Mahfud MD: Hak Angket DPR Bisa Membuahkan Pemakzulan Presiden
loading...
A
A
A
JAKARTA - Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 3, Mahfud MD mengatakan hasil hak angket DPR tak akan mengubah hasil Pemilu 2024. Sebab, angket itu merupakan hak anggota Parlemen untuk menelisik sebuah implementasi kebijakan pemerintah.
Mahfud menjelaskan langkah yang bisa membatalkan hasil pemilu yakni dengan menempuh jalur hukum melalui gugatan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Hanya saja, ia menegaskan bahwa angket DPR dan proses sengketa pemilu bisa berjalan beriringan.
"Hak angket dan gugatan hukum itu berjalan paralel, tapi akibatnya berbeda. Hak angket itu apa pun hasilnya, kapanpun diputuskan, itu tidak akan berpengaruh pada hasil pemilu. Nah hasil pemilu itu ditentukan oleh MK nantinya, oleh hasil KPU," ujar Mahfud saat ditemui di kawasan Bentara Budaya, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan objek angket DPR itu merupakan sebuah implementasi undang-undang dalam sebuah kebijakan. "Itu diperiksa apakah ini sudah benar? Kecuali perintah undang-undang," ucap Mahfud.
"Misalnya begini. Itu Undang-Undang APBN tahun 2024 disahkan pada tanggal 16 Oktober, ya. Lalu pada bulan Desember ada perintah tambahan bansos tanpa mengubah undang-undang, itu bisa diangket, uangnya dari mana, ngalihkannya dari mana," imbuhnya.
"Ada lagi istilah bansos hibah. Bansos hibah tuh dari siapa? Itu harus dicatat kalau negara yang membagikan. Kalau ndak, wah timbul pertanyaan. Nah angket tuh seperti itu. Kalau melanggar undang-undang tentu ada akibat hukum terlepas dari soal pemilunya," jelas Mahfud.
Di sisi lain, kata Mahfud, hasil pemilu itu subjek hukummya merupakan KPU. Sementara angket, kata Mahfud, subjek hukumnya merupakan pemerintah. "Dua hal yg berbeda, bisa berjalan bersama-sama tidak harus saling menunggu," tuturnya.
Kendati demikian, Mahfud menambahkan hasil angket bisa membuahkan pemakzulan presiden. Hanya saja, pemakzulan itu bisa dilakukan tergantung dari rekomendasi angket DPR.
"Bisa saja, bisa saja (angket memakzulkan presiden). Kan tergantung nanti rekomendasinya kan. Apa saja, nanti angket tuh menemukan ini, ini, ini, ditindaklanjuti kan sama saja dengan dulu Pak Harto dan sebagainya. Sesudah berhenti juga jadi masalahkan," tandasnya.
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
Mahfud menjelaskan langkah yang bisa membatalkan hasil pemilu yakni dengan menempuh jalur hukum melalui gugatan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Hanya saja, ia menegaskan bahwa angket DPR dan proses sengketa pemilu bisa berjalan beriringan.
"Hak angket dan gugatan hukum itu berjalan paralel, tapi akibatnya berbeda. Hak angket itu apa pun hasilnya, kapanpun diputuskan, itu tidak akan berpengaruh pada hasil pemilu. Nah hasil pemilu itu ditentukan oleh MK nantinya, oleh hasil KPU," ujar Mahfud saat ditemui di kawasan Bentara Budaya, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan objek angket DPR itu merupakan sebuah implementasi undang-undang dalam sebuah kebijakan. "Itu diperiksa apakah ini sudah benar? Kecuali perintah undang-undang," ucap Mahfud.
"Misalnya begini. Itu Undang-Undang APBN tahun 2024 disahkan pada tanggal 16 Oktober, ya. Lalu pada bulan Desember ada perintah tambahan bansos tanpa mengubah undang-undang, itu bisa diangket, uangnya dari mana, ngalihkannya dari mana," imbuhnya.
"Ada lagi istilah bansos hibah. Bansos hibah tuh dari siapa? Itu harus dicatat kalau negara yang membagikan. Kalau ndak, wah timbul pertanyaan. Nah angket tuh seperti itu. Kalau melanggar undang-undang tentu ada akibat hukum terlepas dari soal pemilunya," jelas Mahfud.
Di sisi lain, kata Mahfud, hasil pemilu itu subjek hukummya merupakan KPU. Sementara angket, kata Mahfud, subjek hukumnya merupakan pemerintah. "Dua hal yg berbeda, bisa berjalan bersama-sama tidak harus saling menunggu," tuturnya.
Kendati demikian, Mahfud menambahkan hasil angket bisa membuahkan pemakzulan presiden. Hanya saja, pemakzulan itu bisa dilakukan tergantung dari rekomendasi angket DPR.
"Bisa saja, bisa saja (angket memakzulkan presiden). Kan tergantung nanti rekomendasinya kan. Apa saja, nanti angket tuh menemukan ini, ini, ini, ditindaklanjuti kan sama saja dengan dulu Pak Harto dan sebagainya. Sesudah berhenti juga jadi masalahkan," tandasnya.
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
(kri)