Semangat Sumpah Pemuda Perkuat Kesadaraan Berbangsa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sudah 92 tahun lalu, tepatnya Oktober 1982 generasi muda terbaik bangsa ini mengikrarkan diri tentang satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda .
Apabila kesadaran kebangsaan ini masih kokoh, bangsa ini tidak akan pernah merasa silau dengan ideologi impor yang kerap meracuni generasi muda kita.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Prof Dr Faisal Abdullah berpendapat, peringatan Sumpah Pemuda harus dijadikan momentum untuk mengajak masyarakat, khususnya pemuda-pemudi untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan persatuan dalam menangkal masuknya ideologi radikal.
”Dimana seharusnya ide itu tidak berdasarkan suatu keagamaan, suku, ras maupun bahasa tertentu, tetapi membawa ideologi yang majemuk, baik dari berbagai agama, suku, ras dan bahasa yang kedepannya itulah yang bisa melahirkan suatu ideologi yang bernama Pancasila hingga saat ini. Dimana bangsa ini tetap kokoh dalam menjaga persatuan dan nilai-nilai kebangsaan ,” tutur Faisal di Jakarta, Senin (2/11/2020).
Faisal menuturkan, itulah yang seharusnya dilakukan oleh para tokoh bangsa, tokoh masyarakat maupun oleh para pemuda-pemudi itu sendiri saat ini. Oleh karena itu, kesadaran kebangsaan tidak boleh hilang dalam jati diri para pemimpin bangsa dan pemuda itu sendiri. Karena menurutnya tumbuhnya kesadaran kebangsaan itu bukanlah suatu hadiah.
“Kesadaran kebangsaan ini merupakan suatu aktualisasi diri. Jadi kesadaran berbangsa ini memang harus tumbuh dan berkembang di dalam rumah tangga seorang pemuda itu. Mulai dari orang tuanya maupun anaknya sendiri yang mana kesadarana kebangsaan itu harus selalu dipelihara,” tuturnya.( )
Oleh sebab itu, kata dia, jika hal tersebut telah berkembang menjadi suatu paham, maka dia akan dapat membentengi dirinya dengan kesadaran kebangsaan itu sendiri.
Dengan demikian, mereka tidak mudah di provokasi dan diadu domba. ”Karena itu saya selalu menyatakan bahwa rumah tangga itu merupakan awal daripada bagaimana kita membina suatu kesadaran untuk ber-nation, berbangsa dan bernegara. Bukan hanya pemuda itu sendiri yang harus menjadi pelaku, tetapi juga ada anak, ada orang tua yang harus menjadi pelaku juga,” ujar Faisal.( )
Dia mengatakan, untuk merefleksi kembali Sumpah Pemuda dalam kehidupan sehari-hari, harus menemukan satu titik yang namanya satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa serta anak-anak muda mempunyai daya tangkal yang baik dalam membentengi dirinya.
Menurut dia, itu bisa diberikan dalam pendidikan dan pengetahuan bela negara dengen membentengi mereka dari bahaya-bahaya dektruktif misalnya radikalisme atau narkoba. Kemudian membangun suatu kultur yang tidak terputus dari tahun 1928 karena adanya paham-paham baru. Harus diarahkan tetap on the track guna membangun bangsa ini untuk menjadi lebih besar.
”Apalagi dengan cita-cita 100 tahun Indonesia merdeka, kita sudah bisa mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dan bernilai bagi kita semua. Itu tentunya menjadi cita-cita para pendiri bangsa kita dahulu, sehingga kita bisa menarik benang mana yang masih rapuh dan mana yang sudah kuat,” ungkapnya.
Faisal juga mengatakan era sekarang ini masih saja generasi muda yang mudah terprovokasi. Apabila ini dibiarkan tentunya akan sangat berbahaya bagi persatuan bangsa ini.
Hal tersebut terjadi karena masih minimnya literasi yang dimiliki para anak muda sehingga mereka mudah terprovokasi akibat adanya hoaks dan ujaan kebencian yang disebar melalui media sosial.
”Generasi muda ini tentunya masih banyak yang jiwanya masih labil. Bahkan di masyarakat luas sendiri juga masih rendah literasinya sehingga mudah terprovokasi. Tentunya hal ini kita semua harus bersama-sama memberikan literasi yang positif kepada para generasi muda agar terhindar dari konten-kontenprovokasi tersebut. Karena ini penting bagi generasi muda untuk memperkokoh NKRI,” tuturnya.
Faisal juga menuturkan pentingnya sosialisasi melalui teknologi informasi (TI) karena banyak hoaks maupun ujaran kebencian yang beredar dimana-mana. Salah satunya ajakan orang untuk melakukan radikalisme, atau hoaks yang membawa suatu ideologi agama tertentu.
“Para tokoh tentunya berperan penting dalam menguatkan ideologi bangsa ini. Kita ini harus selalu bersama dalam satu bangsa, satu bahasa. Kita tidak bisa mengatakan bahwa hal itu tidak demokratif, karena dalam masalah ideologi ini kita harus tetap satu, yakni ideologi Pancasila,” tuturnya.
