifuddin memimpin salat Subuh dengan khusyuk. Lantunan ayat sucinya terdengar amat merdu. Seusai salat, digelar ceramah subuh yang disampaikan oleh Tamliha Ihsan.
Isi ceramahnya ringan dan menyejukkan. Diawali dengan ajakan menjaga rasa kebersamaan, persatuan dan kesatuan. Menjaga ketaatan kepada Allah SWT dengan salat berjamaah. Dilanjutkan dengan kisah mengenai Perang Badar. Sayangnya, saya tidak bisa mendengarkan hingga selesai, karena shuttle hotel telah menjemput pada pukul 05.45 WIB dan kembali ke hotel dengan matahari yang belum kunjung tampak.
Keesokan paginya, saya bersama beberapa tamu hotel kembali ke Masjid Baiturahman. Namun kali ini lebih ramai, ada sekitar 150 orang jamaah. Tampak ada puluhan prajurit TNI yang ikut melaksanakan salat subuh berjamaah. Kali ini, dengan imam yang berbeda, yakni Jamhuri Ramli. Lantunan ayat suci Al-Qurannya sama merdunya dengan imam di hari sebelumnya. Ceramah Shubuh diisi oleh Fauzi Saleh yang membahas tentang rasa nikmat dan syukur dengan mencontohkan bentuk syukur yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
Menanti fajar di Serambi Mekkah merupakan pengalaman religius yang menenangkan dan tidak bisa didapat di daerah manapun di Indonesia. Namun, bagi yang hendak mengunjungi Masjid Baiturrahman, sebaiknya mengenakan pakaian sopan, dan tidak mengenakan celana jeans, khususnya bagi perempuan yang diwajibkan mengenakan kerudung saat berada di Aceh. Karena perempuan dengan celana jeans dan pakaian ketat tidak diperkenankan masuk, bahkan ke halaman masjid sekali pun.
Masjid ini menjadi magnet bagi masyarakat lokal Aceh, dan juga wisatawan lokal dari luar Aceh. Bukan sekedar mengambil gambar di halamannya yang mirip dengan Masjidilharam di Mekkah, wisatawan muslim pun pasti menyempatkan diri untuk salat di masjid ini.
Begitu juga saya yang mendapatkan kesempatan bermalam di Banda Aceh. Setelah mengunjungi Masjid Baiturtahman pada sore hari, saya tertarik untuk kembali mengunjunginya pada waktu salat subuh saat melihat layanan antar-jemput di hotel tempat saya menginap. ( )
Sekitar Pukul 04.50 WIB, saya bersama beberapa tamu hotel menuju Masjid Baiturrahman. Jalanan di Kota Banda Aceh masih sangat lengang, hanya ada sekitar 1-2 mobil yang lalu lalang di jalan raya. Langitnya pun masih gelap seperti malam.
Hanya butuh sekitar 7 menit menuju masjid yang tetap utuh saat peristiwa Tsunami Aceh pada 2004 silam itu. Setibanya di sana, lantunan ayat suci Al-Quran nan merdu sudah menyambut kami.
Di halaman masjid, tampak ada 2 orang saja yang sedang berfoto, tak seperti di waktu sore di mana banyak orang di halaman dan mencari angle terbaik foto mereka. Di beberapa sudut halaman masjid juga ada beberapa orang yang tengah menanti azan Subuh.
Tepat pukul 05.10 WIB, azan subuh berkumandang di Masjid Baiturrahman. Di dalam masjid sudah ada sekitar 50 orang yang menunggu waktu subuh. Dan sekitar pukul 05.22 WIB, salat subuh berjamaah dimulai dengan sekitar 90 orang jamaah laki-laki dan perempuan yang berbaris membentuk shaf secara berjarak, sesuai dengan protokol kesehatan COVID-19. ( )
Imam Salman Syarifuddin memimpin salat Subuh dengan khusyuk. Lantunan ayat sucinya terdengar amat merdu. Seusai salat, digelar ceramah subuh yang disampaikan oleh Tamliha Ihsan.
Isi ceramahnya ringan dan menyejukkan. Diawali dengan ajakan menjaga rasa kebersamaan, persatuan dan kesatuan. Menjaga ketaatan kepada Allah SWT dengan salat berjamaah. Dilanjutkan dengan kisah mengenai Perang Badar. Sayangnya, saya tidak bisa mendengarkan hingga selesai, karena shuttle hotel telah menjemput pada pukul 05.45 WIB dan kembali ke hotel dengan matahari yang belum kunjung tampak.
Keesokan paginya, saya bersama beberapa tamu hotel kembali ke Masjid Baiturahman. Namun kali ini lebih ramai, ada sekitar 150 orang jamaah. Tampak ada puluhan prajurit TNI yang ikut melaksanakan salat subuh berjamaah. Kali ini, dengan imam yang berbeda, yakni Jamhuri Ramli. Lantunan ayat suci Al-Qurannya sama merdunya dengan imam di hari sebelumnya. Ceramah Shubuh diisi oleh Fauzi Saleh yang membahas tentang rasa nikmat dan syukur dengan mencontohkan bentuk syukur yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.
Menanti fajar di Serambi Mekkah merupakan pengalaman religius yang menenangkan dan tidak bisa didapat di daerah manapun di Indonesia. Namun, bagi yang hendak mengunjungi Masjid Baiturrahman, sebaiknya mengenakan pakaian sopan, dan tidak mengenakan celana jeans, khususnya bagi perempuan yang diwajibkan mengenakan kerudung saat berada di Aceh. Karena perempuan dengan celana jeans dan pakaian ketat tidak diperkenankan masuk, bahkan ke halaman masjid sekali pun.
(abd)