Tolak RUU Cipta Kerja, Partai Demokrat: Banyak yang Harus Dibahas Kembali
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat menolak Rancangan Undang–Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja atau RUU Ciptaker . Penolakan ini disampaikan Fraksi Partai Demokrat yang diwakili Hinca Pandjaitan dalam Rapat Kerja (Raker) Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah, Sabtu (3/10) malam.
"Partai Demokrat menilai banyak hal yang harus dibahas kembali secara lebih mendalam dan komprehensif. Fraksi Partai Demokrat menyampaikan lima hal yang perlu mendapatkan perhatian," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan dalam rilisnya, Minggu (4/10/2020).
Ossy menguraikan, pertama, RUU Ciptaker tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi ini. Di masa awal pandemi, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran Covid-19 , serta memulihkan ekonomi rakyat.
( ).
Kedua, Ossy melanjutkan, RUU Ciptaker ini membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus (omnibus law). Karena besarnya implikasi dari perubahan tersebut, maka perlu dicermati satu per satu, hati-hati, dan lebih mendalam, terutama terkait hal-hal fundamental, yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Apalagi masyarakat sedang sangat membutuhkan keberpihakan dari negara dan pemerintah dalam menghadapi situasi pandemi dewasa ini.
"Tidak bijak jika kita memaksakan proses perumusan aturan perundang-undangan yang sedemikian kompleks ini secara terburu-buru," ujarnya.
( ).
Ketiga, kata Ossy, harapannya RUU ini bisa mendorong investasi dan menggerakkan perekonomian nasional. Namun di sisi lain, hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh diabaikan apalagi dipinggirkan. Tetapi, RUU ini justru berpotensi meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja di Tanah Air.
"Sejumlah pemangkasan aturan perizinan, penanaman modal, ketenagakerjaan dan lain-lain, yang diatasnamakan sebagai bentuk reformasi birokrasi dan peningkatan efektivitas tata kelola pemerintahan, justru berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan (growth with equity)," beber Ossy.
Keempat, sambung dia, Demokrat memandang RUU Ciptaker telah mencerminkan bergesernya semangat Pancasila utamanya sila keadilan sosial (social justice) ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neo-liberalistik.
"Partai Demokrat menilai banyak hal yang harus dibahas kembali secara lebih mendalam dan komprehensif. Fraksi Partai Demokrat menyampaikan lima hal yang perlu mendapatkan perhatian," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Ossy Dermawan dalam rilisnya, Minggu (4/10/2020).
Ossy menguraikan, pertama, RUU Ciptaker tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi ini. Di masa awal pandemi, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran Covid-19 , serta memulihkan ekonomi rakyat.
( ).
Kedua, Ossy melanjutkan, RUU Ciptaker ini membahas secara luas beberapa perubahan UU sekaligus (omnibus law). Karena besarnya implikasi dari perubahan tersebut, maka perlu dicermati satu per satu, hati-hati, dan lebih mendalam, terutama terkait hal-hal fundamental, yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Apalagi masyarakat sedang sangat membutuhkan keberpihakan dari negara dan pemerintah dalam menghadapi situasi pandemi dewasa ini.
"Tidak bijak jika kita memaksakan proses perumusan aturan perundang-undangan yang sedemikian kompleks ini secara terburu-buru," ujarnya.
( ).
Ketiga, kata Ossy, harapannya RUU ini bisa mendorong investasi dan menggerakkan perekonomian nasional. Namun di sisi lain, hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh diabaikan apalagi dipinggirkan. Tetapi, RUU ini justru berpotensi meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja di Tanah Air.
"Sejumlah pemangkasan aturan perizinan, penanaman modal, ketenagakerjaan dan lain-lain, yang diatasnamakan sebagai bentuk reformasi birokrasi dan peningkatan efektivitas tata kelola pemerintahan, justru berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan (growth with equity)," beber Ossy.
Keempat, sambung dia, Demokrat memandang RUU Ciptaker telah mencerminkan bergesernya semangat Pancasila utamanya sila keadilan sosial (social justice) ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan terlalu neo-liberalistik.