Peran Kunci Pengelolaan HCM dalam Pemulihan Bisnis Korporasi

Rabu, 26 Agustus 2020 - 06:05 WIB
loading...
Peran Kunci Pengelolaan HCM dalam Pemulihan Bisnis Korporasi
Muhamad Ali
A A A
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital

WORLD Economic Forum (WEF) bulan Agustus ini mengeluarkan analisis dan asesmen mengenai pentingnya pengelolaan human capital management (HCM)atau pekerja dalam upaya melakukan siasat mengatasi pelemahan ekonomi yang amat dalam di hampir seluruh negara di dunia. Sebagai gambaran, konsep WEF tentang Revolusi Industri yang didefinisikan dari Revolusi Industri 1.0 dan terakhir Revolusi Industri 4.0 telah menjadi acuan banyak bangsa untuk menata ulang industri dan seluruh kegiatan ekonomi/bisnis.

WEF mengklasifikasi analisis dan rekomendasi tentang pekerja atau HCM untuk tiga kelompok besar yang paling berpengaruh dalam upaya menggerakkan ekonomi, yaitu: (1) para pengambil kebijakan di tingkat pemerintahan, (2) para manajemen dan direksi korporasi, dan (3) para manajer dan direktur HCM. Saya menggarisbawahi peran penting manajer atau direktur HCM dalam catatan WEF dalam upaya melakukan upaya pemulihan ekonomi.

Dalam konteks makro, pertumbuhan ekonomi sebuah negara akan berpengaruh terhadap penyediaan lapangan pekerjaan baru. Secara umum, setiap 1% pertumbuhan ekonomi akan menggerakkan pertambahan pekerjaan baru sekitar 200 ribu hingga 400 ribu, tergantung pada bentuk dan kualitas pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh sektor produksi dan jasa akan meningkatkan serapan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan sektor finansial atau manufaktur yang sekarang sudah makin terotomatisasi dengan penggunaan aplikasi cerdas atau robotik.

Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tercatat negatif –artinya pelemahan ekonomi— di mana banyak negara sudah menyatakan resesi, konsekuensi terbesarnya adalah terjadi pemutusan hubungan kerja yang signifikan. Di beberapa negara, pertumbuhan ekonomi mencapai angka negatif belasan persen, yang artinya pemutusan hubungan kerja sudah menyentuh jutaan orang.

Oleh karena itu, pada setiap aktivitas ekonomi di level badan usaha apapun -skala mikro, menengah, ataupun besar- yang masih berjalan, pengelolaan sumber daya menjadi kunci penting, karena menyangkut kompleksitas untuk tetap menjaga aktivitas ekonomi dengan siasat untuk menjalankan protokol-protokol kesehatan yang ketat di tempat kerja.

Sistem manajemen dan proses bisnis di dalam suatu perusahaan bertumpu pada pelaporan manajemen operasi dan sistem pelaporan keuangan yang menekankan pentingnya keajegan (steadiness) dan keberulangan (repetitiveness) sehingga bisnis menjadi lebih efektif dan prosesnya dapat dimonitor, dievaluasi, dan diperbaiki. Di situlah peran manajer atau Direktur HCM menjadi signifikan, karena situasi internal maupun eksternal sudah berubah. Proses kerja internal berubah karena harus mengikuti protokol kesehatan, sedangkan situasi eksternal juga telah berubah karena berubahnya berbagai rantai pasok yang dibutuhkan dalam operasi bisnis.

Manajemen modern biasanya mengukur kinerja operasi atau bisnis berdasarkan indikator kinerja kunci atau Key Performance Indicator (KPI). Manajer atau Direktur HCM seharusnya melakukan review secara cepat sekaligus akurat untuk menyeimbangkan perubahan internal dan eksternal perusahaan. Di situlah kepemimpinan yang kuat dan pengambilan keputusan yang mampu mengintegrasikan berbagai kepentingan, mulai dari kepentingan shareholders (pemegang saham), customers (pelanggan), supply chain partners (mitra bisnis), para pekerja, dan masyarakat/warga yang lebih luas.

Saya mengadaptasi catatan WEF tentang tujuh titik krusial yang perlu diperhatikan dalam pengubahan atau perancangan ulang KPI dalam merespons adanya pandemi global. Ketujuh titik tersebut adalah: (1) kesehatan dan kenyamanan bekerja pegawai, (2) perubahan proses dan tempat kerja, (3) pemulihan kembali para pegawai di tempat kerja mengingat sebagian besar menerapkan sistem Work from Home, (4) keterampilan dan kecakapan yang dibutuhkan di masa depan ketika situasi kembali normal, (5) penerapan dan pengintegrasian proses kerja ke dalam platform digital, (6) kualitas dari setiap pegawai dengan pengalaman yang berbeda-beda, dan (7) keberagaman serta pelibatan yang lebih luas di kalangan pegawai.

Ketujuh faktor atau titik krusial tersebut memerlukan suatu pandangan yang terbuka dari para pemangku kepentingan atau pemegang saham, para direksi atau board of directors, dan manajemen di bawahnya yang menjadi pemegang kunci proses penyesuaian bisnis (business alignment) setelah upaya pemulihan ekonomi menjadi gelombang besar di tingkat global.

Para pengambil kebijakan di tingkat pemerintahan atau birokrasi, juga dituntut untuk memahami langkah atau kebijakan yang diperlukan untuk mendorong setiap entitas usaha untuk dapat memulihkan dirinya secara cepat, mulai dari pendekatan yang sifatnya insentif kapital, relaksasi peraturan, sampai dengan dukungan lain yang sifatnya hanya mungkin diberikan pada level negara/pemerintahan.

Apabila dari tiga pilar tersebut terdapat satu saja yang pincang atau tidak mendukung upaya penyesuaian bisnis, risikonya bisa sangat besar, karena pemulihan ekonomi akan menjadi semakin sulit, efisiensi atau efektivitas sumber daya yang dikelola tidak akan menghasilkan output yang diharapkan, dan tidak akan ada dukungan yang kuat dari sisi pegawa/pekerja yang menjadi darah yang menggerakkan bisnis itu sendiri.
(ras)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0730 seconds (0.1#10.140)