Lokomotif Ekonomi saat Pandemi

Senin, 07 September 2020 - 07:05 WIB
loading...
Lokomotif Ekonomi saat Pandemi
Prima Gandhi
A A A
Prima Gandhi
Pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi Manajemen, IPB University

LAGI-LAGI sektor pertanian berkontribusi positif terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Minggu lalu, tanggal 5 Agustus 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa kontribusi sektor pertanian naik menjadi 15,46% pada kuartal II/2020 dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 13,57%.

Pada kuartal II ini kontribusi sektor pertanian juga mengalami peningkatan 2,8% dibandingkan dengan kuartal I sebesar 12,84%. Dari lima sektor penyangga utama PDB, sektor pertanian menjadi satu-satunya sektor yang tumbuh positif sebesar 2,19% sepanjang masa kenormalan baru. Fakta ini mengungkapkan bahwa sektor pertanian menjadi lokomotif ekonomi saat pandemi Covid-19 dan teori hierarki kebutuhan Maslow tetap berlaku di era internet of thing .

Pada tahun 1943, Maslow mengatakan kebutuhan paling dasar pada setiap manusia adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis merupakan segala sesuatu yang secara fisik dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup. Kebutuhan ini kita kenal sebagai kebutuhan pangan, sandang, dan papan.

Jika berpijak pada data kontribusi PDB kuartal I dan II tahun 2020 serta teori Maslow, sudah tepat kebijakan pemerintah menjadikan sektor pertanian sebagai prioritas utama negara dalam pemulihan ekonomi pada tahun depan. Komitmen pemerintah terhadap sektor pertanian dalam menjaga ketahanan pangan dibuktikan dengan pemberian tambahan anggaran kepada Kementerian Pertanian (Kementan). Hemat penulis, anggaran ini wajib digunakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani. Upaya meningkatkan produktivitas saat masa kenormalan baru meliputi penemuan bibit unggul, penambahan infrastruktur irigasi, serta penyediaan peralatan dan teknologi pertanian modern.

Selain itu, momentum pertumbuhan positif sektor pertanian saat pandemi Covid-19 bisa dijadikan dasar untuk menggelorakan kewirausahaan pertanian di seluruh Indonesia. Bertani harus menjadi profesi bergengsi, modern, dan menguntungkan. Saat ini salah satu tantangan berat yang dihadapi sektor pertanian Indonesia adalah regenerasi petani. Lima tahun lalu, IPB pernah melakukan studi tentang minat anak muda terjun ke sektor pertanian. Studi ini menyimpulkan hanya 54% anak petani komoditas tanaman pangan yang mau meneruskan pekerjaan orang tuanya, sisanya 46% menolak melanjutkan profesi itu. Jadi, sangatlah logis bila BPS menyatakan bahwa 60,8% petani Indonesia saat ini berada dalam usia di atas 45 tahun.

Secara kuantitatif data pekerja sektor pertanian pada Februari 2020 menurut BPS berjumlah 35 juta orang. Angka ini menurun sebesar 1,17% dibandingkan dengan bulan Februari 2019 sebesar 35,42 juta orang. Data BPS juga menyebutkan pekerja di sektor pertanian rata-rata memperoleh upah Rp2,07 juta per bulan. Sementara rata-rata upah pekerja nasional pada Februari 2020 senilai Rp2,92 juta. Ini berarti upah per bulan pekerja di sektor pertanian jauh di bawah rata-rata upah per bulan pekerja nasional.

Kondisi ini disinyalir menjadi alasan utama mandeknya regenerasi petani. Akibat rendahnya upah, bertani dianggap tidak bergengsi bagi kaum milenial. Bekerja di sektor pertanian tidak bisa menjadi jalan untuk meningkatkan kesejahteraan para milenial. Upaya menarik minat generasi muda terhadap pertanian akan efektif dilakukan dengan memasukkan aktivitas pertanian di sekolah dalam konsep kurikulum merdeka belajar. Pengenalan aktivitas pertanian di sekolah dasar dan menengah bisa menjadi implementasi serta aplikasi paket kebijakan merdeka belajar. Aktivitas pertanian yang penulis maksud adalah menanam sayur-mayur.

Aktivitas ini memiliki beberapa keunggulan di antaranya media pembelajaran bisa disesuaikan kondisi sekolah, suasana pembelajaran partisipatif lebih mengedepankan berbagi informasi pengalaman antarpeserta pembelajaran. Tempat atau lingkungan belajar bisa dilakukan di sekolah maupun di rumah sehingga konsep ini bisa dilakukan saat pandemi Covid-19.

Selain beberapa keunggulan di atas, aktivitas menanam sayur memiliki nilai bahagia, inovatif, kritis, kolaboratif, komunikatif, dan kreatif bagi stakeholder pendidikan yang dapat tercapai. Guru, peserta didik, dan orang tua akan bahagia terutama ketika menghadapi proses memanen sayur yang ditanamnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1017 seconds (0.1#10.140)