Tuai Polemik, Pemerintah Diminta Benahi Data Kematian COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik data kematian COVID-19 di Indonesia masih berlanjut. Selisih laporan yang masih tinggi antara Kementerian Kesehatan ( Kemenkes ) dan Lapor COVID-19 menjadi salah satu penyebabnya. Lapor COVID-19 merupakan sebuah wadah laporan warga (citizen reporting) yang digunakan sebagai tempat berbagi informasi mengenai angka kejadian terkait COVID-19 yang selama ini luput dari jangkauan pemerintah.
Peneliti bidang Sosial The Indonesian Institute (TII), Vunny Wijaya menilai,membicarakan data kematian mungkin tampak terlalu teknis bagi sebagian masyarakat. Tetapi bagi para pengambil kebijakan di sektor kesehatan, data menjadi kunci penting penanganan suatu pandemi. (Baca juga: Penjelasan Satgas Soal Angka Kematian Corona Simpang Siur)
“Data kematian juga menjadi landasan penting untuk menentukan upaya prioritas dalam penanganan COVID-19. Oleh karena itulah, adanya perbedaan data kematian patut untuk dikaji lebih jauh,” ujar Vunny dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (28/9/2020).
Menurut data Kemenkes hingga 6 September, total kematian di Indonesia mencapai 8.025 orang. Sementara, menurut Lapor COVID-19, kasus kematian telah mencapai 18.260 orang.
Selain itu, Rumah Sakit (RS) Online yang merupakan bagian dari pelaporan Sistem Informasi RS (SIRS) mencatat bahwa per 16 September, angka kematian akibat COVID-19 mencapai 22.923 orang atau 152% dari data Kemenkes. Sementara, data Kemenkes menunjukkan angka sebanyak 9.100 orang yang kini telah mencapai lebih dari 10 ribu kematian.
Lapor COVID-19 menyatakan bahwa data kematian yang dilaporkan pemerintah masih belum mengacu pada pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyertakan seluruh data terduga dan pasien terkonfirmasi.
Idealnya, lanjut Vunny, jika data kematian yang dimiliki semakin terklasifikasi tentu akan dapat memberikan suatu gambaran informasi publik yang lebih komprehensif. Sebagaimana disinggung sebelumnya, data kematian juga menjadi landasan penting pengambilan kebijakan kesehatan. (Baca juga: Total Korban Meninggal Akibat Covid-19 Capai 10.386 Orang)
“Data yang diklasifikasikan dengan baik memungkinkan semakin banyaknya penelitian terkait COVID-19, yang diharapkan menghasilkan berbagai upaya penanganan kasus yang lebih baik. Tidak hanya untuk saat ini, tetapi sebagai langkah antisipasi ke depan,” jelasnya.
Mulai 13 Juli 2020, Kemenkes secara resmi mengganti istilah ODP, PDP, Orang Tanpa Gejala (OTG) menjadi kasus suspect, kasus probable, kontak erat. Namun, seyogyanya, pergantian istilah tersebut juga diiringi dengan keseriusan Satgas COVID-19 dalam upaya mengklasifikasikan pasien meninggal sesuai pedoman WHO.
Jika banyaknya spesimen yang perlu diperiksa di laboratorium menjadi alasan tidak diperiksanya status pasien terduga, maka percepatan penambahan laboratorium dan tenaga yang bertugas harus terus dilakukan. Mungkin tampak terlambat, tetapi tidak ada salahnya mengejar ketertinggalan sebagai bukti keseriusan Satgas COVID-19 untuk menyajikan data yang lebih spesifik di era keterbukaan informasi publik.
“Data yang lebih komprehensif dan transparan akan mengurangi kegelisahan publik melihat perbedaan data kematian yang signifikan tersebut. Di saat seperti ini, kejujuran fasilitas kesehatan (faskes) juga menjadi kunci utama dalam menyampaikan data pasien meninggal secara akurat. Hal ini juga perlu diiringi upaya pencatatan kematian yang akurat oleh Satgas COVID-19 di level pemerintah terkecil, yaitu RT/RW,” papar dia.
“Goodwill ini perlu didukung dengan adanya pembuatan pedoman lebih lanjut oleh Kemenkes sehingga pelaporan kematian juga lebih terklasifikasi dalam rangka surveilans dengan diiringi publikasi data berdasarkan kasus suspect, kasus probable, kontak erat dan kasus konfirmasi,” sambungnya.
Vunny memahami bahwa melakukan klasifikasi data membutuhkan upaya yang cukup panjang. Komitmen, sinergi, dan keterbukaan, khususnya antara Satgas COVID-19 yang terdiri dari aktor-aktor strategis pemerintah pusat dan faskes menjadi kunci penting. (Baca juga: 19 Hari Dirawat, Perawat Puskemas Meninggal akibat Positif COVID-19)
Ia berharap Kemenkes selalu mengadopsi dan mengadaptasi berbagai kebijakan termasuk arahan dalam agenda besar menekan kematian akibat COVID-19 sesuai panduan WHO. Dengan demikian, rangkaian upaya yang dilakukan Satgas COVID-19 diharapkan dapat membuahkan hasil yang signifikan dan hak publik untuk mendapat informasi yang akurat dan transparan dapat terjamin.
