Bacharuddin Jusuf Habibie, Pembuka Kran Demokrasi Indonesia

Kamis, 12 September 2019 - 10:53 WIB
Bacharuddin Jusuf Habibie,...
Bacharuddin Jusuf Habibie, Pembuka Kran Demokrasi Indonesia
A A A
PROF Dr Ing H Bacharuddin Jusuf Habibie adalah anugerah bagi bangsa-negara Indonesia. Sosok paripurna yang mencintai dan mendekap Ibu Pertiwi sepenuhnya. Dari pria kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936 ini, kita menemukan teladan seorang negarawan, ilmuan, pemikir, pekerja keras, dan cinta kepada agama.

Sejak kecil Presiden ke-3 RI ini mendapatkan pendidikan dari kedua orang tuanya, Alwi Abdul Jalil Habibie (ayah) dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo (ibu) tentang kecintaan terhadap Indonesia, agama, dan ilmu pengetahuan.

Nama dan sosoknya tak sekadar dikagumi Indonesia, tapi juga dunia internasional. Dalam satu penelitian ilmu disebutkan ada lima orang tercerdas di dunia, satu di antaranya Habibie. Intelligence quotient (IQ) atau kecerdasan intelektual Habibie mencapai angka 200, urutan kelima. Urutan pertama ditempati ilmuan asal Jerman, Albert Einstein (160). Dalam dunia penerbangan, Habibie memegang banyak hak paten atas temuan di bidang konstruksi pesawat terbang. Dia adalah penemu rumus menghitung keretakan hingga ke skala atom pesawat terbang. Rumus ini kemudian dikenal dengan nama 'Faktor Habibie'. Dengan temuan ini, Habibie mendapatkan julukan 'Mr. Crack'

Habibie adalah doktor lulusan Jerman dan pernah bertugas dalam berbagai jabatan di sejumlah perusahaan pesawat terbang di Jerman. Dengan berbagai prestasi dan temuannya di dunia penerbangan, Habibie berkali-kali 'digoda' dengan tawaran agar dia menjadi warga kehormatan Jerman. Peraih bintang penghargaan "Das Grosse Verdenstkreuz Mit Stern und Schulterband" dan "Das Grosse Verdienstkreuz" dari Pemerintah Republik Federal Jerman, ini tetap menolak dengan tegas sembari mentautkan hatinya pada Indonesia, untuk Bumi Pertiwi. Padahal dua bintang penghargaan tersebut merupakan penghargaan tertinggi untuk orang yang berjasa pada kemajuan Jerman."Sekalipun menjadi warga negara Jerman, kalau suatu saat Tanah Air ku memanggil, maka paspor Jerman akan saya robek dan akan pulang ke Indonesia. Saya selalu mengatakan tidak. Saya pernah menolak karena nilai moral dan etik tidak dapat menerima tawaran tersebut," ujar Habibie dalam berbagai kesempatan sebagaimana disarikan KORAN SINDO.
Jalan tengah atas penolakan Habibie tersebut, Pemerintah Republik Federal Jerman memberikan izin tinggal kepada Habibie dan istri, Hasri Ainun Besari seumur hidup di Jerman serta Habibie bekerja seumur hidup di Departemen Pertahanan Jerman. Habibie punya alasan kuat menolak status warga kehormatan Jerman. Baginya keberadaaan di tanah rantau adalah sebagai masa transisi untuk mencari pengalaman. "Pengalaman ini saya perlukan untuk kelak dapat membantu bangsa saya dalam perjuangan yang sedang mereka laksanakan," tegasnya.

Hamdan Zoelva (Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2015) dan Laode Muhamad Syarif (Wakil Ketua KPK periode 2015-2019) punya cerita selama berinteraksi dengan Habibie. Hamdan Zoelva menuturkan, ketika awal masa Reformasi dan Hamdan menjadi anggota DPR/MPR RI, Habibie adalah Presiden RI yang ditolak pertanggungjawabannya sebagai Presiden dalam sidang MPR.Hamdan sebagai seorang anggota Fraksi Partai Bulan Bintang (PBB) saat itu yang mendukung Habibie untuk melanjutkan jabatan sebagai Presiden. Karenanya Hamdan sangat kecewa atas penolakan pertanggungjawaban tersebut. Fraksi PBB tetap meminta Habibie untuk tetap maju sebagai Presiden dan PBB siap mendukung.
"Tetapi beliau bersikukuh tetap menolak untuk dicalonkan kembali sebagai presiden dan dengan jiwa besar dan negarawan sejati beliau menyatakan bahwa karena ditolak pertanggungjawabanya oleh MPR, beliau merasa tidak memiliki dukungan moral dari rakyat untuk menjadi presiden," ujar Hamdan kepada KORAN SINDO, Kamis (11/9/2019) malam.

