Otonomi Khusus Dinilai Bawa Kemajuan bagi Perempuan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Otonomi khusus (Otsus) yang dilakukan pemerintah dinilai memberikan sejumlah kemajuan, salah satunya bagi kaum perempuan. Hal ini dikatakan akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen), Jayapura, Papua, Daniel Wamsiwor.
Daniel menyoroti peran perempuan Papua yang mengalami kemajuan di era otsus. "Sebelum otsus, perempuan di Papua dianggap sebagai kaum lemah dan terpinggirkan dalam berbagai hal," kata Daniel Womsiwor, Rabu (22/5/2024).
Menurut Wamsiwor, perempuan Papua berada dalam kesetaraan gender. Atau dalam istilah daerah bahasa Biak disebut komnis. Di mana kaum perempuan semakin dipandang setara atau sama dengan kaum laki-laki. Tanpa diskriminasi berdasarkan identitas gender.
"Perempuan sejatinya secara kodrat tercipta oleh Tuhan sebagai penolong laki-laki bukan pembantu. Dan konsep kesetaraan gender mulai menggema saat berjalannya otsus. Yang kemudian muncullah perempuan-perempuan tangguh yang ikut berperan dalam menjalankan otsus di tanah Papua," ujarnya.
Di kesempatan lain, Kepala Bidang Pengarusutamaan Gender Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Papua, Adeltje Pekade membeberkan langkah dan upaya pihaknya mengarusutamakan kesetaraan gender.
Menurut Adeltje, pihaknya menekankan penguatan pada aspek sosialisasi dan advokasi. Dua langkah ini menurutnya, harus terus digalakkan agar perempuan di tanah Papua semakin banyak yang berkiprah di berbagai sektor.
"Untuk pemberdayaan perempuan, kami terus memberikan dukungan, advokasi, komunikasi Informasi, dan edukasi melalui kelompok atau organisasi setempat," ucap Adeltje.
Misalnya di bidang politik hukum dan ekonomi, Adeltje mengemukakan, setiap tahunnya, bersama instansi terkait menjalankan program penguatan perempuan untuk terus mewujudkan kesetaraan gender di Papua.
Namun Adeltje menyebut, terdapat kendala dalam menjalankan programnya itu. Terutama masalah koordinasi antar instansi yang selalu harus ditingkatkan.
Tujuannya adalah, agar semua pihak memiliki komitmen yang sama demi memberi kesempatan bagi perempuan Papua berkiprah di segala bidang.
Adeltje menilai, pemerintah sudah mengapresiasi luar biasa bagi perempuan-perempuan Papua berkiprah dan menempati posisi strategis. Hal itu dapat membantu menyuarakan aspirasi kaum perempuan.
"Jadi, kami berharap akan ada lagi perempuan-perempuan Papua lainnya berkiprah agar dapat menyuarakan aspirasi perempuan sehingga bisa memberikan informasi ke berbagai pihak bagaimana kondisi perempuan dan anak serta bisa menjadi kebijakan ke depan," tutupnya.
Daniel menyoroti peran perempuan Papua yang mengalami kemajuan di era otsus. "Sebelum otsus, perempuan di Papua dianggap sebagai kaum lemah dan terpinggirkan dalam berbagai hal," kata Daniel Womsiwor, Rabu (22/5/2024).
Menurut Wamsiwor, perempuan Papua berada dalam kesetaraan gender. Atau dalam istilah daerah bahasa Biak disebut komnis. Di mana kaum perempuan semakin dipandang setara atau sama dengan kaum laki-laki. Tanpa diskriminasi berdasarkan identitas gender.
"Perempuan sejatinya secara kodrat tercipta oleh Tuhan sebagai penolong laki-laki bukan pembantu. Dan konsep kesetaraan gender mulai menggema saat berjalannya otsus. Yang kemudian muncullah perempuan-perempuan tangguh yang ikut berperan dalam menjalankan otsus di tanah Papua," ujarnya.
Di kesempatan lain, Kepala Bidang Pengarusutamaan Gender Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Papua, Adeltje Pekade membeberkan langkah dan upaya pihaknya mengarusutamakan kesetaraan gender.
Menurut Adeltje, pihaknya menekankan penguatan pada aspek sosialisasi dan advokasi. Dua langkah ini menurutnya, harus terus digalakkan agar perempuan di tanah Papua semakin banyak yang berkiprah di berbagai sektor.
"Untuk pemberdayaan perempuan, kami terus memberikan dukungan, advokasi, komunikasi Informasi, dan edukasi melalui kelompok atau organisasi setempat," ucap Adeltje.
Misalnya di bidang politik hukum dan ekonomi, Adeltje mengemukakan, setiap tahunnya, bersama instansi terkait menjalankan program penguatan perempuan untuk terus mewujudkan kesetaraan gender di Papua.
Namun Adeltje menyebut, terdapat kendala dalam menjalankan programnya itu. Terutama masalah koordinasi antar instansi yang selalu harus ditingkatkan.
Tujuannya adalah, agar semua pihak memiliki komitmen yang sama demi memberi kesempatan bagi perempuan Papua berkiprah di segala bidang.
Adeltje menilai, pemerintah sudah mengapresiasi luar biasa bagi perempuan-perempuan Papua berkiprah dan menempati posisi strategis. Hal itu dapat membantu menyuarakan aspirasi kaum perempuan.
"Jadi, kami berharap akan ada lagi perempuan-perempuan Papua lainnya berkiprah agar dapat menyuarakan aspirasi perempuan sehingga bisa memberikan informasi ke berbagai pihak bagaimana kondisi perempuan dan anak serta bisa menjadi kebijakan ke depan," tutupnya.
(maf)