Soal Pemulangan Anggota ISIS Eks WNI, Nuning: Pemerintah Harus Tegas

Jum'at, 07 Februari 2020 - 10:20 WIB
Soal Pemulangan Anggota ISIS Eks WNI, Nuning: Pemerintah Harus Tegas
Soal Pemulangan Anggota ISIS Eks WNI, Nuning: Pemerintah Harus Tegas
A A A
JAKARTA - Pengembalian Warga Negara Indonesia (WNI) eks Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) ke Tanah Air saat ini menimbulkan perdebatan. Tercatat sebanyak 660 WNI yang diduga terlibat Foreign Terrorist Fighter (FTF) atau terduga teroris lintas batas.

"Seyogyanya kita harus tegas menghadapi orang yang sudah meninggalkan kewarganegaraan dengan menghancurkan paspor RI. Jelas sesuai fakta mereka memang sudah tidak mengakui negara kita sebagai negara yang pro Pancasila," ujar Pengamat Militer dan Intelijen Susaningtyas Kertopati kepada SINDOnews, Jumat (7/2/2020). (Baca juga: Pengamat: Pulangkan WNI Eks ISIS Sama dengan Mengakui Eksistensi Mereka )

Apalagi Indonesia memiliki UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam Pasal 23, dijelaskan bahwa WNI yang mengikrarkan diri untuk setia terhadap negara lain akan kehilangan kewarganegaraannya.

"Tetapi, kita harus hati-hati karena di sisi lain Pemerintah Syria menganggap ISIS sebagai kombatan termasuk (eks) WNI dan akan dituntut. Hal ini dapat menimbulkan isu tentang perlindungan eks WNI sebagai isu kemanusiaan," jelasnya.

Dalam hal ini Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT) serta Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait memiliki PR besar termasuk harus memiliki konsep yang tepat dalam atasi ini. Bisa saja ada isu menguat terkait humanitarian karena adanya eks WNI itu yang membawa anak usia 0-10 tahun yang mendorong pemulangan mereka ke Tanah Air.

"Dalam hal ini kita juga patut mengakomodasi hukum-hukum internasional yang juga berlaku, agar kitapun tetap memiliki hubungan diplomasi yang seimbang dan secara resiprokal menguntungkan dengan negara lain yang berurusan dengan eks WNI yang terlibat ISIS ini," terangnya.

Perempuan yang akrab disapa Nuning ini melanjutkan bila opsi pemulangan yang dipilih pemerintah nantinya, tidak bisa begitu saja membiarkan mereka kembali ke masyarakat umum. Harus ada proses screening lengkap dengan uji kebohongan. Termasuk pendampingan dari psikolog, tokoh masyarakat (Tomas) dan tokoh agama (Toga) yang pro NKRI.

"Merekapun harus terus diawasi gerak geriknya jangan kita justru biarkan agen ISIS berkeliaran bebas di tengah masyarakat," katanya.

Sebetulnya dengan terbentuknya Koopssus TNI, maka upaya pemerintah memberantas teroris akan semakin fokus dan tuntas. Interoperabilitas Koopssus TNI dan Detasemen Khusus 88 Polri merupakan dambaan mayoritas masyarakat Indonesia. Radikalisme dan ekstremisme di Indonesia memang harus dilawan oleh semua komponen bangsa. (Baca juga: DPR Minta Pemerintah Reideologi 600 WNI Eks ISIS )

"Saat ini terorisme adalah musuh bersama (public enemy) yang memang menjadi target bersama TNI-Polri. Seyogyanya alangkah baiknya bila Koopssus ini juga untuk pemberantasan radikalisme ke dalam institusi TNI-Polri dengan pendekatan sosial budaya (soft approach)," tegasnya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4720 seconds (0.1#10.140)