Apabila kesadaran kebangsaan ini masih kokoh, bangsa ini tidak akan pernah merasa silau dengan ideologi impor yang kerap meracuni generasi muda kita.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Prof Dr Faisal Abdullah berpendapat, peringatan Sumpah Pemuda harus dijadikan momentum untuk mengajak masyarakat, khususnya pemuda-pemudi untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan persatuan dalam menangkal masuknya ideologi radikal.
”Dimana seharusnya ide itu tidak berdasarkan suatu keagamaan, suku, ras maupun bahasa tertentu, tetapi membawa ideologi yang majemuk, baik dari berbagai agama, suku, ras dan bahasa yang kedepannya itulah yang bisa melahirkan suatu ideologi yang bernama Pancasila hingga saat ini. Dimana bangsa ini tetap kokoh dalam menjaga persatuan dan nilai-nilai kebangsaan ,” tutur Faisal di Jakarta, Senin (2/11/2020).
Faisal menuturkan, itulah yang seharusnya dilakukan oleh para tokoh bangsa, tokoh masyarakat maupun oleh para pemuda-pemudi itu sendiri saat ini. Oleh karena itu, kesadaran kebangsaan tidak boleh hilang dalam jati diri para pemimpin bangsa dan pemuda itu sendiri. Karena menurutnya tumbuhnya kesadaran kebangsaan itu bukanlah suatu hadiah.
“Kesadaran kebangsaan ini merupakan suatu aktualisasi diri. Jadi kesadaran berbangsa ini memang harus tumbuh dan berkembang di dalam rumah tangga seorang pemuda itu. Mulai dari orang tuanya maupun anaknya sendiri yang mana kesadarana kebangsaan itu harus selalu dipelihara,” tuturnya.( )
Oleh sebab itu, kata dia, jika hal tersebut telah berkembang menjadi suatu paham, maka dia akan dapat membentengi dirinya dengan kesadaran kebangsaan itu sendiri.
Dengan demikian, mereka tidak mudah di provokasi dan diadu domba. ”Karena itu saya selalu menyatakan bahwa rumah tangga itu merupakan awal daripada bagaimana kita membina suatu kesadaran untuk ber-nation, berbangsa dan bernegara. Bukan hanya pemuda itu sendiri yang harus menjadi pelaku, tetapi juga ada anak, ada orang tua yang harus menjadi pelaku juga,” ujar Faisal.( )
Dia mengatakan, untuk merefleksi kembali Sumpah Pemuda dalam kehidupan sehari-hari, harus menemukan satu titik yang namanya satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa serta anak-anak muda mempunyai daya tangkal yang baik dalam membentengi dirinya.
Menurut dia, itu bisa diberikan dalam pendidikan dan pengetahuan bela negara dengen membentengi mereka dari bahaya-bahaya dektruktif misalnya radikalisme atau narkoba. Kemudian membangun suatu kultur yang tidak terputus dari tahun 1928 karena adanya paham-paham baru. Harus diarahkan tetap on the track guna membangun bangsa ini untuk menjadi lebih besar.
”Apalagi dengan cita-cita 100 tahun Indonesia merdeka, kita sudah bisa mendapatkan sesuatu yang sangat berharga dan bernilai bagi kita semua. Itu tentunya menjadi cita-cita para pendiri bangsa kita dahulu, sehingga kita bisa menarik benang mana yang masih rapuh dan mana yang sudah kuat,” ungkapnya.
Faisal juga mengatakan era sekarang ini masih saja generasi muda yang mudah terprovokasi. Apabila ini dibiarkan tentunya akan sangat berbahaya bagi persatuan bangsa ini.
Hal tersebut terjadi karena masih minimnya literasi yang dimiliki para anak muda sehingga mereka mudah terprovokasi akibat adanya hoaks dan ujaan kebencian yang disebar melalui media sosial.
”Generasi muda ini tentunya masih banyak yang jiwanya masih labil. Bahkan di masyarakat luas sendiri juga masih rendah literasinya sehingga mudah terprovokasi. Tentunya hal ini kita semua harus bersama-sama memberikan literasi yang positif kepada para generasi muda agar terhindar dari konten-kontenprovokasi tersebut. Karena ini penting bagi generasi muda untuk memperkokoh NKRI,” tuturnya.
Faisal juga menuturkan pentingnya sosialisasi melalui teknologi informasi (TI) karena banyak hoaks maupun ujaran kebencian yang beredar dimana-mana. Salah satunya ajakan orang untuk melakukan radikalisme, atau hoaks yang membawa suatu ideologi agama tertentu.
“Para tokoh tentunya berperan penting dalam menguatkan ideologi bangsa ini. Kita ini harus selalu bersama dalam satu bangsa, satu bahasa. Kita tidak bisa mengatakan bahwa hal itu tidak demokratif, karena dalam masalah ideologi ini kita harus tetap satu, yakni ideologi Pancasila,” tuturnya.
(dam)