IWD Minta Pemerintah Siapkan Data Valid Penerima Vaksin Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 pada Senin, 5 Oktober 2020.
Dalam pasal 2 ayat 4 disebutkan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dilakukan untuk 2020, 2021, dan 2022. Selain itu, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dapat memperpanjang waktunya berdasarkan usulan Menteri Kesehatan, seperti diatur dalam pasal 2 ayat 5. (Baca juga: Update COVID-19: 324.658 Positif, 247.667 Sembuh, 11.667 Meninggal)
Pihak-pihak yang dapat mengadakan vaksin adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), penunjukan langsung badan usaha penyedia, atau kerja sama dengan lembaga/badan internasional seperti yang tercantum dalam pasal 4 ayat 1. Namun dalam pasal 5 ayat 1 dinyatakan BUMN yang mendapat penugasan adalah Bio Farma, dan dapat melibatkan anak perusahaannya yaitu Kima Farma dan Indofarma. Menteri BUMN bertugas memberikan dukungan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan korporasi terhadap penyelenggaraan penugasan kepada BUMN dan mengoordinasikan BUMN lainnya untuk mendukungan penugasan tersebut (pasal 21 ayat 5).
Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Watch for Democracy (IWD) Endang Tirtana mengapresiasi upaya pemerintah melalui Kementerian BUMN menyediakan vaksin Covid-19 hingga persiapan langkah-langkah untuk distribusi dan pelaksanaan vaksinasi. (Baca juga: Tambah 4.094, Berikut Sebaran Penambahan Kasus COVID-19 di 34 Provinsi)
Sejauh ini Indonesia telah mengupayakan kerja sama multilateral untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Adapun kandidat vaksin tersebut antara lain Sinovac yang merupakan kerja sama Biofarma dengan China dan Sinopharma kerjasama Kima Farma dengan G42 Uni Emirat Arab (UEA). ”Untuk vaksin Sinovac, pemerintah menargetkan kepada 102.451.500 yang diprioritaskan untuk Pulau Jawa. Sedangkan vaksin Sinopharm ditargetkan kepada 27 juta sasaran prioritas yang ada di Luar Jawa,” katanya. (Baca juga: Bertambah 3.607 Orang, Total 247.667 Pasien Sembuh dari Covid-19)
Mengingat target vaksinasi mencapai 160 juta jiwa, kata dia, sisa kelompok sasaran yang ada diupayakan sumber lain khususnya dari dua lembaga internasional. Keduanya adalah The Global Alliance for Vaccines and Immunizations (GAVI) dan The Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI). Sasaran vaksinasi mencakup 80% penduduk, dengan kelompok prioritas adalah garda terdepan dari kalangan medis dan pelayanan publik sekitar 3.497.737 orang. “Tokoh agama dan masyarakat, perangkat kecamatan, desa, RT/RW, dan sebagian pelaku ekonomi sebanyak 5.624.010 orang, dan seluruh tenaga pendidik dari tingkat PAUD/TK hingga perguruan tinggi sekitar 4.361.197 orang,” katanya.
Berikutnya, aparatur pemerintah pusat, daerah, dan legislatif sebanyak 2.305.689 dan peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran sekitar 86.622.867 orang. Kemudian masyarakat dan pelaku ekonomi lainnya sebanyak 57.548.500 orang. “Rencananya vaksinasi akan dimulai pada awal 2021, karena itu penting untuk mempersiapkan data-data yang valid terkait daftar prioritas penerima vaksin,” kata Endang. Mengingat persoalan akut yang sering terjadi adalah soal validasi data, lanjut Endang.
Untuk itu, Endang menambahkan, perlu ada sinergitas antar-kementerian teknis, pemerintah daerah, rumah sakit, dan lain-lain dalam mempersiapkan data dan distribusi vaksin. Selain itu perlu ada sosialisasi dengan menggandeng organisasi masyarakat (ormas) dan kelompok masyarakat tentang pentingnya vaksinasi.
Perlu dilakukan koordinasi dan membuat regulasi yang jelas terkait perusahaan-perusahaan yang bertanggung jawab terhadap karyawan, serta terhadap orang-orang yang mampu membeli vaksin sendiri. “Ini adalah bagian dari solidaritas menghadapi pandemi. Perlu pula adanya pengawasan terhadap distribusi vaksin dan antisipasi terjadinya penyalahgunaan peruntukan vaksin oleh oknum-oknum tertentu,” kata Endang.
