Pemilihan Kepala Daerah lewat DPRD Dinilai Inkonstitusional

Jum'at, 20 April 2018 - 08:28 WIB
Pemilihan Kepala Daerah lewat DPRD Dinilai Inkonstitusional
Pemilihan Kepala Daerah lewat DPRD Dinilai Inkonstitusional
A A A
JAKARTA - Wacana upaya DPR dan Pemerintah mengembalikan aturan pemilihan kepala daerah lewat perwakilan DPRD dinilai inkonstitusional.

Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo kembali mewacanakan pilkada tidak langsung. Menurut Bambang, pilkada langsung rentan politik uang dan berbiaya besar.

Hal tersebut diungkapkan oleh ‎Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari yang menyatakan Pemilihan kepala daerah jika dibaca sesuai UU 1945 maka kedaulatan ditangan rakyat dan diamanatkan dalam UU.

"Ini perlu digaris bawahi pada hal menjadi posisi langsung. ‎Kalau kedaulatan rakyat mengapa muncul pemilihan dari DPRD?‎ Kalau ada yang memaksakan balik ke DPRD pastilah inkonstitusional," ucapnya (19/4) dalam diskusi di Jakarta.

Menurutnya,‎ jelas upaya membalikkan pemilihan dengan perwakilan DPRD tidak matcing dengan gagasan konstitusi. Gagasan tersebut juga ‎membuktikan parpol tidak sanggup menyiapkan kadernya maju dalam pemilihan kepala daerah.

"Maka muncul kader lain, lantas buat apa kader Partai membentangkan karpet merah untuk kader lain non partai. Pemilihan perwakilan kepala daerah juga membuat jarak antara kepala daerah dengan konstituen. Dan mereka lebih senang dekatkan diri ke ketum parpol.

"Pemilu bersifat langsung itu artinya direct dipilih oleh rakyat, lucu kalau harus dikembalikan ke perwakilan, jangan sampai tercium kalau hanya untuk menguntungkan beberapa pihak saja," tegasnya.

Begitupun dengan, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman yang menilai peran penyelenggara pemilu saat ini sudah semakin kuat. Sehingga, wacana mengembalikan pemilihan kepala daerah ke DPRD provinsi maupun kota/kabupaten, tidak perlu digulirkan.

"Kalau melihat tren dari 2014-2018, rasanya semangat untuk mengembalikan pilkada ke DPRD semakin mengecil, bahkan tidak ada," ucapnya dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, kekhawatiran pilkada langsung berbiaya tinggi sudah bisa ditekan dengan regulasi yang ada. Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu telah berupaya agar pilkada berbiaya murah. Salah satunya, beban biaya kampanye sebagian ditanggung penyelenggara. Karena itu, kata Arief, upaya membuat pilkada langsung lebih baik, murah, efektif dan efisien sudah dilakukan.

KPU, sambungnya, berupaya membuat pelaksanaan pilkada dilakukan secara kredibel dan akuntabel. Hal itu dibuktikan di setiap tahapan pemilu yang transparan. Bahkan, semua orang saat ini bisa mengakses proses perencanaan anggaran dari tahap awal sampai akhir, tanpa ditutupi.

"Begitu juga, pada tahap pemutakhiran data pemilih. Dulu orang menuduh kecurangan melalui data pemilih. Seluruh data sekarang bisa diakses melalui sistem data pemilih. Penghitungan suara juga sudah transparan. Karena itu, tidak ada alasan mengembalikan pemilu ke DPRD. Apalagi secara kelembagaan penyelenggara terus diperkuat," ungkapnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9197 seconds (0.1#10.140)