Skandal Jiwasraya, Aspek Pengawasan Menjadi Sorotan
A
A
A
JAKARTA - Kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara belasan triliun rupiah masih menjadi sorotan berbagai kalangan. Aspek pengawasan terhadap Jiwasraya dipertanyakan.
Kasus Jiwasraya dinilai menjadi bukti ketidakmampuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)dalam mengawasi lembaga keuangan nonbank, dalam hal ini asuransi.
Pengawasan Jiwasraya oleh OJK pun dinilai lemah. "Kalau dibilang terlalu, ini memang berat sekali, memang seharusnya tidak terjadi, banyak sekali faktor dalam masalah ini. Intinya kasus Jiwasraya sekarang ini membuktikan bahwa pengawasan OJK lemah," Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Pieter Abdullah saat dihubungi wartawan, akhir pekan lalu. (Baca juga: Komisi III DPR Dorong Kejagung Tunjukkan 'Taring' di Kasus Jiwasraya)
Adanya kasus Jiwasraya, kata dia, harus diakui kualitas pengaturan pengawasan di OJK itu belum sama antara tiga bidang yaitu perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan non bank.
Karena itu, seharusnya komioner OJK harus bertanggung jawab sekaligus berbenah dan memacu kualitas pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan non bank termasuk asuransi. Jangan sampai kejadian terulang.
"Pembenahan mutlak, agar permasalahan ini tak kembali terulang," ujarnya.
Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menilai OJK pasti tahu mengenai aliran dana investasi Jiwasraya.
Daeng curiga, terdapat unsur pembiaran dari OJK terkait Jiwasraya yang melakukan investasi di saham berisiko, ataupun terkait produk investasinya.
Mengacu pada kasus Jiwasraya, Daeng menilai bahwa bahwa OJK telah gagal dalam menjalankan perannya. Para komisioner OJK harus bertanggungj awab mengapa sampai kasus Jiwasraya terjadi. Bahkan kalau perlu diproses dan diperiksa.
Sementara itu, Kejaksaan Agung membentuk tim khusus pelacakan dan pemulihan aset terkait dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Tim akan bekerja melacak aset dari para tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya baik di dalam maupun luar negeri.
“Tugas pokoknya antara lain mengidentifikasi dan menginvetarisasi berbagai aset terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pada Jiwasraya,” kata Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Hari Setiyono di kantornya, Jumat 24 Januari 2020.
Hari menjelaskan, tim pelacakan aset ini terdiri atas Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri, dan Pusat Pemulihan Aset yang terdiri dari Asisten Umum, Asisten Khusus Jaksa Agung) Tim tersebut bekerja sama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri dana mencurigakan dalam transaksi Jiwasraya.
Hari menyebut tidak menutup kemungkinan hasil pelacakan aset ini akan dikembangkan terhadap tindak pidana pencucian uang.
Tersangka Jiwasraya juga berpotensi bertambah. Kejagung sudah menetapkan 13 nama untuk dicekal ke luar negeri, dan lima di antaranya sudah ditetapkan menjadi tersangka. Tidak menutup kemungkinan, dari delapan nama yang dicekal dan belum ditetapkan menjadi tersangka akan mengalami nasib yang sama dengan lima tersangka yang sudah ditetapkan.
Kejagung telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Dirut PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
Kasus Jiwasraya dinilai menjadi bukti ketidakmampuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)dalam mengawasi lembaga keuangan nonbank, dalam hal ini asuransi.
Pengawasan Jiwasraya oleh OJK pun dinilai lemah. "Kalau dibilang terlalu, ini memang berat sekali, memang seharusnya tidak terjadi, banyak sekali faktor dalam masalah ini. Intinya kasus Jiwasraya sekarang ini membuktikan bahwa pengawasan OJK lemah," Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Pieter Abdullah saat dihubungi wartawan, akhir pekan lalu. (Baca juga: Komisi III DPR Dorong Kejagung Tunjukkan 'Taring' di Kasus Jiwasraya)
Adanya kasus Jiwasraya, kata dia, harus diakui kualitas pengaturan pengawasan di OJK itu belum sama antara tiga bidang yaitu perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan non bank.
Karena itu, seharusnya komioner OJK harus bertanggung jawab sekaligus berbenah dan memacu kualitas pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan non bank termasuk asuransi. Jangan sampai kejadian terulang.
"Pembenahan mutlak, agar permasalahan ini tak kembali terulang," ujarnya.
Direktur Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menilai OJK pasti tahu mengenai aliran dana investasi Jiwasraya.
Daeng curiga, terdapat unsur pembiaran dari OJK terkait Jiwasraya yang melakukan investasi di saham berisiko, ataupun terkait produk investasinya.
Mengacu pada kasus Jiwasraya, Daeng menilai bahwa bahwa OJK telah gagal dalam menjalankan perannya. Para komisioner OJK harus bertanggungj awab mengapa sampai kasus Jiwasraya terjadi. Bahkan kalau perlu diproses dan diperiksa.
Sementara itu, Kejaksaan Agung membentuk tim khusus pelacakan dan pemulihan aset terkait dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Tim akan bekerja melacak aset dari para tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya baik di dalam maupun luar negeri.
“Tugas pokoknya antara lain mengidentifikasi dan menginvetarisasi berbagai aset terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi pada Jiwasraya,” kata Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Hari Setiyono di kantornya, Jumat 24 Januari 2020.
Hari menjelaskan, tim pelacakan aset ini terdiri atas Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri, dan Pusat Pemulihan Aset yang terdiri dari Asisten Umum, Asisten Khusus Jaksa Agung) Tim tersebut bekerja sama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri dana mencurigakan dalam transaksi Jiwasraya.
Hari menyebut tidak menutup kemungkinan hasil pelacakan aset ini akan dikembangkan terhadap tindak pidana pencucian uang.
Tersangka Jiwasraya juga berpotensi bertambah. Kejagung sudah menetapkan 13 nama untuk dicekal ke luar negeri, dan lima di antaranya sudah ditetapkan menjadi tersangka. Tidak menutup kemungkinan, dari delapan nama yang dicekal dan belum ditetapkan menjadi tersangka akan mengalami nasib yang sama dengan lima tersangka yang sudah ditetapkan.
Kejagung telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Dirut PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.
(dam)