Menebar Optimisme Indonesia melalui Perayaan Natal dan Tahun Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pesan damai dan harmoni perlu terus digaungkan pada perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru). Di tengah keprihatinan atas insiden terorisme dan narasi intoleransi, semangat menebar kasih Tuhan menjadi penawar yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susetyo mengatakan, semangat perayaan Natal sejatinya bukan hanya seruan bagi umat Kristiani, tetapi bagi seluruh umat beragama dan masyarakat Indonesia secara luas. Ia menjelaskan, seluruh anak bangsa perlu menguatkan pentingnya kesadaran akan keberagaman dengan berusaha menghormati perbedaan.
"Bangsa ini sudah biasa dalam cara berpikir, bertindak, bernalar, dan berhubungan dengan menghargai perbedaan. Hal ini ditunjukkan ketika banyak masyarakat yang gotong-royong menyelenggarakan perayaan hari besar keagamaan secara bersama-sama. Sikap masyarakat kita yang cenderung mudah membaur inilah yang mempengaruhi perilaku saling toleransi," kata Romo Benny dalam keterangannya dikutip, Sabtu (30/12/2023).
Ia menilai sikap toleransi yang merupakan budaya luhur bangsa Indonesia perlu terus dipupuk dan diperkuat. Dengan perilaku toleransi yang tinggi, ia yakin bangsa Indonesia pasti kebal dengan serangan paham radikal terorisme yang bertujuan ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Romo Benny, paham radikal terorisme sejatinya tidak mengenal agama. Mereka hanya ingin menyebarkan ketakutan serta kebencian di antara manusia, terlebih lagi seperti pada perayaan Nataru. Karena itu, masyarakat perlu waspada dan bersatu melawan paham radikal terorisme.
Walau seringkali masyarakat dilanda kekhawatiran akan potensi serangan terorisme pada perayaan Natal dan Tahun Baru, kekuatan ajaran cinta kasih dan perdamaian dalam diri masing-masing individu selalu bisa melahirkan optimisme dan suka cita. Cinta kasih adalah fitrah kehidupan manusia.
"Kita semua diciptakan untuk saling mencintai dan mengasihi, tanpa memandang perbedaan agama, suku, ras, atau latar belakang lainnya," tuturnya.
Romo Benny menambahkan keragaman dan kemajuan di Indonesia sebenarnya tidak pernah mengalami masalah yang berarti. Sayangnya, gesekan antarkelompok masyarakat seringkali disebabkan karena para elit politik yang memanipulasi perbedaan untuk kepentingan politik mereka.
Untuk mengatasi hal tersebut, lanjutnya, Pancasila dapat menjadi ideologi yang menyatukan segala perbedaan anak bangsa. Hal ini dibuktikan dengan Indonesia yang terdiri dari 714 suku, etnis, dan ratusan agama serta budaya, tetapi semuanya dapat bersatu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Pancasila mampu menyatukan bangsa ini karena digali oleh Bung Karno dari bumi Indonesia. Pancasila akhirnya menjadi ideologi yang mempengaruhi cara berpikir, bertindak, dan berelasi kita. Meskipun kita berbeda agama, keyakinan, suku, profesi, atau ideologi, kita dapat bersatu karena memiliki ikatan kebangsaan yang satu, yaitu Pancasila," kata Romo Benny.
Menurutnya, kolaborasi antarumat beragama juga dibutuhkan. Kolaborasi ini tidak hanya untuk menjaga ketertiban umum dan rasa aman, tetapi juga untuk mewujudkan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sila keadilan sosial, masing-masing umat beragama harus berupaya mengatasi kesenjangan ekonomi dan sosial. Dengan kerja sama lintas golongan dan kepercayaan, diharapkan masyarakat dapat merasakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Romo Benny yang pernah menerima penghargaan Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Joko Widodo (2019) ini menerangkan bahwa penafsiran teks keagamaan haruslah bersifat inklusif, bukan eksklusif. Dengan begitu, umat beragama dapat menghargai semua hari besar keagamaan karena di dalamnya terdapat kebajikan bagi semua.
"Dalam beriman dan beragama, kita harus memiliki sikap belas kasih, cinta kasih, dan saling menghargai perbedaan. Inilah wujud dari toleransi di Indonesia. Natal tahun ini berlangsung damai dan harmonis karena perayaan Natal membawa semangat sebagai perayaan kebersamaan. Terwujudnya kerukunan adalah harapan dari Natal yang sejati," katanya.
Terwujudnya Natal yang sejati adalah ketika masing-masing anak bangsa dapat menghargai perbedaan yang ada dan menjunjung tinggi kearifan lokal. Beruntunglah Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai dasar negara yang menyatukan perbedaan. Pancasila menyatukan seluruh bangsa, terlepas dari perbedaan kepercayaan, agama, ideologi, atau strata sosial.