Peneliti bidang Sosial The Indonesian Institute (TII), Vunny Wijaya menilai,membicarakan data kematian mungkin tampak terlalu teknis bagi sebagian masyarakat. Tetapi bagi para pengambil kebijakan di sektor kesehatan, data menjadi kunci penting penanganan suatu pandemi. (Baca juga: Penjelasan Satgas Soal Angka Kematian Corona Simpang Siur)
“Data kematian juga menjadi landasan penting untuk menentukan upaya prioritas dalam penanganan COVID-19. Oleh karena itulah, adanya perbedaan data kematian patut untuk dikaji lebih jauh,” ujar Vunny dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (28/9/2020).
Menurut data Kemenkes hingga 6 September, total kematian di Indonesia mencapai 8.025 orang. Sementara, menurut Lapor COVID-19, kasus kematian telah mencapai 18.260 orang.
Selain itu, Rumah Sakit (RS) Online yang merupakan bagian dari pelaporan Sistem Informasi RS (SIRS) mencatat bahwa per 16 September, angka kematian akibat COVID-19 mencapai 22.923 orang atau 152% dari data Kemenkes. Sementara, data Kemenkes menunjukkan angka sebanyak 9.100 orang yang kini telah mencapai lebih dari 10 ribu kematian.
Lapor COVID-19 menyatakan bahwa data kematian yang dilaporkan pemerintah masih belum mengacu pada pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyertakan seluruh data terduga dan pasien terkonfirmasi.
Idealnya, lanjut Vunny, jika data kematian yang dimiliki semakin terklasifikasi tentu akan dapat memberikan suatu gambaran informasi publik yang lebih komprehensif. Sebagaimana disinggung sebelumnya, data kematian juga menjadi landasan penting pengambilan kebijakan kesehatan. (Baca juga: Total Korban Meninggal Akibat Covid-19 Capai 10.386 Orang)
“Data yang diklasifikasikan dengan baik memungkinkan semakin banyaknya penelitian terkait COVID-19, yang diharapkan menghasilkan berbagai upaya penanganan kasus yang lebih baik. Tidak hanya untuk saat ini, tetapi sebagai langkah antisipasi ke depan,” jelasnya.
Mulai 13 Juli 2020, Kemenkes secara resmi mengganti istilah ODP, PDP, Orang Tanpa Gejala (OTG) menjadi kasus suspect, kasus probable, kontak erat. Namun, seyogyanya, pergantian istilah tersebut juga diiringi dengan keseriusan Satgas COVID-19 dalam upaya mengklasifikasikan pasien meninggal sesuai pedoman WHO.
Jika banyaknya spesimen yang perlu diperiksa di laboratorium menjadi alasan tidak diperiksanya status pasien terduga, maka percepatan penambahan laboratorium dan tenaga yang bertugas harus terus dilakukan. Mungkin tampak terlambat, tetapi tidak ada salahnya mengejar ketertinggalan sebagai bukti keseriusan Satgas COVID-19 untuk menyajikan data yang lebih spesifik di era keterbukaan informasi publik.
“Data yang lebih komprehensif dan transparan akan mengurangi kegelisahan publik melihat perbedaan data kematian yang signifikan tersebut. Di saat seperti ini, kejujuran fasilitas kesehatan (faskes) juga menjadi kunci utama dalam menyampaikan data pasien meninggal secara akurat. Hal ini juga perlu diiringi upaya pencatatan kematian yang akurat oleh Satgas COVID-19 di level pemerintah terkecil, yaitu RT/RW,” papar dia.
“Goodwill ini perlu didukung dengan adanya pembuatan pedoman lebih lanjut oleh Kemenkes sehingga pelaporan kematian juga lebih terklasifikasi dalam rangka surveilans dengan diiringi publikasi data berdasarkan kasus suspect, kasus probable, kontak erat dan kasus konfirmasi,” sambungnya.
Vunny memahami bahwa melakukan klasifikasi data membutuhkan upaya yang cukup panjang. Komitmen, sinergi, dan keterbukaan, khususnya antara Satgas COVID-19 yang terdiri dari aktor-aktor strategis pemerintah pusat dan faskes menjadi kunci penting. (Baca juga: 19 Hari Dirawat, Perawat Puskemas Meninggal akibat Positif COVID-19)
Ia berharap Kemenkes selalu mengadopsi dan mengadaptasi berbagai kebijakan termasuk arahan dalam agenda besar menekan kematian akibat COVID-19 sesuai panduan WHO. Dengan demikian, rangkaian upaya yang dilakukan Satgas COVID-19 diharapkan dapat membuahkan hasil yang signifikan dan hak publik untuk mendapat informasi yang akurat dan transparan dapat terjamin.
(kri)