Dalam pasal 2 ayat 4 disebutkan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dilakukan untuk 2020, 2021, dan 2022. Selain itu, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dapat memperpanjang waktunya berdasarkan usulan Menteri Kesehatan, seperti diatur dalam pasal 2 ayat 5. (Baca juga: Update COVID-19: 324.658 Positif, 247.667 Sembuh, 11.667 Meninggal)
Pihak-pihak yang dapat mengadakan vaksin adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), penunjukan langsung badan usaha penyedia, atau kerja sama dengan lembaga/badan internasional seperti yang tercantum dalam pasal 4 ayat 1. Namun dalam pasal 5 ayat 1 dinyatakan BUMN yang mendapat penugasan adalah Bio Farma, dan dapat melibatkan anak perusahaannya yaitu Kima Farma dan Indofarma. Menteri BUMN bertugas memberikan dukungan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan korporasi terhadap penyelenggaraan penugasan kepada BUMN dan mengoordinasikan BUMN lainnya untuk mendukungan penugasan tersebut (pasal 21 ayat 5).
Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia Watch for Democracy (IWD) Endang Tirtana mengapresiasi upaya pemerintah melalui Kementerian BUMN menyediakan vaksin Covid-19 hingga persiapan langkah-langkah untuk distribusi dan pelaksanaan vaksinasi. (Baca juga: Tambah 4.094, Berikut Sebaran Penambahan Kasus COVID-19 di 34 Provinsi)
Sejauh ini Indonesia telah mengupayakan kerja sama multilateral untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Adapun kandidat vaksin tersebut antara lain Sinovac yang merupakan kerja sama Biofarma dengan China dan Sinopharma kerjasama Kima Farma dengan G42 Uni Emirat Arab (UEA). ”Untuk vaksin Sinovac, pemerintah menargetkan kepada 102.451.500 yang diprioritaskan untuk Pulau Jawa. Sedangkan vaksin Sinopharm ditargetkan kepada 27 juta sasaran prioritas yang ada di Luar Jawa,” katanya. (Baca juga: Bertambah 3.607 Orang, Total 247.667 Pasien Sembuh dari Covid-19)
Mengingat target vaksinasi mencapai 160 juta jiwa, kata dia, sisa kelompok sasaran yang ada diupayakan sumber lain khususnya dari dua lembaga internasional. Keduanya adalah The Global Alliance for Vaccines and Immunizations (GAVI) dan The Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI). Sasaran vaksinasi mencakup 80% penduduk, dengan kelompok prioritas adalah garda terdepan dari kalangan medis dan pelayanan publik sekitar 3.497.737 orang. “Tokoh agama dan masyarakat, perangkat kecamatan, desa, RT/RW, dan sebagian pelaku ekonomi sebanyak 5.624.010 orang, dan seluruh tenaga pendidik dari tingkat PAUD/TK hingga perguruan tinggi sekitar 4.361.197 orang,” katanya.
Berikutnya, aparatur pemerintah pusat, daerah, dan legislatif sebanyak 2.305.689 dan peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran sekitar 86.622.867 orang. Kemudian masyarakat dan pelaku ekonomi lainnya sebanyak 57.548.500 orang. “Rencananya vaksinasi akan dimulai pada awal 2021, karena itu penting untuk mempersiapkan data-data yang valid terkait daftar prioritas penerima vaksin,” kata Endang. Mengingat persoalan akut yang sering terjadi adalah soal validasi data, lanjut Endang.
Untuk itu, Endang menambahkan, perlu ada sinergitas antar-kementerian teknis, pemerintah daerah, rumah sakit, dan lain-lain dalam mempersiapkan data dan distribusi vaksin. Selain itu perlu ada sosialisasi dengan menggandeng organisasi masyarakat (ormas) dan kelompok masyarakat tentang pentingnya vaksinasi.
Perlu dilakukan koordinasi dan membuat regulasi yang jelas terkait perusahaan-perusahaan yang bertanggung jawab terhadap karyawan, serta terhadap orang-orang yang mampu membeli vaksin sendiri. “Ini adalah bagian dari solidaritas menghadapi pandemi. Perlu pula adanya pengawasan terhadap distribusi vaksin dan antisipasi terjadinya penyalahgunaan peruntukan vaksin oleh oknum-oknum tertentu,” kata Endang.
(cip)