Industri Kreatif Film Perlu Jaminan Pembiayaan Perbankan

Sabtu, 24 Agustus 2024 - 09:50 WIB
loading...
Industri Kreatif Film...
Kelompok Notaris, Pendengar, Pembaca, dan Pemikir (Kelompencapir) menyelenggarakan diskusi bertemakan Film Sebagai Jaminan Pembiayaan Perbankan yang diselenggarakan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, belum lama ini. Foto: Ist
A A A
JAKARTA - Kelompok Notaris, Pendengar, Pembaca, dan Pemikir (Kelompencapir) menyelenggarakan diskusi bertemakan “ Film Sebagai Jaminan Pembiayaan Perbankan” yang diselenggarakan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, belum lama ini.

Notaris Dewi Tenty menuturkan industri film sebagai lokomotif industri kreatif masih banyak memiliki pekerjaan rumah. Negara harus hadir dan berperan aktif dalam mengatur dan mengembangkan industri perfiman.

“Pemerintah harus aktif ikut terlibat dalam mengembangkan industri film. Industri ini tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tanpa ada intervensi kebijakan,” ujarnya.



Seperti halnya di Korea Selatan yang perekonomiannya di topang industri kreatif, salah satunya film.

Menurut Dewi, pemerintah pada tahun 2022 sudah mengeluarkan PP Nomor 24/2022 tentang ekonomi kreatif yang dalam Pasal 10 menyatakan bahwa kekayaan intelektual bisa dijadikan obyek jaminan sepanjang tercatat atau terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Namun, kenyataannya peraturan tersebut belum sepenuhnya direalisasikan.

Hal itulah yang menjadi bahasan dalam diskusi Kelompencapir untuk bersama-sama dibahas sejauhmana implementasi dan kendala peraturan pemerintah tersebut belum terlaksana.

Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM Cahyo Rahadian Muzhar menjelaskan pengaturan penjaminan pembiayaan yang berkualitas menjadi salah satu indikator yang dapat diperhitungkan dalam mengukur tingkat kemudahan berusaha dan pertumbuhan perekonomian nasional.

“Konsep jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum,” ujarnya.

Pemerintah menyadari pentingnya kemudahan pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga penjaminan, khususnya pembiayaan melalui jaminan fidusia.

Menurut Cahyo, jaminan fidusia menjadi salah satu alternatif pembiayaan yang sangat mudah dilakukan oleh masyarakat. Karena mengatur penjaminan dengan obyek jaminan berupa benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan.

Anggota Komisi X DPR Rano Karno yang juga aktor terkenal Indonesia mengatakan, potensi perfilman Indonesia tidak bisa diremehkan. Misalnya film terlaris Indonesia di urutan pertama yakni film KKN di Desa Penari berhasil meraih lebih dari 10 juta penonton jika diestimasikan maka menghasilkan pendapatan Rp211 miliar.

“Maka itu, film seharusnya mendapat tempat penting karena selain dapat mendorong perekonomian dan pariwisata juga bisa sebagai kolaborator dan corong kebijakan pemerintah,” ucapnya.

Pernyataan menarik disampaikan Ketua Asosiasi Sutradara Film Indonesia (IFDC) Agung Sentausa yang menyampaikan ketika film dibuat maka ada perencanaan berupa proyeksi, business plan, pembiayaan dan semua aspek bisnisnya sampai akhirnya diproduksi film tersebut. “Aktor dan artis menjadi daya tarik serta menjadi kunci terhadap finansial sebuah film,” tuturnya.

Dari sisi hak cipta, Marni Emmy Mustafa, Majelis Pengawas Konsultan Kekayaan Intelektual (MPKKI) menyampaikan yang harus diperhatikan dalam suatu hak cipta supaya aman dalam penjaminan pembiayaan, maka pemilik film harus mendaftarkan karya sinematografinya ke Ditjen Kekayaan Intelektual. Pendaftaran tersebut diatur dalam UUHC Pasal 66, Sertifikat Hak Cipta Film sebagai bukti autentik sampai dibuktikan.

“Sehingga bila telah dipenuhinya syarat untuk mendapat pembiayaan jaminan pada bank seperti bukti hak cipta film, surat catatan penciptaan, sertifikat, maka film bisa mendapatkan pembiayaan jaminan film,” ungkapnya.

Menurut Tenaga Ahli Anggota VII BPK Rabin Indrajid Hattari, sumber pendanaan film di Indonesia ada 4 yakni pendanaan tradisional, pinjaman lembaga keuangan, pendanaan startup, dan pendanaan pasar modal.

Di Indonesia pendanaan yang paling sering dipakai adalah pendanaan tradisional yang berasal dari dana pribadi, dana keluarga atau pinjaman dengan system profit sharing atau bagi hasil dengan suku bunga tinggi dan tanpa jaminan

“Untuk memperoleh pendanaan dari bank penting untuk perusahaan film merapikan data-data internal seperti laporan keuangan yang mengikuti peraturan,” katanya.

Perbankan sebenarnya memiliki keinginan untuk memperluas opsi pembiayaan. Hal tersebut disampaikan Asa Estheria Vipana, Legal Group Bank Mandiri. Namun, bank juga harus menerapkan asas kehati-hatian dalam pemberian kredit mengikuti peraturan berlaku.

“Dalam hal film akan dijadikan agunan utama maka debitur harus memenuhi kriteria agunan, dalam hal ini apakah hak cipta atas film dapat dinilai dengan uang? Bagi bank sesuatu yang dapat diikat secara yuridis harus diketahui nilainya,” ujarnya.

Diskusi ini menyimpulkan masih banyak PR yang harus diselesaikan oleh pemerintah untuk mendukung pembiayaan perbankan, namun yang terpenting adalah adanya suatu nilai dari karya cipta.

Adanya amanah dalam PP Nomor 24 Tahun 2022 perlu untuk dibuat peraturan turunan supaya bank dan lembaga keuangan merasa yakin dan terjamin keamanannya memberikan pembiayaan dengan jaminan hak cipta. Dimulai adanya kepastian nilai dari hak cipta, karenanya diperlukan suatu lembaga penilai independen yang dapat bertindak sebagai apraisal/kurator dari suatu karya cipta.
(jon)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0939 seconds (0.1#10.140)