PDIP Harus Beroposisi
loading...
A
A
A
S Edi Hardum
Doktor Ilmu Hukum, Dosen FH Universitas Tama Jagakarsa Jakarta
PEMILU 2024 telah dilaksanakan dan saat ini tinggal menunggu hasil rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Berdasarkan data sementara sampai 4 Maret 2024, paslon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies-Muhaimin meraih 24,49%; paslon nomor urut 2 Prabowo-Gibran 58,83%; dan paslon nomor urut 3 Ganjar-Mahfud 16,68%. Sedangkan untuk partai politik (parpol), untuk sementara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meraih suara teratas, diikuti Partai Golkar, Partai Gerindra, dan seterusnya.
Untuk calon anggota legislatif DPR dan DPD saat ini sudah bisa memastikan diri lolos atau tidak. Caleg DPRD Kota/Kabupaten dan Provinsi juga demikian. Berdasarkan hasil sementara pemilu tersebut, maka ada yang sedih dan ada yang gembira. Yang menang pasti bergembira. Sebaliknya, yang kalah pasti sedih, bahkan yang mengerikan adalah menyalahkan pihak lain atas kekalahan yang didapat.
Keberadaan DPR penting dalam negara demokrasi. Keberadaan DPR, selain DPD, merupakan satu dari empat pilar kekuatan dalam negara demokrasi, selain eksekutif, yudikatif, dan pers. Namun, dengan adanya industry 4.0 (digitalisasi) saat ini, maka media sosial merupakan kekuatan kelima dalam negara demokrasi.
Tiga fungsi DPR sebagaimana diatur dalam pasal 20A ayat 1 UUD 1945 legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang yakni menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas), menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU), membahas RUU yang diusulkan oleh presiden ataupun DPD, menetapkan UU bersama dengan Presiden. Selanjutnya, menyetujui atau tidak menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perrpu) yang diajukan Presiden untuk ditetapkan menjadi UU, menerima RUU yang diajukan oleh DPD terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Untuk fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN yang diajukan presiden, memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama. Selanjutnya menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara.
Dalam fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah. Selain itu, membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama.
Selama 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pengawasan DPR masih terlihat karena jumlah kursi DPR dari PDIP yang oposisi di DPR banyak. Namun, dalam sembilan tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ini, fungsi pengawasan DPR hampir tidak terlihat. Bahkan, selama ini, faktanya semua anggota DPR dari parpol pengusung presiden, termasuk PDIP di dalamnya, tahu diri untuk tidak vokal terhadap presiden dan menteri-menterinya.
Bahkan, faktanya juga, hampir semua anggota DPR dari parpol pengusung Presiden Jokowi, seiya sekata dengan presiden merevisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuat dan mengesahkan UU Cipta Kerja. Revisi dan pembuatan dua UU tersebut mendapat kritikan keras dari masyarakat dan akademisi, namun DPR dan pemerintah 'tutup telinga'. Akibatnya, fungsi KPK dipreteli dan keberadaannya saat ini tidak bertaji lagi. UU Cipta Kerja disahkan sungguh memakan banyak korban, terutama pekerja dan buruh.
Kalau tidak dilakukan gugatan kecurangan di MK, maka KPU langsung melakukan penetapan pemenang Pilpres. Berdasarkan hitung cepat dan rekap KPU sampai 4 Maret 2024, penulis berkeyakinan, pasangan Prabowo-Gibran memenangi Pilres 2024. Terlepas dari keduanya bermasalah, sebagai warga Indonesia yang menganut sistem demokrasi (Pancasila), harus menerimanya. Prabowo diduga menculik 13 aktivis dan karena itu sudah diberhentikan dengan tidak hormat dari militer. Sedangkan Gibran adalah 'anak haram konstitusi' karena pamannya Anwar Usman mengabulkan uji materi UU Pemilu dengan mengabaikan etika, sehingga Gibran bisa menjadi cawapres Prabowo.
Doktor Ilmu Hukum, Dosen FH Universitas Tama Jagakarsa Jakarta
PEMILU 2024 telah dilaksanakan dan saat ini tinggal menunggu hasil rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Berdasarkan data sementara sampai 4 Maret 2024, paslon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies-Muhaimin meraih 24,49%; paslon nomor urut 2 Prabowo-Gibran 58,83%; dan paslon nomor urut 3 Ganjar-Mahfud 16,68%. Sedangkan untuk partai politik (parpol), untuk sementara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meraih suara teratas, diikuti Partai Golkar, Partai Gerindra, dan seterusnya.
Untuk calon anggota legislatif DPR dan DPD saat ini sudah bisa memastikan diri lolos atau tidak. Caleg DPRD Kota/Kabupaten dan Provinsi juga demikian. Berdasarkan hasil sementara pemilu tersebut, maka ada yang sedih dan ada yang gembira. Yang menang pasti bergembira. Sebaliknya, yang kalah pasti sedih, bahkan yang mengerikan adalah menyalahkan pihak lain atas kekalahan yang didapat.
