Misbakhun Golkar Ingatkan PDIP Tak Cuci Tangan soal PPN 12%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kritikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) terhadap kenaikan PPN 12% mendapat serangan balik dari partai politik koalisi pemerintah. Politikus Partai Golkar Misbakhun meminta PDIP tidak cuci tangan atas kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tersebut.
Ketua Komisi XI DPR itu menjelaskan, kenaikan PPN 2% tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP yang ditetapkan pada periode Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di dalamnya dijelaskan, kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 dan naik lagi menjadi 12% pada 1 Januari 2025 nanti.
"Tidak selayaknya PDI Perjuangan membuat langkah-langkah politik cuci tangan seakan-akan mereka tidak terlibat dalam proses politik ketika membahas UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)," kata Misbakhun dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/12/2024).
Sebagai presiden yang dipilih rakyat untuk periode 2024-2029, kata Misbakhun, Presiden Prabowo bersumpah menjalankan konstitusi negara dan menjalankan undang-undang dengan selurus-lurusnya. Untuk itu, menjalankan amanat UU HPP yang memuat kenaikan PPN menjadi 12% merupakan konsekuensi yang harus dijalankan oleh pemerintahan Prabowo. Karena itu, ia heran ada upaya politik balik arah dari PDIP dengan menolak PPN 12%.
"Berarti mereka mau 'tinggal glanggang colong playu'. Mereka terlibat dalam proses politik pembuatan UU itu, bahkan kader PDIP Dolfie OFP menjadi Ketua Panja RUU Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) saat pertama kali RUU itu diberikan nama, lalu berubah disetujui menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)," katanya.
Menurutnya, sikap politik yang tidak konsisten PDIP harus diketahui semua rakyat Indonesia. Ketika sudah tidak lagi menjadi bagian dari kekuasaan seakan-akan paling depan menyuarakan kepentingan rakyat.
"Berpolitiklah secara elegan. Saya sebagai anggota Panja RUU tersebut adalah saksi sejarah dan saksi hidup sehingga sangat tahu dinamika pembahasan mengenai kenaikan tarif PPN di RUU tersebut," katanya.
Misbakhun mengungkapkan, Fraksi Golkar justru sempat tidak dilibatkan pada beberapa pertemuan lobby dalam pembahasan RUU KUP karena dianggap terlalu memberikan banyak pembahasan dan argumentasi yang bersifat kritis atas beberapa isu penting dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Ketika RUU dibahas, Fraksi Golkar mengusulkan tarif pajak untuk UMKM justru diturunkan dari 1% menjadi 0,5% atau setara dengan penurunan 50%.
"Ini adalah keberpihakan nyata Partai Golkar untuk masyarakat kelompok usaha mikro kecil dan menengah," ujarnya.
Ia menilai arahan Presiden Prabowo soal kenaikan PPN 12% sangat jelas. Sesuai perintah UU HPP yaitu naik 12% untuk selected items hanya pada komponen barang yang selama ini terkena penjualan barang mewah. Arahan itu adalah moderasi politik bijaksana Prabowo, amanat UU tetap dijalankan dengan memperhatikan semua aspirasi masyarkat dan dunia usaha soal situasi ekonomi terkini yang memang membutuhkan banyak insentif dari negara.
"Untuk itu Partai Golkar selalu memberikan dukungan kepada setiap arahan dan langkah politik Presiden Prabowo," katanya.
Lihat Juga: Partai Politik Jangan Cari Muka! Batalkan PPN 12% Lebih Penting Ketimbang Saling Menyalahkan
Ketua Komisi XI DPR itu menjelaskan, kenaikan PPN 2% tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP yang ditetapkan pada periode Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di dalamnya dijelaskan, kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 dan naik lagi menjadi 12% pada 1 Januari 2025 nanti.
"Tidak selayaknya PDI Perjuangan membuat langkah-langkah politik cuci tangan seakan-akan mereka tidak terlibat dalam proses politik ketika membahas UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)," kata Misbakhun dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/12/2024).
Sebagai presiden yang dipilih rakyat untuk periode 2024-2029, kata Misbakhun, Presiden Prabowo bersumpah menjalankan konstitusi negara dan menjalankan undang-undang dengan selurus-lurusnya. Untuk itu, menjalankan amanat UU HPP yang memuat kenaikan PPN menjadi 12% merupakan konsekuensi yang harus dijalankan oleh pemerintahan Prabowo. Karena itu, ia heran ada upaya politik balik arah dari PDIP dengan menolak PPN 12%.
"Berarti mereka mau 'tinggal glanggang colong playu'. Mereka terlibat dalam proses politik pembuatan UU itu, bahkan kader PDIP Dolfie OFP menjadi Ketua Panja RUU Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) saat pertama kali RUU itu diberikan nama, lalu berubah disetujui menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP)," katanya.
Menurutnya, sikap politik yang tidak konsisten PDIP harus diketahui semua rakyat Indonesia. Ketika sudah tidak lagi menjadi bagian dari kekuasaan seakan-akan paling depan menyuarakan kepentingan rakyat.
"Berpolitiklah secara elegan. Saya sebagai anggota Panja RUU tersebut adalah saksi sejarah dan saksi hidup sehingga sangat tahu dinamika pembahasan mengenai kenaikan tarif PPN di RUU tersebut," katanya.
Misbakhun mengungkapkan, Fraksi Golkar justru sempat tidak dilibatkan pada beberapa pertemuan lobby dalam pembahasan RUU KUP karena dianggap terlalu memberikan banyak pembahasan dan argumentasi yang bersifat kritis atas beberapa isu penting dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Ketika RUU dibahas, Fraksi Golkar mengusulkan tarif pajak untuk UMKM justru diturunkan dari 1% menjadi 0,5% atau setara dengan penurunan 50%.
"Ini adalah keberpihakan nyata Partai Golkar untuk masyarakat kelompok usaha mikro kecil dan menengah," ujarnya.
Ia menilai arahan Presiden Prabowo soal kenaikan PPN 12% sangat jelas. Sesuai perintah UU HPP yaitu naik 12% untuk selected items hanya pada komponen barang yang selama ini terkena penjualan barang mewah. Arahan itu adalah moderasi politik bijaksana Prabowo, amanat UU tetap dijalankan dengan memperhatikan semua aspirasi masyarkat dan dunia usaha soal situasi ekonomi terkini yang memang membutuhkan banyak insentif dari negara.
"Untuk itu Partai Golkar selalu memberikan dukungan kepada setiap arahan dan langkah politik Presiden Prabowo," katanya.
Lihat Juga: Partai Politik Jangan Cari Muka! Batalkan PPN 12% Lebih Penting Ketimbang Saling Menyalahkan
(abd)