Dia menegaskan, Habibie sangat layak menjadi role model, panutan, dan teladan bagi anak bangsa termasuk dan terkhusus para putra daerah yakni Sulawesi Selatan. "Beliau patut menjadi contoh bagi generasi muda bail karena ilmunya, etos kerjanya serta pengabdiannya kepada agama bangsa dan negaranya. Beliau sampai akhir hayatnya terus berpikir dan berbuat untuk bangsa dan negaranya," ungkapnya.

Hamdan mengungkapkan, dia sering bertemu dengan Habibie. Setahun terakhir paling tidak dua kali Hamdan bertemu Habibie. Terakhir dalam halal bi halal Lebaran lalu. Dalam setiap kesempatan Habibie sangat semangat ketika berbicara tentang memajukan Indonesia melalui kehebatan sumber daya manusia (SDM) dan teknologi. Bahkan sering kali Habibie lupa berhenti karena sangat bersemangat ketika berbicara mengenai kemajuan Indonesia.

"Terakhir kemarin (Rabu, 10/9) saya menjenguk beliau di RSPAD Gatot Soebroto melihat belau sudah sangat lemah berbaring dengan alat kesehatan di badannya, dan hari ini mendapat kabar beliau wafat. Inna lillahi wa inna ilaihirrajiun. Kita kehilangan seorang Presiden, negarawan sejati," imbuhnya.

Sekali lagi, bagi Hamdan, kita semua rakyat Indonesia sangat berduka kehilangan tokoh negarawan sejati yang patut dicontoh oleh generasi Indonesia kini dan mendatang. Karena sebahagian besar hidup Habibie dihabiskan berbuat untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia, terutama meningkatkan SDM dan daya saing bangsa Indonesia menjadi bangsa yang unggul."Harus lahir generasi Indonesia yang terus melanjutkan cita-cita beliau bagi keunggulan Indonesia dalam bidang teknologi tinggi, untuk kemajuan Indonesia. Kita semua berdoa semoga almarhum mendapat limpahan magfirah dan rahmat Allah subhana wata'ala," ucapnya.
Laode Muhamad Syarif mengungkapkan, wafatnya BJ Habibie berarti Indonesia Indonesia kehilangan ilmuwan, pemimpin, teknokrat sekaligus teladan bangsa. Syarif menilai, Habibie adalah sosok negarawan yang berilmu, beriman, dan beramal hanya untuk Bumi Pertiwi. Habibie sangat layak menjadi role model bagi para generasi bangsa termasuk putra-putri Sulawesi Selatan. "Pak Habibie adalah teladan negeri, contoh dan role model paripurna, pintar, pekerja keras, pemikir. Intinya ilmu-amalnya lengkap," ujar Syarif kepada KORAN SINDO, Kamis (11/9/2019) malam.

Syarif mengingat kembali semasa dirinya menjadi dosen di Unhas Makassar, para dosen selalu mendengarkan ceramah Habibie saat Habibie berkunjung di Unhas. Musababnya Rektor Unhas saat itu Prof Ahmad Amiruddin adalah sahabat Habibie. Di depan kampus Unhas ada danau. Danau itu ada karena cita-cita Habibie dan Amiruddin ingin membangun kampus yang ada danaunya seperti di Eropa."Mereka bahkan bernazar, mandi di danau kampus jika kampus dan danaunya telah jadi. Oleh karena itu saat danau itu jadi, mereka pernah mandi di danau Unhas untuk membayar nazar tersebut," bebernya.
Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., CBE. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Anggota Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menilai kepergian Habibie merupakan kehilangan besar bagi Bangsa Indonesia. Dalam pandangannya Habibie merupakan salah satu peletak dasar kehidupan demokrasi Indonesia. Saat menjabat sebagai Presiden ke-3 RI banyak kebijakannya yang mendorong kehidupan politik yang lebih terbuka di masa sebelumnya.

Lahirnya UU Nomor 40 tentang Pers yang menjamin kebebasan kehidupan pres di Indonesia menjadi salah satu contohnya. Selain itu di masa Habibie menjadi presiden berhasil dilaksanakan Pemilu paling demokratis. Bahkan atas jasanya ini KPU sempat memberikan penghargaan khusus kepada Habibie. "Wafatnya Pak Habibie adalah kehilangan besar bagi negara-bangsa Indonesia. Almarhum adalah Bapak Demokrasi yang mengantarkan Indonesia ke dalam transisi demokrasi secara damai dan lancar."

Selamat jalan Bapak Teknologi Indonesia dan Bapak Kemerdekaan Pers Indonesia. Terima kasih telah mendekap Ibu Pertiwi sepenuhnya. Semoga Allah subhanahu wata'ala mempertemukan dengan Ibu Ainun di surga-Nya. (Sabir Laluhu)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5887 seconds (0.1#10.140)