Fungsi DPR
Tulisan ini hanya membahas peran legislatif (DPR) sebagai pengontrol eksekutif. Menjadi anggota DPR merupakan jabatan yang diburu banyak orang. Sebab, selain gengsi karena mempunyai tugas besar dan berat 'membangun negara', anggota DPR juga mendapat gaji dan sejumlah tunjangan yang besar. Belum lagi pendapatan di luar gaji dan tunjangan resmi. Tdak heran banyak anggota DPR yang sudah menjabat lebih dari satu periode hidup berkelimpahan harta. Bisa membangun rumah lebih dari satu, membangun hotel, mempunyai tanah serta kebun puluhan hektare dan sebagainya.Keberadaan DPR penting dalam negara demokrasi. Keberadaan DPR, selain DPD, merupakan satu dari empat pilar kekuatan dalam negara demokrasi, selain eksekutif, yudikatif, dan pers. Namun, dengan adanya industry 4.0 (digitalisasi) saat ini, maka media sosial merupakan kekuatan kelima dalam negara demokrasi.
Tiga fungsi DPR sebagaimana diatur dalam pasal 20A ayat 1 UUD 1945 legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang yakni menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas), menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU), membahas RUU yang diusulkan oleh presiden ataupun DPD, menetapkan UU bersama dengan Presiden. Selanjutnya, menyetujui atau tidak menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perrpu) yang diajukan Presiden untuk ditetapkan menjadi UU, menerima RUU yang diajukan oleh DPD terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Untuk fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN yang diajukan presiden, memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama. Selanjutnya menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara.
Dalam fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah. Selain itu, membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama.
Kendala
Dalam praktik politik di Indonesia selama ini, hampir semua anggota DPR tidak bisa menjalankan fungsinya secara maksimal terutama fungsi pengawasan. Pasalnya, yang mengendalikan anggota DPR adalah ketua atau pimpinan parpol pengusung sang anggota DPR. Ketika seorang anggota DPR mengkritisi presiden atau seorang menteri, dan presiden tidak berkenan, maka presiden tinggal menghubungi ketua parpolnya. Selanjutnya anggota DPR tersebut bisa mendapat teguran bahkan sanksi, seperti dipindahkan dari satu komisi tertentu ke komisi lain.Selama 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pengawasan DPR masih terlihat karena jumlah kursi DPR dari PDIP yang oposisi di DPR banyak. Namun, dalam sembilan tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ini, fungsi pengawasan DPR hampir tidak terlihat. Bahkan, selama ini, faktanya semua anggota DPR dari parpol pengusung presiden, termasuk PDIP di dalamnya, tahu diri untuk tidak vokal terhadap presiden dan menteri-menterinya.
Bahkan, faktanya juga, hampir semua anggota DPR dari parpol pengusung Presiden Jokowi, seiya sekata dengan presiden merevisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuat dan mengesahkan UU Cipta Kerja. Revisi dan pembuatan dua UU tersebut mendapat kritikan keras dari masyarakat dan akademisi, namun DPR dan pemerintah 'tutup telinga'. Akibatnya, fungsi KPK dipreteli dan keberadaannya saat ini tidak bertaji lagi. UU Cipta Kerja disahkan sungguh memakan banyak korban, terutama pekerja dan buruh.
Harapan untuk Pemerintahan Baru
Sampai hari ini, semua masyarakat Indonesia menunggu penetapan resmi KPU siapa pemenang Pilpres 2024. Hampir tiap hari media massa dan media sosial memberitakan dugaan kecurangan pelaksanaan pemilu, terutama Pilpres. Kita berharap jika ada dugaan kecurangan terstruktur, sistematif dan massif (TSM) harus diproses secara hukum di Mahkamah Konstutisi (MK). Hasil putusan MK inilah nantinya menjadi dasar KPU menetapkan pasangan calon Pilres sebagai pemenang.Kalau tidak dilakukan gugatan kecurangan di MK, maka KPU langsung melakukan penetapan pemenang Pilpres. Berdasarkan hitung cepat dan rekap KPU sampai 4 Maret 2024, penulis berkeyakinan, pasangan Prabowo-Gibran memenangi Pilres 2024. Terlepas dari keduanya bermasalah, sebagai warga Indonesia yang menganut sistem demokrasi (Pancasila), harus menerimanya. Prabowo diduga menculik 13 aktivis dan karena itu sudah diberhentikan dengan tidak hormat dari militer. Sedangkan Gibran adalah 'anak haram konstitusi' karena pamannya Anwar Usman mengabulkan uji materi UU Pemilu dengan mengabaikan etika, sehingga Gibran bisa menjadi cawapres Prabowo.