Parpol Diimbau Tak Usung Kepala Daerah Bermasalah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai politik (Parpol) diimbau harus selektif dalam memilih calon kepala daerah yang bakal diusung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Pengamat Politik Adi Prayitno menyarankan Parpol tidak memilih calon kepala daerah yang berstatus tersangka korupsi.
(Baca juga: Update Corona: 151.498 Positif, 105.198 Sembuh dan Meninggal 6.594 Orang)
"Partai mestinya sekalipun ingin menang dalam Pilkada, harus pilih-pilih dan selektif mencalonkan pemimpin. Partai harus jadi tauladan, di mana calon yang diusung itu tidak bermasalah," ujar Adi saat dihubungi wartawan, Sabtu (22/8/2020).
(Baca juga: Megawati Minta Cakada Tiru Jokowi, Tidak Angkuh dan Turun ke Rakyat)
Menurut dia, calon kepala daerah yang berstatus tersangka adalah preseden buruk bagi demokrasi. Padahal, lanjut dia, masih banyak sosok yang layak untuk dipilih menjadi calon kepala daerah.
"Begini ceritanya kan jadi preseden yang buruk bagi demokrasi kita, sayang kan kaya enggak ada orang lain," ujarnya. (Baca juga: Gaya Jokowi Keliling Kebun Raya Bogor Naik "Soekarno-Hatta")
Adi membenarkan regulasi tidak melarang tersangka menjadi calon kepala daerah. Akan tetapi, dia berpendapat bahwa calon kepala daerah berstatus tersangka tidak baik secara moril.
"Agak aneh memang kalau ada Undang-undang memperbolehkan orang berstatus tersangka maju menjadi kepala daerah. Gimana marwah politik kepala daerah kalau dipimpin oleh seorang tersangka kan begitu. Makanya harus kembali lagi pada UU itu," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, masyarakat bakal memberikan pandangan negatif kepada Parpol yang mengusung atau mendukung calon kepala daerah yang masih berstatus tersangka. "Secara etik demokratik agak kurang elok. Karena ada calon yang sedang bermasalah sedang berproses di hukum dimajukan sebagai calon kepala daerah," imbuhnya.
Sekadar diketahui, sebanyak 270 daerah bakal menggelar Pilkada Desember 2020. Namun, sejumlah calon yang diusung partai politik diduga masih bermasalah, seperti di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).
Pasangan Petahana Bupati OKU, yakni Kuryana Azis dan Wakil Bupati Johan Anuar maju kembali di Pilkada OKU 2020. Pasangan itu telah mengantongi tiket rekomendasi dari PPP dan Gerindra.
Adapun Johan Anuar diketahui sempat tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan lahan kuburan di OKU yang bersumber dari APBD sebesar Rp6,1 Miliar. Johan sempat menang praperadilan usai ditetapkan polisi sebagai tersangka pada tahun 2018.
Kemudian, Johan kembali ditetapkan tersangka pada kasus serupa pada awal Desember 2019. Akan tetapi, gugatan praperadilan yang kembali diajukan Johan ditolak oleh pengadilan. Kini, Johan dibebaskan dari sel sejak 12 Mei karena masa penahanan habis.
Dalam kasus Johan, KPK diketahui telah melakukan supervisi dengan Polda Sumatera Selatan (Sumsel) yang menangani kasus itu. KPK pun sudah mengantongi berkas perkara, barang bukti, dan dokumen pendukung lainnya.
Terkait status Johan, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Sumatera Selatan (Sumsel) menyatakan tetap akan mengusung. Gerindra tak mempermasalahkan status Johan Anuar yang saat ini menjadi tersangka di Polda Sumsel. DPD Gerindra saat ini hanya tinggal menunggu DPP mengeluarkan Surat Keputusan (SK).
(Baca juga: Update Corona: 151.498 Positif, 105.198 Sembuh dan Meninggal 6.594 Orang)
"Partai mestinya sekalipun ingin menang dalam Pilkada, harus pilih-pilih dan selektif mencalonkan pemimpin. Partai harus jadi tauladan, di mana calon yang diusung itu tidak bermasalah," ujar Adi saat dihubungi wartawan, Sabtu (22/8/2020).
(Baca juga: Megawati Minta Cakada Tiru Jokowi, Tidak Angkuh dan Turun ke Rakyat)
Menurut dia, calon kepala daerah yang berstatus tersangka adalah preseden buruk bagi demokrasi. Padahal, lanjut dia, masih banyak sosok yang layak untuk dipilih menjadi calon kepala daerah.
"Begini ceritanya kan jadi preseden yang buruk bagi demokrasi kita, sayang kan kaya enggak ada orang lain," ujarnya. (Baca juga: Gaya Jokowi Keliling Kebun Raya Bogor Naik "Soekarno-Hatta")
Adi membenarkan regulasi tidak melarang tersangka menjadi calon kepala daerah. Akan tetapi, dia berpendapat bahwa calon kepala daerah berstatus tersangka tidak baik secara moril.
"Agak aneh memang kalau ada Undang-undang memperbolehkan orang berstatus tersangka maju menjadi kepala daerah. Gimana marwah politik kepala daerah kalau dipimpin oleh seorang tersangka kan begitu. Makanya harus kembali lagi pada UU itu," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, masyarakat bakal memberikan pandangan negatif kepada Parpol yang mengusung atau mendukung calon kepala daerah yang masih berstatus tersangka. "Secara etik demokratik agak kurang elok. Karena ada calon yang sedang bermasalah sedang berproses di hukum dimajukan sebagai calon kepala daerah," imbuhnya.
Sekadar diketahui, sebanyak 270 daerah bakal menggelar Pilkada Desember 2020. Namun, sejumlah calon yang diusung partai politik diduga masih bermasalah, seperti di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).
Pasangan Petahana Bupati OKU, yakni Kuryana Azis dan Wakil Bupati Johan Anuar maju kembali di Pilkada OKU 2020. Pasangan itu telah mengantongi tiket rekomendasi dari PPP dan Gerindra.
Adapun Johan Anuar diketahui sempat tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan lahan kuburan di OKU yang bersumber dari APBD sebesar Rp6,1 Miliar. Johan sempat menang praperadilan usai ditetapkan polisi sebagai tersangka pada tahun 2018.
Kemudian, Johan kembali ditetapkan tersangka pada kasus serupa pada awal Desember 2019. Akan tetapi, gugatan praperadilan yang kembali diajukan Johan ditolak oleh pengadilan. Kini, Johan dibebaskan dari sel sejak 12 Mei karena masa penahanan habis.
Dalam kasus Johan, KPK diketahui telah melakukan supervisi dengan Polda Sumatera Selatan (Sumsel) yang menangani kasus itu. KPK pun sudah mengantongi berkas perkara, barang bukti, dan dokumen pendukung lainnya.
Terkait status Johan, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Sumatera Selatan (Sumsel) menyatakan tetap akan mengusung. Gerindra tak mempermasalahkan status Johan Anuar yang saat ini menjadi tersangka di Polda Sumsel. DPD Gerindra saat ini hanya tinggal menunggu DPP mengeluarkan Surat Keputusan (SK).
(maf)