Momen Putu BKSAP Ajak Delegasi IPPP Belanja Batik di Sarinah

Kamis, 01 Agustus 2024 - 21:25 WIB
loading...
Momen Putu BKSAP Ajak...
Ketua Parlemen Tonga Lord Fatafehi Fakafanua Bersama Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Putu Supadma Rudana di Sarinah. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Sejumlah delegasi Forum Kedua Indonesia-Pasific Parliamentary Partnership (IPPP) diajak Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Putu Supadma Rudana ke pusat perbelanjaan bernuansa seni dan budaya di Sarinah, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 Juli 2024. Salah satunya adalah Ketua Parlemen Tonga Lord Fatafehi Fakafanua.

“Mereka, saya ajak berkunjung ke salah satu pusat perbelanjaan atau mal bersejarah di Indonesia yaitu Sarinah. Mal ini adalah prakarsa proklamator kita Bung Karno, di mana beliau memprakarsai Pusat Perbelanjaan Sarinah,” ujar Putu dalam keterangannya, Kamis (1/8/2024).

Putu menuturkan, Sarinah adalah sosok yang penting bagi Presiden pertama RI Soekarno karena yang mengasuhnya saat masih usia kecil. Kehadiran Sarinah menjadi satu sejarah yang patut diketahui oleh berbagai negara, khususnya Lord Fakafanua.



Sebab, kata legislator asal Bali ini, Sarinah menampilkan komitmen sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam menghadirkan produk seni budaya dan produk lokal dari berbagai provinsi di Indonesia.

“Kita ingin menampilkan bahwa komitmen Sarinah sebagai Badan Usaha Milik Negara ingin menghadirkan produk-produk lokal, produk budaya dan produk seni di Indonesia, jika kita lihat memang banyak di sana ada kain tenun, batik, baju-baju batik, belum lagi kerajinan tangan, banyak ukiran, kerajinan besi dan souvenir lainnya yang menunjukkan kekayaan seni budaya Indonesia,” tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut, Putu menunjukkan batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia yang banyak dipakai tokoh dalam maupun luar negeri. Misalnya, Nelson Mandela dari Afrika Selatan sangat cinta menggunakan batik Indonesia.

“Saat itu kita melihat dan memilih batik, dia (Lord Fakafanua) juga membeli batik. Dia sungguh sangat senang karena bahan batik ini bisa digunakan di kawasan tropis termasuk di negara kepulauan Pasifik. Kalau kita di Indonesia, kita berada di Katulistiwa dengan suhu yang sepanjang tahun panas. Jadi pakaian batik ini juga sangat tepat digunakan di sini,” tutur Anggota Biro Inter-Parliamentary Union (IPU) di komite Pembangunan Berkelanjutan ini.

Dia melanjutkan, pada 1990, Presiden Soeharto memberikan cinderamata batik kepada Nelson Mandela sebanyak 6 setel. Momen tersebut menjadi perkenalan Mandela dengan batik saat ia masih menjabat sebagai Wakil Ketua Kongres Nasional Afrika. “Sejak saat itu, Presiden Nelson Mandela hadir mengenakan batik dalam berbagai acara kenegaraan di forum nasional maupun internasional, termasuk di forum PBB," ucapnya.

Diketahui, pada 2 Oktober 2009, Badan PBB untuk Pendudukan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) menetapkan batik sebagai Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity atau Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi dari Indonesia. Putu mengatakan, untuk memperkuat hubungan khususnya dengan negara-negara pasifik, Parlemen Indonesia bersama parlemen negara kepulauan pasifik berkomitmen untuk terus mengawal perdamaian dan keamanan (peace and security) kawasan.

Selain itu juga mendorong trade dan kerja sama ekonomi yang sustainable dan inklusif sesuai dengan konsep green economy, termasuk investasi hijau dalam pencapaian sustainable development goals atau tujuan pembangunan berkelanjutan. “Kemudian berikutnya adalah hubungan socio-cultural, di mana kita ingin masyarakat kedua kawasan meningkatkan hubungan people-to-people, salah satunya melalui budaya maupun pariwisata,” ujar Ketua Asosiasi Museum Indonesia ini.

Putu pun mengajak Lord Fakafanua makan siang Bebek Bali Bumbungan di Sarinah. Putu menyampaikan hal ini dilakukan sebagai komitmen untuk membangun hubungan baik dengan mereka. Sebab, kata dia, diplomasi itu tidak selalu dilakukan dalam ruang pertemuan formal, tapi melalui dialog antarbudaya bisa mempererat hubungan antarbangsa.

“Kita ingin menunjukkan bahwa diplomasi tidak hanya sekadar di ruang pertemuan formal, tapi justru diplomasi juga menghadirkan atau menunjukkan kepada mereka kekayaan seni budaya Indonesia, kuliner untuk mempererat hubungan. Jika kita kenal, kita semakin sayang. Jika pada ujungnya kita bisa menunjukkan budaya kita, justru respek akan terbangun,” imbuhnya.

Dia melanjutkan, setelah respek terbangun, hubungan antara Indonesia dengan negara-negara Pasifik itu akan menemukan mutual respek. “Akhirnya mereka juga akan memberikan penghormatan yang tinggi kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan memberikan komitmennya untuk terus menjaga keutuhan NKRI,” pungkasnya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0898 seconds (0.1#10.140)