Kisah Istri Perwira Kostrad Mata-matai Markas PKI saat G30 September Meletus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peristiwa G30S/PKI menjadi salah satu babak paling mencekam dalam sejarah Indonesia. Di tengah gejolak ini, seorang perempuan bernama Tati Sumiyati Darsoyo, istri Komandan Batalyon Kostrad Zeni Tempur VII Letkol Darsoyo, memainkan peran tak terduga dalam mengungkap keberadaan markas kelompok yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia ( PKI ).
Sehari setelah meletusnya G30S pada 30 September 1965, Tati dipanggil ke kediaman Panglima Kostrad (Pangkostrad) Mayjen TNI Soeharto di Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat. Saat itu, suaminya sedang bertugas di Medan, Sumatera Utara, meninggalkan Tati sendiri di rumah bersama anak-anaknya.
"Pak Harto meminta saya untuk tidak keluar rumah dan menyiapkan pakaian secukupnya," kenang Tati Sumiyati, seperti yang ia ungkapkan dalam buku Pak Harto The Untold Stories (2012) dikutip, Sabtu (28/9/2024).
Suasana genting menyelimuti Jakarta setelah pembunuhan sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat dalam aksi pemberontakan yang dilakukan oleh PKI. Mayjen Soeharto, yang kala itu segera bertindak memulihkan keamanan, meminta Tati berjaga-jaga. Jika situasi semakin tidak terkendali, ia dan keluarganya akan segera dijemput untuk diungsikan. Namun, jika hingga tengah malam tidak ada eskalasi lebih lanjut, itu berarti keadaan mulai terkendali.
Rumah Tati yang terletak di Jalan Waringin, Menteng, berdekatan dengan Kantor Sabutri (Serikat Buruh dan Tani), sebuah organisasi yang berafiliasi dengan PKI. Dari rumahnya, Tati menyaksikan peningkatan aktivitas di markas tersebut menjelang dan sesudah G30S meletus. Bendera-bendera organisasi Sabutri berkibar, dan para pemuda berseragam Pemuda Rakyat keluar-masuk markas tanpa henti.
Ketegangan meningkat seiring hari. Tak hanya sebelum G30S, pasca pembunuhan para perwira Angkatan Darat, markas Sabutri tetap ramai, tanpa pengawasan dari pihak keamanan. Melihat hal ini, Tati memberanikan diri melaporkan situasi mencurigakan tersebut ke Garnisun Ibu Kota.
Tindakan berani Tati berbuah hasil. Tak lama setelah laporan diterima, aparat keamanan segera memantau aktivitas di sekitar Kantor Sabutri. Rumah Tati pun dijadikan pos pengintaian, sementara ia dan anak-anaknya diungsikan demi keselamatan mereka.
Selama beberapa hari, aparat memantau markas tersebut. Hingga akhirnya, mereka melakukan penggerebekan. Sekitar 40 pemuda beserta senjata tajam dan api berhasil diamankan. Selain itu, ditemukan pula lubang besar di markas tersebut yang diduga akan digunakan untuk kepentingan politik gelap PKI.
"Saya ingat, suatu hari pengurus Sabutri pernah meminta izin untuk memperbaiki saluran air yang rusak. Mungkin lubang itu akan digunakan untuk menimbun lawan-lawan politik mereka," ungkap Tati.
Kemampuan Soeharto dalam mengendalikan situasi pascameletusnya G30S PKI diakui Mayjen (purn) Soetoyo NK. Saat itu, Soetoyo merupakan taruna Akademi Militer Nasional yang tengah menunggu pelantikan Perwira.
Dia menuturkan, pada 1 Oktober 1965, TNI Angkatan Darat berada dalam tekanan luar biasa karena seluruh pucuk pimpinannya diculik dan dibunuh dalam Gerakan 30 September yang dilakukan oleh PKI. Namun Soeharto yang kemudian ditunjuk menjadi Penjabat Sementara (Pjs) Menteri Panglima Angkatan Darat mampu menguasai keadaan dalam waktu tak lebih dari 12 jam.
"Pak Harto mampu membalikkan keadaan, menguasainya sekaligus menjadikan TNI AD sebagai pihak yang paling menekan," ujar Soetoyo dikutip dari buku Pak Harto The Untold Stories.
Kisah Tati Sumiyati menjadi salah satu bagian dari upaya meredam ancaman PKI pada saat genting tersebut. Sementara itu, Mayjen Soeharto, yang telah mengambil alih kendali Angkatan Darat, dalam waktu kurang dari 12 jam berhasil menstabilkan situasi pasca G30S, menurut pengakuan Mayjen (Purn) Soetoyo NK, yang saat itu masih menjadi taruna Akademi Militer Nasional.
Pada akhirnya, peran yang dimainkan oleh berbagai pihak, termasuk keberanian Tati Sumiyati, memberi kontribusi penting dalam pengungkapan jaringan kelompok PKI di tengah kekacauan yang melanda bangsa. Ketegasan Soeharto dalam meredam situasi krisis ini kelak menjadikannya tokoh sentral dalam perpolitikan Indonesia.
