Kampanyekan Gerakan Nasional Literasi Digital, Kemkominfo Gelar Webinar untuk Pelajar di Tangerang
loading...
A
A
A
Menurutnya, dalam menggunakan media digital, anak-anak harus diberi pemahaman sedari dini untuk bisa mawas diri, paham akan budaya Indonesia serta memberi informasi mengenai bahaya cyber bullying.
“Kita harus bisa meningkatkan literasi digital kita untuk mengejar kecerdasan, ingat bahwa ketika kita menggunakan teknologi harus mengutamakan yang namanya etika, sebagai manusia kita harus bisa memanfaatkan teknologi dengan bijak, agar bisa menjadi wadah yang baik di kehidupan kita sendiri dan
orang lain,” ujar Abdullah.
Maraknya kejahatan digital yang kerap terjadi dewasa ini, menjadi keprihatinan Beavola Kusumasari, Sekjen IAPA dan Dosen Senior di Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM. Sebagai narasumber kedua kegiatan webinar, Beavola menyampaikan cara menggunakan media digital dengan aman terutama untuk anak.
Menurut Bealova, digital safety perlu diterapkan sedari dini untuk mencegah tersebarnya informasi pribadi ke pihak tidak bertanggung jawab. Selain itu, juga perlu membangun kebiasaan menggunakan media digital secara aman dengan mengidentifikasi informasi. Pastikan informasi yang diakses berasal dari sumber yang terpercaya dan kredibel, lalu periksa ulang informasi melalui sumber lain untuk mendapatkan validasi.
“Keamanan digital memang agak sedikit ribet, tapi yang sedikit ribet itu yang bisa membuat keamanan kita terjaga. Jangan mudah percaya dengan apa yang kita lihat di media sosial, karena tidak ada yang aman 100% di dunia digital, yang bisa kita lakukan adalah mengurangi resikonya sedapat mungkin. Selalu berfikir kritis, jangan mudah memberi informasi dan menerima informasi dari orang lain,” tutur Beavola.
Sejalan dengan paparan Beavola, Khanza Putri sebagai seorang Key Opinion Leader (KOL) juga menyampaikan urgensi menggunakan teknologi secara bijak, terutama untuk anak. Sebagai narasumber ketiga, Khanza mengingatkan para pengguna media digital untuk tidak malas membaca dan tidak mudah percaya pada informasi yang tidak jelas sumbernya.
Dia mengajak untuk bijak dalam menggunakan teknologi termasuk bersosial media. Pemahaman akan jenis sosial media, seperti Facebook, Instagram dan Youtube perlu disampaikan oleh orang tua, sembari membimbing, mengawasi dan membatasi anak dalam mengakses sosial media yang sesuai dengan usia.
“Kesimpulannya adalah kita dapat mencapai kecakapan digital jika kita tahu dan paham ragam dan perangkat lunak yang menyusun lanskap digital, dengan mengetahui dan memahami kedua lanskap digital ini kita akan bisa lebih paham cara penggunaan teknologi,” tutur Khanza.
Kegiatan webinar juga diisi dengan sesi tanya jawab antara peserta dan pembicara. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan siswi adalah, bagaimana cara agar kita tidak menjadi korban cyber bullying di sosial media.
Pertanyaan ini dijawab oleh Abdullah Hasyim. Menurutnya, pelaku cyber bullying ataupun cyber stalking adalah orang yang tidak beretika dan tidak jujur pada diri sendiri karena seringkali menggunakan akun palsu.
“Kita harus bisa meningkatkan literasi digital kita untuk mengejar kecerdasan, ingat bahwa ketika kita menggunakan teknologi harus mengutamakan yang namanya etika, sebagai manusia kita harus bisa memanfaatkan teknologi dengan bijak, agar bisa menjadi wadah yang baik di kehidupan kita sendiri dan
orang lain,” ujar Abdullah.
Maraknya kejahatan digital yang kerap terjadi dewasa ini, menjadi keprihatinan Beavola Kusumasari, Sekjen IAPA dan Dosen Senior di Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM. Sebagai narasumber kedua kegiatan webinar, Beavola menyampaikan cara menggunakan media digital dengan aman terutama untuk anak.
Menurut Bealova, digital safety perlu diterapkan sedari dini untuk mencegah tersebarnya informasi pribadi ke pihak tidak bertanggung jawab. Selain itu, juga perlu membangun kebiasaan menggunakan media digital secara aman dengan mengidentifikasi informasi. Pastikan informasi yang diakses berasal dari sumber yang terpercaya dan kredibel, lalu periksa ulang informasi melalui sumber lain untuk mendapatkan validasi.
“Keamanan digital memang agak sedikit ribet, tapi yang sedikit ribet itu yang bisa membuat keamanan kita terjaga. Jangan mudah percaya dengan apa yang kita lihat di media sosial, karena tidak ada yang aman 100% di dunia digital, yang bisa kita lakukan adalah mengurangi resikonya sedapat mungkin. Selalu berfikir kritis, jangan mudah memberi informasi dan menerima informasi dari orang lain,” tutur Beavola.
Sejalan dengan paparan Beavola, Khanza Putri sebagai seorang Key Opinion Leader (KOL) juga menyampaikan urgensi menggunakan teknologi secara bijak, terutama untuk anak. Sebagai narasumber ketiga, Khanza mengingatkan para pengguna media digital untuk tidak malas membaca dan tidak mudah percaya pada informasi yang tidak jelas sumbernya.
Dia mengajak untuk bijak dalam menggunakan teknologi termasuk bersosial media. Pemahaman akan jenis sosial media, seperti Facebook, Instagram dan Youtube perlu disampaikan oleh orang tua, sembari membimbing, mengawasi dan membatasi anak dalam mengakses sosial media yang sesuai dengan usia.
“Kesimpulannya adalah kita dapat mencapai kecakapan digital jika kita tahu dan paham ragam dan perangkat lunak yang menyusun lanskap digital, dengan mengetahui dan memahami kedua lanskap digital ini kita akan bisa lebih paham cara penggunaan teknologi,” tutur Khanza.
Kegiatan webinar juga diisi dengan sesi tanya jawab antara peserta dan pembicara. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan siswi adalah, bagaimana cara agar kita tidak menjadi korban cyber bullying di sosial media.
Pertanyaan ini dijawab oleh Abdullah Hasyim. Menurutnya, pelaku cyber bullying ataupun cyber stalking adalah orang yang tidak beretika dan tidak jujur pada diri sendiri karena seringkali menggunakan akun palsu.