Kemendikbud dan Kemenag Diminta Benahi Distribusi dan Kapasitas Guru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya memperhatikan kondisi tenaga pendidik dan kependidikan non-pegawai negeri sipil (PNS). Mereka akan mendapatkan bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp1,8 juta.
Bantuan ini tentu berarti bagi para guru dan tenaga kependidikan honorer. Mereka terdampak pandemic Covid-19. Apalagi penghasilan mereka rata-rata tidak sebesar para guru yang sudah berstatus PNS. Kemendikbud menjanjikan bantuan ini akan cair pada November-Desember 2020. (Baca juga: 2021, Mendikbud akan Prioritaskan Kelulusan Guru Honorer Menjadi PPPK)
Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berpotensi mengurangi penghasilan tenaga pendidik dan kependidikan honorer. “Karena biasa mereka dibayar sesuai dengan jumlah jam mengajar. Hal ini (bantuan) menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap pendidik dan tenaga kependidikan honorer,” ujarnya kepada SINDONews, Kamis (19/11/2020). (Baca juga: Kemendikbud Anggarkan Rp3,6 T untuk Bantuan Subsidi Upah bagi Guru dan Dosen)
Di samping memberikan bantuan, Indra menyarankan pemerintah segera membenahi tata kelola guru. Distribusi guru belum merata di seluruh Indonesia. Selain itu, Kemendikbud dan Kementerian Agama (Kemenag) harus memprioritaskan peningkatan kapasitas para guru. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbud, pertumbuhan jumlah siswa untuk pendidikan dasar dan menengah sebesar 17%. Itu terjadi mulai dari 1999. (Baca juga: Sambung Biaya Hidup, Guru dan Dosen Non PNS Dapat Subsidi Upah Rp1,8 Juta)
Sedangkan, guru PNS mengalami peningkatan 23%. Yang mengejutkan, guru honorer melonjak tajam, yakni 860%. Data itu menunjukan pertumbuhan jumlah guru jauh lebih besar dari siswa. Rasio guru dan siswa di Indonesia 1:16. Sementara di dunia rata-rata 1:22. “Sebuah kajian dari Bank Dunia menunjukan rasio guru:siswa berpengaruh pada besarnya anggaran. Namun, tidak berpengaruh pada hasil pembelajaran apabila jumlahnya dibawah 1:32,” tuturnya.
Direktur Pendidikan Vox Populi Institute Indonesia itu mengungkapkan uji kompetensi guru (UKG) belum menunjukkan hasil yang baik. Data Kemendikbud 2019, rata-rata nilai UKG guru sekolah dasar (SD) berada pada angka 54,8%. Kemudian, UKG guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 58,6%, Sekolah Menengah Atas (SMA) 62,3%, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 58,4%. “Semunya berujung pada rendahnya mutu Pendidikan Indonesia seperti tampak dalam skor PISA,” pungkasnya.
Bantuan ini tentu berarti bagi para guru dan tenaga kependidikan honorer. Mereka terdampak pandemic Covid-19. Apalagi penghasilan mereka rata-rata tidak sebesar para guru yang sudah berstatus PNS. Kemendikbud menjanjikan bantuan ini akan cair pada November-Desember 2020. (Baca juga: 2021, Mendikbud akan Prioritaskan Kelulusan Guru Honorer Menjadi PPPK)
Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji mengatakan penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berpotensi mengurangi penghasilan tenaga pendidik dan kependidikan honorer. “Karena biasa mereka dibayar sesuai dengan jumlah jam mengajar. Hal ini (bantuan) menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap pendidik dan tenaga kependidikan honorer,” ujarnya kepada SINDONews, Kamis (19/11/2020). (Baca juga: Kemendikbud Anggarkan Rp3,6 T untuk Bantuan Subsidi Upah bagi Guru dan Dosen)
Di samping memberikan bantuan, Indra menyarankan pemerintah segera membenahi tata kelola guru. Distribusi guru belum merata di seluruh Indonesia. Selain itu, Kemendikbud dan Kementerian Agama (Kemenag) harus memprioritaskan peningkatan kapasitas para guru. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbud, pertumbuhan jumlah siswa untuk pendidikan dasar dan menengah sebesar 17%. Itu terjadi mulai dari 1999. (Baca juga: Sambung Biaya Hidup, Guru dan Dosen Non PNS Dapat Subsidi Upah Rp1,8 Juta)
Sedangkan, guru PNS mengalami peningkatan 23%. Yang mengejutkan, guru honorer melonjak tajam, yakni 860%. Data itu menunjukan pertumbuhan jumlah guru jauh lebih besar dari siswa. Rasio guru dan siswa di Indonesia 1:16. Sementara di dunia rata-rata 1:22. “Sebuah kajian dari Bank Dunia menunjukan rasio guru:siswa berpengaruh pada besarnya anggaran. Namun, tidak berpengaruh pada hasil pembelajaran apabila jumlahnya dibawah 1:32,” tuturnya.
Direktur Pendidikan Vox Populi Institute Indonesia itu mengungkapkan uji kompetensi guru (UKG) belum menunjukkan hasil yang baik. Data Kemendikbud 2019, rata-rata nilai UKG guru sekolah dasar (SD) berada pada angka 54,8%. Kemudian, UKG guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 58,6%, Sekolah Menengah Atas (SMA) 62,3%, dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 58,4%. “Semunya berujung pada rendahnya mutu Pendidikan Indonesia seperti tampak dalam skor PISA,” pungkasnya.
(cip)