Mengandalkan (Kembali) Pariwisata

Senin, 28 September 2020 - 07:38 WIB
loading...
Mengandalkan (Kembali) Pariwisata
Pariwisata Tanah Air kehilangan 80% lebih wisman dalam setahun terakhir. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
ENAM bulan berlalu sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan di Tanah Air, sektor pariwisata perlahan mulai bergeliat. Hal ini setidaknya terlihat di sejumlah lokasi wisata sejumlah daerah yang sudah kembali beroperasi.

Meski masih dibatasi, kondisi ini cukup memberikan harapan. Maklum, pariwisata merupakan salah satu sektor yang dampaknya langsung bisa dirasakan masyarakat. Dengan berwisata, minimal dapat membangkitkan ekonomi lokal penduduk setempat.

Meski demikian, prospek wisata ke depan dipastikan tidak secerah seperti sebelum pandemi korona. Kekhawatiran masyarakat akibat belum terkendalinya penyebaran Covid-19 menjadi alasannya. Ini tentu saja harus menjadi perhatian pemangku kepentingan di sektor pariwisata, mulai pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga para pelaku usaha.

Bukti belum meredanya penyebaran Covid-19, terlihat dari data yang disampaikan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 kemarin. Per 27 September, tercatat ada penambahan kasus positif sebanyak 3.874 orang, sehingga total akumulasi yang terpapar Covid mencapai 275.213 orang. Pada saat yang sama, terjadi penambahan 78 orang meninggal dunia dan 3.611 orang dinyatakan sembuh. Hingga saat ini, jumlah kematian total mencapai 10.386 orang dan jumlah pasien sembuh 203.014 orang.

Dalam beberapa kesempatan, pemerintah menegaskan bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu tulang punggung ekonomi masyarakat. Sebagai langkah awal, untuk tetap menghidupkan sektor ini, industri pariwisata akan mengandalkan wisatawan domestik. Ini karena tingkal kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) diperkirakan masih jauh dari normal.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, sejak Februari lalu angka kunjungan wisman terus menurun. Pada bulan kedua 2020, tingkat kunjungan wisman hanya 864.000 orang. Penurunan itu terus berlanjut pada Maret 2020 di mana hanya ada 471.000 kunjungan wisman, lalu April 158.700 orang, Mei 163.600 orang, Juni 158.300 orang, dan Juli 159.800 orang.

Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, kunjungan wisman pada April-Juli yang di berada di angka 160.000-an, jelas jauh di bawah tahun sebelumnya yang di kisaran 1,3-1,5 juta kunjungan. Dengan kata lain, pariwisata Tanah Air kehilangan 80% lebih wisman dalam setahun terakhir.

Fakta ini tentu saja bukan kabar baik. Apalagi, pariwisata adalah sektor andalan dalam mendatangkan devisa. Tahun lalu devisa sektor pariwisata dari kunjungan 16 juta turis, bisa menarik pemasukan hingga USD19 miliar lebih. Namun dengan dampak pandemi Covid-19 yang masih terasa, tahun ini sepertinya devisa sektor pariwisata bakal jauh menurun.

Melihat data di atas, tentu saja harapan terbesar kini ada pada wisatawan domestik. Namun, dengan kondisi Covid-19 yang masih belum juga mereda penularannya, tentu saja perlu strategi khusus agar lokasi wisata tidak menjadi klaster baru. Untuk itu, penerapan protokol kesehatan menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi. Ini penting karena kita tentu tidak ingin pariwisata yang digadang-gadangkan menjadi penggerak ekonomi justru termakan euforia dan melupakan cleanliness, health, safety, environment (CHSE) yang ke depan akan menjadi prioritas sektor pariwisata. Dengan menjalankan keempat unsur di atas, tentu saja kita berharap masyarakat yang menggantungkan kehidupannya di sektor ini bisa terus bangkit.

Untuk mendukung sektor pariwisata, Kemenperin Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bahkan telah menyiapkan anggaran Rp3,8 triliun untuk berbagai program, termasuk sertifikasi CHSE. Dana tersebut juga akan dialokasikan untuk hibah pariwisata, stimulus reaktivasi pariwisata, serta memfasilitas isolasi mandiri pasien Covid di hotel.

Kemenparekraf berharap, dengan sejumlah strategi tersebut, sektor pariwisata dapat kembali produktif. CHSE juga diharapkan dapat mendukung perubahan tren industri wisata yang diperkirakan bakal bergeser ke arah wisata alternatif yang menghindari banyak kerumunan. Misalnya dengan melakukan solo travel, virtual tourism atau staycation.

Upaya-upaya tersebut tentu saja harus diapresiasi. Namun masalahnya, dengan daya beli masyarakat yang turun drastis akibat banyaknya sektor ekonomi yang terganggu, tentu tidak mudah mengajak masyarakat untuk berwisata. Alih-alih untuk pelesir, banyak di antara kita yang memilih menabung dan berhemat untuk mengantisipasi risiko terburuk dari dampak Covid-19 yang bernama resesi.
(ras)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1050 seconds (0.1#10.140)