Pemerintah Harus Tunjukkan ke Dunia Wilayah Natuna Milik Indonesia
A
A
A
BANJARNEGARA - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKB Taufiq Abdullah mengatakan, Pemerintah harus bertindak tegas terhadap kapal asing yang masuk ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Hal itu termasuk kapal nelayan China yang mendapat pengawalan kapal coast guard yang sempat mencuri ikan di zona perairan Natuna beberapa waktu lalu.
(Baca juga: Belum Penuhi Syarat, Mimpi Natuna Menjadi Provinsi Masih di Awang-Awang)
Saat kunjungan kerja ke Banjarnegara, Jawa Tengah, Taufiq secara pribadi meminta pemerintah tegas, namun tidak harus kontra produktif, artinya dengan mengedepankan prinsip dan berpedoman pada United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Menurutnya, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ini melalui Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 1985.
"UNCLOS Itu yang menjadi pedoman kita, tidak mengakui bahwa kita ada konflik dengan China, artinya tidak menganggap bahwa ini merupakan sengketa, karena sesuai UNCLOUS, perairan Natuna itu menjadi wilayah kita," kata Taufiq.
Taufiq menegaskan, jika ada negara lain yang masuk perairan Indonesia maka yang dilakukan adalah diplomasi bukan lagi negosiasi.
"Kita gunakan diplomasi verbal agar mereka tidak melakukan pelanggaran atau melakukan diplomasi secara faktual, seperti bagaimana menunjukkan kepada publik dunia, bahwa area itu milik Indonesia secara de facto," jelasnya.
Untuk menegaskan hal tersebut, Taufiq juga meminta agar pemerintah menunjukkan kekuasaannya dengan memasang simbol simbol. "Atau atribut negara dan simbul-simbul rakyat yang ditunjukan dengan melakukan aktifitasnya sebagai nelayan di zona zona wilayah rawan konflik," jelasnya.
Pihaknya juga meminta, agar selalu ada koordinasi antara Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Menteri Pertahanan (Menhan) untuk menjaga teritorial Indonesia.
Menlu melakukan diplomasi, dan menteri pertahanan menunjukan kegigihan di perairan dengan mengerahkan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan aparat lainnya.
"Butuh kerja sama untuk memproteksi teritori kita yang luas, karena konflik bisa saja terjadi dengan negara lain selain China," ucapnya.
Yang tidak kalah pentingnya kata Taufiq adalah, masyarakat dan nelayan di dekat perairan Indonesia juga harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Mereka harus dikuatkan secara ekonomi dan pendidikan.
Disinggung terkait dengan anggaran pertahanan, Taufiq mengaku siap dan mampu saja demi menjaga wilayah NKRI. "Karena ukuran kekuatan negara tidak bisa diukur dari jumlah senjata, militansi rakyat yang luar biasa juga menjadi amunisi kekuatan lainnya," ujarnya.
"Nelayan kita itu pemberani, apalagi jika berkaitan dengan kedaulatan NKRI pasti mereka akan melawan," tegasnya.
Hal itu termasuk kapal nelayan China yang mendapat pengawalan kapal coast guard yang sempat mencuri ikan di zona perairan Natuna beberapa waktu lalu.
(Baca juga: Belum Penuhi Syarat, Mimpi Natuna Menjadi Provinsi Masih di Awang-Awang)
Saat kunjungan kerja ke Banjarnegara, Jawa Tengah, Taufiq secara pribadi meminta pemerintah tegas, namun tidak harus kontra produktif, artinya dengan mengedepankan prinsip dan berpedoman pada United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Menurutnya, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi ini melalui Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 1985.
"UNCLOS Itu yang menjadi pedoman kita, tidak mengakui bahwa kita ada konflik dengan China, artinya tidak menganggap bahwa ini merupakan sengketa, karena sesuai UNCLOUS, perairan Natuna itu menjadi wilayah kita," kata Taufiq.
Taufiq menegaskan, jika ada negara lain yang masuk perairan Indonesia maka yang dilakukan adalah diplomasi bukan lagi negosiasi.
"Kita gunakan diplomasi verbal agar mereka tidak melakukan pelanggaran atau melakukan diplomasi secara faktual, seperti bagaimana menunjukkan kepada publik dunia, bahwa area itu milik Indonesia secara de facto," jelasnya.
Untuk menegaskan hal tersebut, Taufiq juga meminta agar pemerintah menunjukkan kekuasaannya dengan memasang simbol simbol. "Atau atribut negara dan simbul-simbul rakyat yang ditunjukan dengan melakukan aktifitasnya sebagai nelayan di zona zona wilayah rawan konflik," jelasnya.
Pihaknya juga meminta, agar selalu ada koordinasi antara Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Menteri Pertahanan (Menhan) untuk menjaga teritorial Indonesia.
Menlu melakukan diplomasi, dan menteri pertahanan menunjukan kegigihan di perairan dengan mengerahkan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan aparat lainnya.
"Butuh kerja sama untuk memproteksi teritori kita yang luas, karena konflik bisa saja terjadi dengan negara lain selain China," ucapnya.
Yang tidak kalah pentingnya kata Taufiq adalah, masyarakat dan nelayan di dekat perairan Indonesia juga harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Mereka harus dikuatkan secara ekonomi dan pendidikan.
Disinggung terkait dengan anggaran pertahanan, Taufiq mengaku siap dan mampu saja demi menjaga wilayah NKRI. "Karena ukuran kekuatan negara tidak bisa diukur dari jumlah senjata, militansi rakyat yang luar biasa juga menjadi amunisi kekuatan lainnya," ujarnya.
"Nelayan kita itu pemberani, apalagi jika berkaitan dengan kedaulatan NKRI pasti mereka akan melawan," tegasnya.
(maf)