Lihat Juga: Mengenal Latihan Cakra Tradisi Kostrad, Penggemblengan 3 Bulan Tentara di Gunung, Hutan, dan Laut
Sehari setelah meletusnya G30S pada 30 September 1965, Tati dipanggil ke kediaman Panglima Kostrad (Pangkostrad) Mayjen TNI Soeharto di Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat. Saat itu, suaminya sedang bertugas di Medan, Sumatera Utara, meninggalkan Tati sendiri di rumah bersama anak-anaknya.
"Pak Harto meminta saya untuk tidak keluar rumah dan menyiapkan pakaian secukupnya," kenang Tati Sumiyati, seperti yang ia ungkapkan dalam buku Pak Harto The Untold Stories (2012) dikutip, Sabtu (28/9/2024).
Suasana genting menyelimuti Jakarta setelah pembunuhan sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat dalam aksi pemberontakan yang dilakukan oleh PKI. Mayjen Soeharto, yang kala itu segera bertindak memulihkan keamanan, meminta Tati berjaga-jaga. Jika situasi semakin tidak terkendali, ia dan keluarganya akan segera dijemput untuk diungsikan. Namun, jika hingga tengah malam tidak ada eskalasi lebih lanjut, itu berarti keadaan mulai terkendali.
Rumah Tati yang terletak di Jalan Waringin, Menteng, berdekatan dengan Kantor Sabutri (Serikat Buruh dan Tani), sebuah organisasi yang berafiliasi dengan PKI. Dari rumahnya, Tati menyaksikan peningkatan aktivitas di markas tersebut menjelang dan sesudah G30S meletus. Bendera-bendera organisasi Sabutri berkibar, dan para pemuda berseragam Pemuda Rakyat keluar-masuk markas tanpa henti.
Ketegangan meningkat seiring hari. Tak hanya sebelum G30S, pasca pembunuhan para perwira Angkatan Darat, markas Sabutri tetap ramai, tanpa pengawasan dari pihak keamanan. Melihat hal ini, Tati memberanikan diri melaporkan situasi mencurigakan tersebut ke Garnisun Ibu Kota.
Tindakan berani Tati berbuah hasil. Tak lama setelah laporan diterima, aparat keamanan segera memantau aktivitas di sekitar Kantor Sabutri. Rumah Tati pun dijadikan pos pengintaian, sementara ia dan anak-anaknya diungsikan demi keselamatan mereka.
Selama beberapa hari, aparat memantau markas tersebut. Hingga akhirnya, mereka melakukan penggerebekan. Sekitar 40 pemuda beserta senjata tajam dan api berhasil diamankan. Selain itu, ditemukan pula lubang besar di markas tersebut yang diduga akan digunakan untuk kepentingan politik gelap PKI.
"Saya ingat, suatu hari pengurus Sabutri pernah meminta izin untuk memperbaiki saluran air yang rusak. Mungkin lubang itu akan digunakan untuk menimbun lawan-lawan politik mereka," ungkap Tati.
Kemampuan Soeharto dalam mengendalikan situasi pascameletusnya G30S PKI diakui Mayjen (purn) Soetoyo NK. Saat itu, Soetoyo merupakan taruna Akademi Militer Nasional yang tengah menunggu pelantikan Perwira.
Dia menuturkan, pada 1 Oktober 1965, TNI Angkatan Darat berada dalam tekanan luar biasa karena seluruh pucuk pimpinannya diculik dan dibunuh dalam Gerakan 30 September yang dilakukan oleh PKI. Namun Soeharto yang kemudian ditunjuk menjadi Penjabat Sementara (Pjs) Menteri Panglima Angkatan Darat mampu menguasai keadaan dalam waktu tak lebih dari 12 jam.
"Pak Harto mampu membalikkan keadaan, menguasainya sekaligus menjadikan TNI AD sebagai pihak yang paling menekan," ujar Soetoyo dikutip dari buku Pak Harto The Untold Stories.
Kisah Tati Sumiyati menjadi salah satu bagian dari upaya meredam ancaman PKI pada saat genting tersebut. Sementara itu, Mayjen Soeharto, yang telah mengambil alih kendali Angkatan Darat, dalam waktu kurang dari 12 jam berhasil menstabilkan situasi pasca G30S, menurut pengakuan Mayjen (Purn) Soetoyo NK, yang saat itu masih menjadi taruna Akademi Militer Nasional.
Pada akhirnya, peran yang dimainkan oleh berbagai pihak, termasuk keberanian Tati Sumiyati, memberi kontribusi penting dalam pengungkapan jaringan kelompok PKI di tengah kekacauan yang melanda bangsa. Ketegasan Soeharto dalam meredam situasi krisis ini kelak menjadikannya tokoh sentral dalam perpolitikan Indonesia.
Lihat Juga: Mengenal Latihan Cakra Tradisi Kostrad, Penggemblengan 3 Bulan Tentara di Gunung, Hutan, dan Laut
(abd)