Moderator Debat Capres-Cawapres Harus Kuasai Materi dan Luwes
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan enam nama calon moderator debat calon presden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Pilpres 2019 mendatang. Enam moderator itu berasal dari kalangan jurnalis dan praktisi media seperti Alfito Deannova, Bayu Sutiyono, Ira Koesno, Najwa Shihab, Prabu Revolusi dan Tommy Tjokro.
Lantas sosok seperti apa yang sebaiknya dipilih untuk menjadi moderator debat pilpres yang akan disiarkan secara live televisi nasional? Pengamat komunikasi politik dari London School of Public Relations (LSPR) Arif Susanto mengatakan, berkaca pada debat Pilkada DKI 2016 lalu, ada dua hal yang patut dikritisi.
Pertama, ada moderator yang pembawaannya terlalu kaku. Dia bisa terlibat secara baik dengan kandidat, tapi tidak cukup bisa melibatkan audiens. "Seharusnya kan dua-duanya, bisa angage dengan kandidat dan audiens. Kedua, ada moderator yang terlalu cair bisa menyatu sama audiens, tapi kemudian kehilangan substansi perdebatan karena terlalu asyik membangun keterlibatan dengan audiens," ujar Arif di Jakarta, Kamis (27/12).
Menurut Arif Sutanto yang juga analis politik dari lembaga Exposit Strategic Politica, seorang moderator debat harus bisa menyeimbangkan penguasaan materi secara substansial bukan hanya bertanya, tapi bisa mengeksplorasi pemikiran-pemikiran para kandidat tidak hanya secara tekstual. Dan di sisi lain juga harus mampu melibatkan audiens. “Tantantgan debat capres 2019 bagaimana media tidak hanya dilibatkan dalam menyiarkan saja, sementara audiens juga bukan hanya dilibatkan sebagai audiens saja,” katanya.
Sementara untuk menghindari adanya pemihakan seorang moderator terhadap kandidat yang bertarung, Arif mengatakan bahwa pemihakan adalah sesuatu yang manusiawi. Karena itu, hal penting adalah bagaimana KPU bisa memberi aturan yang tegas mana yang boleh dan tidak boleh. “Saya kira moderator harus bersikap profesional. Tapi jangan sampai juga aturan yang ditetapkan KPU itu membelenggu moderator,” paparnya.
Arif menekankan pentingnya penguasaan materi debat oleh seorang moderator. “Seorang moderator di acara talkshow tambil bagus belum tentu bisa tampil bagus di debat presiden. Karena itu, mestinya KPU juga harus bisa membuat semacam simulasi awal sebelum sampai pada debat yang sesungguhnya,” paparnya.
Lantas sosok seperti apa yang sebaiknya dipilih untuk menjadi moderator debat pilpres yang akan disiarkan secara live televisi nasional? Pengamat komunikasi politik dari London School of Public Relations (LSPR) Arif Susanto mengatakan, berkaca pada debat Pilkada DKI 2016 lalu, ada dua hal yang patut dikritisi.
Pertama, ada moderator yang pembawaannya terlalu kaku. Dia bisa terlibat secara baik dengan kandidat, tapi tidak cukup bisa melibatkan audiens. "Seharusnya kan dua-duanya, bisa angage dengan kandidat dan audiens. Kedua, ada moderator yang terlalu cair bisa menyatu sama audiens, tapi kemudian kehilangan substansi perdebatan karena terlalu asyik membangun keterlibatan dengan audiens," ujar Arif di Jakarta, Kamis (27/12).
Menurut Arif Sutanto yang juga analis politik dari lembaga Exposit Strategic Politica, seorang moderator debat harus bisa menyeimbangkan penguasaan materi secara substansial bukan hanya bertanya, tapi bisa mengeksplorasi pemikiran-pemikiran para kandidat tidak hanya secara tekstual. Dan di sisi lain juga harus mampu melibatkan audiens. “Tantantgan debat capres 2019 bagaimana media tidak hanya dilibatkan dalam menyiarkan saja, sementara audiens juga bukan hanya dilibatkan sebagai audiens saja,” katanya.
Sementara untuk menghindari adanya pemihakan seorang moderator terhadap kandidat yang bertarung, Arif mengatakan bahwa pemihakan adalah sesuatu yang manusiawi. Karena itu, hal penting adalah bagaimana KPU bisa memberi aturan yang tegas mana yang boleh dan tidak boleh. “Saya kira moderator harus bersikap profesional. Tapi jangan sampai juga aturan yang ditetapkan KPU itu membelenggu moderator,” paparnya.
Arif menekankan pentingnya penguasaan materi debat oleh seorang moderator. “Seorang moderator di acara talkshow tambil bagus belum tentu bisa tampil bagus di debat presiden. Karena itu, mestinya KPU juga harus bisa membuat semacam simulasi awal sebelum sampai pada debat yang sesungguhnya,” paparnya.
(pur)