Tsunami Setinggi 80 Meter Pernah Menerjang Ambon Tahun 1674
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB ) telah melaksanakan workshop dan kunjungan lapangan untuk pengembangan sistem literasi sejarah kebencanaan di Provinsi Maluku pada Rabu (21/10) dan Kamis (22/10).
Kunjungan lapangan dilakukan oleh tim literasi untuk menggali informasi sejarah kebencanaan di Provinsi Maluku yang dilakukan di 3 tempat yaitu Perpustakaan Rumphius, Perpustakaan Daerah Provinsi Maluku, dan Benteng Amsterdam.
Perpustakaan Rumphius, diambil dari nama seorang ilmuwan, ahli Botani yang selama 50 tahun mengabdikan hidupnya untuk meneliti kekayaan alam Maluku yakni Georg Eberhard Rumphius.
(Baca: Pakar BPPT: Mengacu Katalog Wichman, Potensi Tsunami 20 Meter Tak Lama Lagi)
Dalam perpustakaan ini tersimpan sekitar 10.000 literatur sejarah dari buku ensiklopedia tua, peta Indonesia yang masih dibuat dengan bantuan kompas, buku seri internasional dan juga buku-buku terkait sejarah kejadian bencana di Maluku.
Dalam salah satu karyanya, Rumphius telah mengisahkan bahwa Ambon dan pulau sekitarnya pernah mengalami bencana tsunami terbesar dalam sejarah perjalanan Nusantara yang terjadi pada 17 Februari 1674. Tsunami dengan ketinggian lebih dari 80 meter tersebut meluluh lantahkkan setidaknya 13 desa berdasarkan “Waerachtigh Verhael van der Schierlijke Aerdbevinge” (Kisah Nyata tentang Gempa Bumi yang Dahsyat) oleh Rumphius diantaranya Larike, Nusatelo, Orien, Lima, Seyt, Hila, Hitu Lama, Mamala, Thiel, Seram kecil, Oma Honimoha, Nusa Laut, Paso Baguala yang berada di Pulau Ambon dan Seram.
“Kejadian ini menyebabkan 2.322 orang meninggal dunia. Benteng Amsterdam yang berada di Desa Hila merupakan bukti sejarah dari dahsyatnya bencana tersebut yang menyebabkan bangunannya mengalami kerusakan parah,” dari siaran pers yang diterima Sindo Media, Jumat (23/10/2020).
(Baca: Ancaman Tsunami 20 Meter, BMKG Minta Mitigasi Bencana Terburuk Dipersiapkan)
Direktur Sistem Penanggulangan Bencana Udrekh menyampaikan bahwa literasi kebencanaan adalah pengalaman berharga yang menjadi landasan ilmu pengetahuan dimasa depan. Udrekh menambahkan bahwa arsip perlu dikumpulkan dan disimpan sehingga nantinya menjadi perpustakaan yang dapat digunakan bangsa Indonesia dan dunia.
“Upaya ini harus dikelola dengan baik dan didiseminasikan ke seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan pengetahuan kita bersama di masa depan,” tegasnya.
(Baca: Ini Penyebab Tsunami Dahsyat yang Diprediksi Akan Terjadi di Alaska)
Sementara Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Maluku, John M. Hursepuny mengatakan bahwa bagai 2 sisi mata uang, Maluku selain dikenal memiliki potensi sumber daya alam dan rempah-rempah yang memikat bangsa asing, provinsi ini juga memiliki berbagai ancaman bencana baik geologi msupun hidrometeorologi.
“Ancaman bencana hidrometeorologi sering terjadi, namun dampak bencana yang besar disebabkan oleh bencana geologi,” kata John.
Tercatat beberapa gempa besar dan tsunami pernah terjadi di Maluku ini menyadarkan kita untuk hidup berdampingan dengan risiko bencana yang tinggi.
Kunjungan lapangan dilakukan oleh tim literasi untuk menggali informasi sejarah kebencanaan di Provinsi Maluku yang dilakukan di 3 tempat yaitu Perpustakaan Rumphius, Perpustakaan Daerah Provinsi Maluku, dan Benteng Amsterdam.
Perpustakaan Rumphius, diambil dari nama seorang ilmuwan, ahli Botani yang selama 50 tahun mengabdikan hidupnya untuk meneliti kekayaan alam Maluku yakni Georg Eberhard Rumphius.
(Baca: Pakar BPPT: Mengacu Katalog Wichman, Potensi Tsunami 20 Meter Tak Lama Lagi)
Dalam perpustakaan ini tersimpan sekitar 10.000 literatur sejarah dari buku ensiklopedia tua, peta Indonesia yang masih dibuat dengan bantuan kompas, buku seri internasional dan juga buku-buku terkait sejarah kejadian bencana di Maluku.
Dalam salah satu karyanya, Rumphius telah mengisahkan bahwa Ambon dan pulau sekitarnya pernah mengalami bencana tsunami terbesar dalam sejarah perjalanan Nusantara yang terjadi pada 17 Februari 1674. Tsunami dengan ketinggian lebih dari 80 meter tersebut meluluh lantahkkan setidaknya 13 desa berdasarkan “Waerachtigh Verhael van der Schierlijke Aerdbevinge” (Kisah Nyata tentang Gempa Bumi yang Dahsyat) oleh Rumphius diantaranya Larike, Nusatelo, Orien, Lima, Seyt, Hila, Hitu Lama, Mamala, Thiel, Seram kecil, Oma Honimoha, Nusa Laut, Paso Baguala yang berada di Pulau Ambon dan Seram.
“Kejadian ini menyebabkan 2.322 orang meninggal dunia. Benteng Amsterdam yang berada di Desa Hila merupakan bukti sejarah dari dahsyatnya bencana tersebut yang menyebabkan bangunannya mengalami kerusakan parah,” dari siaran pers yang diterima Sindo Media, Jumat (23/10/2020).
(Baca: Ancaman Tsunami 20 Meter, BMKG Minta Mitigasi Bencana Terburuk Dipersiapkan)
Direktur Sistem Penanggulangan Bencana Udrekh menyampaikan bahwa literasi kebencanaan adalah pengalaman berharga yang menjadi landasan ilmu pengetahuan dimasa depan. Udrekh menambahkan bahwa arsip perlu dikumpulkan dan disimpan sehingga nantinya menjadi perpustakaan yang dapat digunakan bangsa Indonesia dan dunia.
“Upaya ini harus dikelola dengan baik dan didiseminasikan ke seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan pengetahuan kita bersama di masa depan,” tegasnya.
(Baca: Ini Penyebab Tsunami Dahsyat yang Diprediksi Akan Terjadi di Alaska)
Sementara Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Maluku, John M. Hursepuny mengatakan bahwa bagai 2 sisi mata uang, Maluku selain dikenal memiliki potensi sumber daya alam dan rempah-rempah yang memikat bangsa asing, provinsi ini juga memiliki berbagai ancaman bencana baik geologi msupun hidrometeorologi.
“Ancaman bencana hidrometeorologi sering terjadi, namun dampak bencana yang besar disebabkan oleh bencana geologi,” kata John.
Tercatat beberapa gempa besar dan tsunami pernah terjadi di Maluku ini menyadarkan kita untuk hidup berdampingan dengan risiko bencana yang tinggi.
(muh)