Marak Kekerasan Seksual, Masyarakat Kompak Bikin Petisi
A
A
A
JAKARTA - Petisi Change.org yang diinisiasi Dewi Mardianti. Berjudul 'Banyak Kasus Pelecehan, Pemerintah Bekukan Izin Operasi Grab!', pada pukul 16.40 WIB kemarin, telah didukung 2.131 orang.
Pada petisi digital tersebut juga dilampirkan daftar panjang kejadian pelecehan penumpang perempuan oleh pengemudi Grab. Tercatat, secara kronologis, pada 2017 terdapat peristiwa ancaman perkosaan kepada penumpang ang membatalkan pesanan Grab.
Kemudian pascakejadian Maret 2017 tersebut, pada Mei terjadi peristiwa di mana pengemudi Grab kesal kepada penumpang yang menggunakan bayar promo. Saat itu, pengemudi membalas via pesan aplikasi Whatsapp berbunyi "Bagaimana Anda kami bayar promo dengan melayani kami?"
Melalui siaran pers, Kamis (16/5/2019), setidaknya pada 2017, tercatat 5 peristiwa pelecehan dari pengemudi Grab. Ternyata, kejadian serupa juga berlanjut pada tahun lalu, hingga terhitung sebanyak 8 kejadian pelecehan kepada perempuan dari awak Grab.
Pada Januari 2019, peristiwa memalukan itupun menimpa anak di bawah umur. Dalam petisi dilampirkan, sumber berita terkait peristiwa pencabulan tersebut. Petisi memuat kekecewaan penanganan dari pihak Grab terhadap pengulangan kejadian pelecehan seksual.
Petisi itupun mengecam upaya yang dilakukan Grab dalam menangani kasus yang melibatkan pengemudi, dengan menggelar mediasi terhadap penumpang korban pelecehan.
Di sisi lain, tuntutan petisi tidak main-main. "Cabut izin operasi Grab di Indonesia, yang telah secara gamblang memang hanya bertujuan cari uang saja di sini tanpa menghormati aturan hukum dan etika yang berlaku di Indonesia." begitu bunyi tuntutan petisi yang terus bergulir tersebut.
Peristiwa yang seringkali menimpa penumpang Grab itupun dibenarkan Komisi Nasional untuk Perempuan (Komnas Perempuan). Menurut Pengampu Komnas Perempuan Imam Nakha'i, sejauh ini perlindungan konsumen dari aplikator lemah.
Dia mengutarakan selama ini, aplikator tidak melakukan perubahan secara menyeluruh untuk meningkatkan perlindungan konsumen perempuan. "Jika terjadi pelecehan, terhadap pelaku, hanya dikeluarkan saja akunnya. Selebihnya korban yang menanggung," tegasnya.
Imam mengungkapkan, sebenarnya kejadian seperti yang menimpa penumpang perempuan dari Grab, bisa dicegah. Pasalnya, kejadian serupa bukan pertama kali muncul.
"Dari Komnas Perempuan, kami mendorong aplikator juga membenahi sistem penerimaan pengemudi mitra. Harus mereka awasi, kaji, dan evaluasi siapa calon pengemudi, rekam jejak seperti apa," ungkapnya.
Di sisi lain, Imam melanjutkan tindakan pelecehan juga bersumber dari paradigma pelaku yang salah. "Relasi kekuasaan, dominasi, yang ada di kepala pelaku juga harus dibenahi," tegas Imam.
Untuk mengikis potensi tindakan kekerasan seksual, Imam menegaskan Komnas Perempuan telah menggandeng Grab. Saat ini, terdapat program kerjasama untuk menanggulangi potensi kejadian serupa, antara lain pelatihan dan kampanye anti kekerasan seksual bagi pengemudi juga penumpang.
"Untuk korban, sudah ada kerja sama dengan Yayasan Pulih," tukas Imam.
Pada petisi digital tersebut juga dilampirkan daftar panjang kejadian pelecehan penumpang perempuan oleh pengemudi Grab. Tercatat, secara kronologis, pada 2017 terdapat peristiwa ancaman perkosaan kepada penumpang ang membatalkan pesanan Grab.
Kemudian pascakejadian Maret 2017 tersebut, pada Mei terjadi peristiwa di mana pengemudi Grab kesal kepada penumpang yang menggunakan bayar promo. Saat itu, pengemudi membalas via pesan aplikasi Whatsapp berbunyi "Bagaimana Anda kami bayar promo dengan melayani kami?"
Melalui siaran pers, Kamis (16/5/2019), setidaknya pada 2017, tercatat 5 peristiwa pelecehan dari pengemudi Grab. Ternyata, kejadian serupa juga berlanjut pada tahun lalu, hingga terhitung sebanyak 8 kejadian pelecehan kepada perempuan dari awak Grab.
Pada Januari 2019, peristiwa memalukan itupun menimpa anak di bawah umur. Dalam petisi dilampirkan, sumber berita terkait peristiwa pencabulan tersebut. Petisi memuat kekecewaan penanganan dari pihak Grab terhadap pengulangan kejadian pelecehan seksual.
Petisi itupun mengecam upaya yang dilakukan Grab dalam menangani kasus yang melibatkan pengemudi, dengan menggelar mediasi terhadap penumpang korban pelecehan.
Di sisi lain, tuntutan petisi tidak main-main. "Cabut izin operasi Grab di Indonesia, yang telah secara gamblang memang hanya bertujuan cari uang saja di sini tanpa menghormati aturan hukum dan etika yang berlaku di Indonesia." begitu bunyi tuntutan petisi yang terus bergulir tersebut.
Peristiwa yang seringkali menimpa penumpang Grab itupun dibenarkan Komisi Nasional untuk Perempuan (Komnas Perempuan). Menurut Pengampu Komnas Perempuan Imam Nakha'i, sejauh ini perlindungan konsumen dari aplikator lemah.
Dia mengutarakan selama ini, aplikator tidak melakukan perubahan secara menyeluruh untuk meningkatkan perlindungan konsumen perempuan. "Jika terjadi pelecehan, terhadap pelaku, hanya dikeluarkan saja akunnya. Selebihnya korban yang menanggung," tegasnya.
Imam mengungkapkan, sebenarnya kejadian seperti yang menimpa penumpang perempuan dari Grab, bisa dicegah. Pasalnya, kejadian serupa bukan pertama kali muncul.
"Dari Komnas Perempuan, kami mendorong aplikator juga membenahi sistem penerimaan pengemudi mitra. Harus mereka awasi, kaji, dan evaluasi siapa calon pengemudi, rekam jejak seperti apa," ungkapnya.
Di sisi lain, Imam melanjutkan tindakan pelecehan juga bersumber dari paradigma pelaku yang salah. "Relasi kekuasaan, dominasi, yang ada di kepala pelaku juga harus dibenahi," tegas Imam.
Untuk mengikis potensi tindakan kekerasan seksual, Imam menegaskan Komnas Perempuan telah menggandeng Grab. Saat ini, terdapat program kerjasama untuk menanggulangi potensi kejadian serupa, antara lain pelatihan dan kampanye anti kekerasan seksual bagi pengemudi juga penumpang.
"Untuk korban, sudah ada kerja sama dengan Yayasan Pulih," tukas Imam.
(maf)