FGD Mahasiswa, Tangkal Radikalisme untuk Masa Depan Anak Cucu

Kamis, 21 Maret 2019 - 15:56 WIB
FGD Mahasiswa, Tangkal Radikalisme untuk Masa Depan Anak Cucu
FGD Mahasiswa, Tangkal Radikalisme untuk Masa Depan Anak Cucu
A A A
ANYER - Gerakan radikalisme harus ditangkal masyarakat, terutama kalangan pemuda sebagai generasi bangsa. Disinyalir sebagian kelompok menjadikan narasi dan doktrin radikalisme untuk kepentingan politik dan kepentingan ekonomi.

Pernyataan itu mencuat saat kegiatan focus group discussion (FGD) sejumlah elemen mahasiswa. Hadir dalam acara tersebut elemen Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) di Anyer, Kabupaten Serang, Banten, Rabu (20/3/2019)-Kamis (21/3/2019).

Hadir pada kegiatan itu pemantik diskusi antara lain, Aktifis Literasi, Abdul Malik Mughni, Akademisi Untirta Banten, Ikhsan Ahmad, Koordinator Jaringan Rakyat untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP), Nana Subana dan ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Banten.

Pegiat Literasi, Malik Mughni mengatakan, dampak dari pemahaman yang salah soal ideologi agama, telah menyebabkan peristiwa kericuhan di beberapa wilayah di Indonesia. Sebagian pakar sosial, menurut dia, sudah memprediksi meningkatnya radikalisme dan terorisme di dunia, seperti yang diulas dalam teori ilmuwan politik, Samuel P Huntington.

"Radikalisme menurut Huntington, adalah bagian dari skema benturan peradaban atau clash of civilization," kata Malik dihadapan mahasiswa.

Ia menegaskan, ada kelompok tertentu yang memupuk radikalisme di Indonesia. Tujuannyauntuk kepentingan politik dan ekonomi semata.

"Sampai kapan pun pemuda harus peduli dengan masalah ini. Sebab dalam setiap periode sejarah peradaban, selalu ada kelompok yang menunggangi sentimen agama, suku dan ras, untuk memprovokasi massa agar bertindak anarki dan melakukan pemberontakan sehingga terjadi ketidak stabilan dalam kehidupan berbangsa," tuturnya.

Agama tidak diajarkan sebagai nilai perdamaian. Tetapi dijadikan alat untuk menggelorakan kebencian dan amarah terhadap pemerintah atau pihak-pihak lain yang bersebrangan.

Ia pun mengajak generasi muda untuk menjaga ideologi negara agar tidak pupus oleh masifnya radikalisme. Menurut dia, usaha itu bukan untuk generasi muda saat ini tetapi untuk anak cucu generasi sekrang puluhan tahun mendatang.

"Yang harus diwaspadai, brainwash dan doktrin radikalisme ini banyak yang ditanamkan ke para pelajar, bahkan ke anak-anak usia dini di TK atau preschool tertentu. Jika kelompok ini dibiarkan, generasi mendatang di negeri ini, bisa didominasi oleh kelompok radikal. Kalau sudah begitu, mudah menyulut emosi mereka untuk melakukan anarkisme hingga tindakan terorisme," imbuhnya.

Koordinator JRDP, Nana Subana mengatakan masyarakat Indonesia harus banyak bersyukur. Dibandingkan dengan negara lain Indonesia sudah sangat demokratis.

"Kedewasaan berdemokrasi oleh rakyat sudah semakin dewasa. Bisa di cek, meski saat Pemilu situasi di masyarakat panas tetapi tidak pernah ada kericuhan akibat Pemilu," tuturnya

Ia mengungkapkan, komitmen kebangsaan, kebhinekaan dan menjaga persatuan di kalangan generasi muda, perlu juga dibuktikan dengan menyukseskan pemilu. "Mengawal dan menjaga pemilu yang aman, lancar dan bersih dari kecurangan, adalah bagian dari ikhtiar menjaga keutuhan dan membuktikan kedewasaan berdemokrasi bangsa ini," ujarnya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8556 seconds (0.1#10.140)