Romo Benny: Penguatan Ideologi Tangkal Radikalisme

Kamis, 10 September 2020 - 18:31 WIB
loading...
Romo Benny: Penguatan...
Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA) menggelar webinar bertema Gerakan Radikal dan Krisis Identitas di Tengah Masyarakat Indonesia, Kamis (10/9/2020).
A A A
JAKARTA - Kerapatan Indonesia Tanah Air (KITA) menggelar webinar bertema 'Gerakan Radikal dan Krisis Identitas di Tengah Masyarakat Indonesia', Kamis (10/9/2020).

Webinar dengan peserta lebih dari 100 orang ini, dihadiri oleh Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi (BPIP) Antonius Benny Susetyo. Dalam pemaparannya dijelaskan bahwa bersikap radikal dalam menghayati agama tidaklah salah, yang salah adalah memanipulasi agama untuk kepentingan politik.

"Menjadi orang radikal dalam menghayati agama tidak salah. Yang menjadi persoalan adalah memanipulasi agama untuk merubut kekuasaan politik dengan kekerasan dan memaksa orang lain," tegas Benny.

Selian itu, Benny menjelaskan bahwa penguatan ideologi sangatlah penting dan menjadi praksis bagi masyarakat. "Pancasila menjadi rasa kemanusiaan dan rasa kerakyatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," tambah Benny.

Radikalisme lebih kepada kultur kematian artinya, karena membiarkan sesuatu yang tak masuk akal menjadi masuk akal. Menurut Benny, radikalisme yang terjadi adalah kultur dari kematian yang membajak keyakinan suci guna melegalkan ideologi kematian.

"Radikalisme yang terjadi adalah kultur kematian, karena ideologi kematian yang merusak keadaban kemanusian dan menghancurkan wajah Tuhan," kata Romo Benny.

Dalam hal ini Benny menambahkan bahwa pemerintah dan masyarakat harus mampu mengambil ruang publik agar konten positif lebih dominan dikonsumsi oleh masyarakat.

Koordinator KITA, Maman Imanul Haq mengatakan bahwa pelaku radikalisme biasanya tidak mendapatkan pemahaman secara utuh, hanya berpatokan kepada satu atau dua ayat atau hadits. "Orang-orang radikalisme hanya punya satu atau dua ayat atau dalil tanpa mau menerima dalil lain," jelasnya.

Solusinya Maman menjelaskan harus membuat media literasi baik pesantren maupun gereja. Selain itu, ciri lain dari para pelaku radikalisme adalah anti-dialog dan playing victim.

"Mereka juga anti dialog. Melahirkan kelompok licik, playing victim. Akan tetapi semua yang dikatakan tidak benar," jelas Maman.

Oleh karena itu, Maman menambahkan perlunya diajak lebih banyak dialog dalam membentuk kesepakatan bersama. Sosialisasi Pancasila juga tidak boleh secara doktrinisasi.

Guru Besar UIN, Syahrin Harahap menjelaskan hal senada bahwa radikalisme dalam pengertian yang sejati dimiliki oleh semua agama dan ideologi. "Jati diri digali hal yang paling radikal di indonesia semua agama mengandung nilai universal yang diakui dan dijunjung tinggi oleh seluruh umat manusia. Cara pemahaman kita tehadap Pancasila harus juga dirujuk pada nilai universal," jelas Syahrin.

Ketua Umum Permabudhi Philip K Wijaya menjelaskan hal lain bahwa pemerintah harus mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara harus memiliki corak, yang mempunyai tugas sosialisasi Pancasila adalah pemerintah.

"Politik ekonomi sosial dan budaya yang tidak sehat sehingga ketika ada yang menawarkan paham baru akan mudah diterima oleh masyarakat," jelasnya.

Bambang Jonan dari Gereja Bethel Indonesia menjelaskan bahwa semua agama adalah untuk memberikan kabar baik. Sehingga seharusnya orang yang menganut agama dengan taat kebaikan akan selalu tercermin dalam setiap orang.
(ars)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0982 seconds (0.1#10.140)