Kementan Diharapkan Bisa Perhatikan Soal Kebijakan RIPH
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan mengenai Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) Kementerian Pertanian (Kementan) telah membuat harga bawang putih kembali meroket di sejumlah daerah.
Pedagang Bawang Putih di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur, Kroirul membenarkan telah terjadi kenaikan yang signifikan terhadap harga kebutuhan pokok bawang putih.
Menurutnya, harga bawang putih saat ini telah mencapai Rp25.000 per kilogram untuk jenis kating sejak Sabtu 2 Februari 2019. "Harganya naik jadi Rp25.000 sejak Sabtu (2/2/2019) kemarin. Kalau ke konsumen, harganya bisa lebih dari itu," tuturnya, Minggu (10/2/2019).
Dia berpandangan, kenaikan harga bawang putih itu terjadi akibat adanya kebijakan wajib tanam pada beleid RIPH Kementerian Pertanian. Padahal menurut Khoirul, kebijakan wajib tanam bukan solusi terbaik karena akan membuat harga hortikultura semakin meroket.
"Menurut pengalaman saya, menanam tidak menjadi jalan keluar, kita tidak punya bibit, biaya pupuk mahal, obat juga gak kalah mahal dan belum lagi iklim di Indonesia," katanya.
Khoirul meyakini kenaikan harga bawang putih intu, akan berimbas tidak hanya kepada penjual tetapi juga kepada konsumen. "Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat, karena rakyat kita yang konsumsi di dapur,” ujarnya.
Sementara, Dewan Pertimbangan Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat) Syaiful Bahari memberikan solusi terkait kenaikan harga bawang putih tersebut. Dia berpandangan, Kementerian Pertanian harus mengambil sikap terhadap gugatan Amerika Serikat dan New Zealand di WTO.
Gugatan itu terkait Pasal yang dimuat di Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 24 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2018 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Permentan Nomor 23 Tahun 2018 serta Permendag Nomor 65 tentang hewan dan produk hewan, yang didalamnya mengenai khusus soal wajib tanam bawang putih.
"Jika gugatan ini didiamkan atau digantungkan terus maka bagaimana dengan nasib para pengusaha dan kelompok tani yang sudah melakukan wajib tanam. Dana yang sudah digulirkan untuk wajib tanam tidak sedikit. Jika RIPH tidak dikeluarkan yang bakal rugi adalah pengusaha dan kelompok tani," tegasnya.
Syaiful juga memprediksi jika pemerintah tidak cepat mengambil sikap terkait RIPH tersebut, kelangkaan dan kenaikan harga bawang putih akan terjadi pada sejumlah daerah di Indonesia.
"Sekarang ini aja harga bawang putih baik di tingkat importir, distributor dan eceran sudah naik. Jangan sampai pengusaha lagi yang dipersalahkan atau dituduh sebagai mafia pangan, yang jelas karena regulasinya sendiri yang justru membuat harga bawang putih makin naik," katanya.
Selain itu, Syaiful menjelaskan, jika pemerintah lebih memilih menyerahkan masalah kenaikan harga bawang putih itu kepada Bulog agar melakukan operasi pasar, maka hal tersebut akan menciptakan ketidakadilan.
"Mengapa jadi tidak adil, karena swasta untuk dapat RIPH dan SPI diharuskan wajib tanam. Sementara itu BUMN tidak wajib tanam. Ingat, BUMN itu bukan segala-galanya untuk menjalankan ekonomi negara. Pihak swasta juga harus diperlakukan dengan adil agar ekonomi Indonesia maju," katanya.
Pedagang Bawang Putih di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur, Kroirul membenarkan telah terjadi kenaikan yang signifikan terhadap harga kebutuhan pokok bawang putih.
Menurutnya, harga bawang putih saat ini telah mencapai Rp25.000 per kilogram untuk jenis kating sejak Sabtu 2 Februari 2019. "Harganya naik jadi Rp25.000 sejak Sabtu (2/2/2019) kemarin. Kalau ke konsumen, harganya bisa lebih dari itu," tuturnya, Minggu (10/2/2019).
Dia berpandangan, kenaikan harga bawang putih itu terjadi akibat adanya kebijakan wajib tanam pada beleid RIPH Kementerian Pertanian. Padahal menurut Khoirul, kebijakan wajib tanam bukan solusi terbaik karena akan membuat harga hortikultura semakin meroket.
"Menurut pengalaman saya, menanam tidak menjadi jalan keluar, kita tidak punya bibit, biaya pupuk mahal, obat juga gak kalah mahal dan belum lagi iklim di Indonesia," katanya.
Khoirul meyakini kenaikan harga bawang putih intu, akan berimbas tidak hanya kepada penjual tetapi juga kepada konsumen. "Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat, karena rakyat kita yang konsumsi di dapur,” ujarnya.
Sementara, Dewan Pertimbangan Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat) Syaiful Bahari memberikan solusi terkait kenaikan harga bawang putih tersebut. Dia berpandangan, Kementerian Pertanian harus mengambil sikap terhadap gugatan Amerika Serikat dan New Zealand di WTO.
Gugatan itu terkait Pasal yang dimuat di Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 24 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64 Tahun 2018 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Permentan Nomor 23 Tahun 2018 serta Permendag Nomor 65 tentang hewan dan produk hewan, yang didalamnya mengenai khusus soal wajib tanam bawang putih.
"Jika gugatan ini didiamkan atau digantungkan terus maka bagaimana dengan nasib para pengusaha dan kelompok tani yang sudah melakukan wajib tanam. Dana yang sudah digulirkan untuk wajib tanam tidak sedikit. Jika RIPH tidak dikeluarkan yang bakal rugi adalah pengusaha dan kelompok tani," tegasnya.
Syaiful juga memprediksi jika pemerintah tidak cepat mengambil sikap terkait RIPH tersebut, kelangkaan dan kenaikan harga bawang putih akan terjadi pada sejumlah daerah di Indonesia.
"Sekarang ini aja harga bawang putih baik di tingkat importir, distributor dan eceran sudah naik. Jangan sampai pengusaha lagi yang dipersalahkan atau dituduh sebagai mafia pangan, yang jelas karena regulasinya sendiri yang justru membuat harga bawang putih makin naik," katanya.
Selain itu, Syaiful menjelaskan, jika pemerintah lebih memilih menyerahkan masalah kenaikan harga bawang putih itu kepada Bulog agar melakukan operasi pasar, maka hal tersebut akan menciptakan ketidakadilan.
"Mengapa jadi tidak adil, karena swasta untuk dapat RIPH dan SPI diharuskan wajib tanam. Sementara itu BUMN tidak wajib tanam. Ingat, BUMN itu bukan segala-galanya untuk menjalankan ekonomi negara. Pihak swasta juga harus diperlakukan dengan adil agar ekonomi Indonesia maju," katanya.
(maf)