"Kita diikat oleh Pancasila, dasar kita berpijak. Dengan bersama menebarkan cinta kasih dibawah naungan Pancasila, kita dapat memastikan bahwa perayaan Natal dan Tahun Baru berlangsung dengan aman dan damai. Mari kita wujudkan Indonesia yang aman, damai, dan toleran," kata Romo Benny.
Lihat Juga: 3 Potret Mohamed Salah Merayakan Natal Bersama Keluarganya, Menuai Ragam Komentar Warganet
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susetyo mengatakan, semangat perayaan Natal sejatinya bukan hanya seruan bagi umat Kristiani, tetapi bagi seluruh umat beragama dan masyarakat Indonesia secara luas. Ia menjelaskan, seluruh anak bangsa perlu menguatkan pentingnya kesadaran akan keberagaman dengan berusaha menghormati perbedaan.
"Bangsa ini sudah biasa dalam cara berpikir, bertindak, bernalar, dan berhubungan dengan menghargai perbedaan. Hal ini ditunjukkan ketika banyak masyarakat yang gotong-royong menyelenggarakan perayaan hari besar keagamaan secara bersama-sama. Sikap masyarakat kita yang cenderung mudah membaur inilah yang mempengaruhi perilaku saling toleransi," kata Romo Benny dalam keterangannya dikutip, Sabtu (30/12/2023).
Ia menilai sikap toleransi yang merupakan budaya luhur bangsa Indonesia perlu terus dipupuk dan diperkuat. Dengan perilaku toleransi yang tinggi, ia yakin bangsa Indonesia pasti kebal dengan serangan paham radikal terorisme yang bertujuan ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Romo Benny, paham radikal terorisme sejatinya tidak mengenal agama. Mereka hanya ingin menyebarkan ketakutan serta kebencian di antara manusia, terlebih lagi seperti pada perayaan Nataru. Karena itu, masyarakat perlu waspada dan bersatu melawan paham radikal terorisme.
Walau seringkali masyarakat dilanda kekhawatiran akan potensi serangan terorisme pada perayaan Natal dan Tahun Baru, kekuatan ajaran cinta kasih dan perdamaian dalam diri masing-masing individu selalu bisa melahirkan optimisme dan suka cita. Cinta kasih adalah fitrah kehidupan manusia.
"Kita semua diciptakan untuk saling mencintai dan mengasihi, tanpa memandang perbedaan agama, suku, ras, atau latar belakang lainnya," tuturnya.
Romo Benny menambahkan keragaman dan kemajuan di Indonesia sebenarnya tidak pernah mengalami masalah yang berarti. Sayangnya, gesekan antarkelompok masyarakat seringkali disebabkan karena para elit politik yang memanipulasi perbedaan untuk kepentingan politik mereka.
Untuk mengatasi hal tersebut, lanjutnya, Pancasila dapat menjadi ideologi yang menyatukan segala perbedaan anak bangsa. Hal ini dibuktikan dengan Indonesia yang terdiri dari 714 suku, etnis, dan ratusan agama serta budaya, tetapi semuanya dapat bersatu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Pancasila mampu menyatukan bangsa ini karena digali oleh Bung Karno dari bumi Indonesia. Pancasila akhirnya menjadi ideologi yang mempengaruhi cara berpikir, bertindak, dan berelasi kita. Meskipun kita berbeda agama, keyakinan, suku, profesi, atau ideologi, kita dapat bersatu karena memiliki ikatan kebangsaan yang satu, yaitu Pancasila," kata Romo Benny.
Menurutnya, kolaborasi antarumat beragama juga dibutuhkan. Kolaborasi ini tidak hanya untuk menjaga ketertiban umum dan rasa aman, tetapi juga untuk mewujudkan sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sila keadilan sosial, masing-masing umat beragama harus berupaya mengatasi kesenjangan ekonomi dan sosial. Dengan kerja sama lintas golongan dan kepercayaan, diharapkan masyarakat dapat merasakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Romo Benny yang pernah menerima penghargaan Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Joko Widodo (2019) ini menerangkan bahwa penafsiran teks keagamaan haruslah bersifat inklusif, bukan eksklusif. Dengan begitu, umat beragama dapat menghargai semua hari besar keagamaan karena di dalamnya terdapat kebajikan bagi semua.
"Dalam beriman dan beragama, kita harus memiliki sikap belas kasih, cinta kasih, dan saling menghargai perbedaan. Inilah wujud dari toleransi di Indonesia. Natal tahun ini berlangsung damai dan harmonis karena perayaan Natal membawa semangat sebagai perayaan kebersamaan. Terwujudnya kerukunan adalah harapan dari Natal yang sejati," katanya.
Terwujudnya Natal yang sejati adalah ketika masing-masing anak bangsa dapat menghargai perbedaan yang ada dan menjunjung tinggi kearifan lokal. Beruntunglah Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai dasar negara yang menyatukan perbedaan. Pancasila menyatukan seluruh bangsa, terlepas dari perbedaan kepercayaan, agama, ideologi, atau strata sosial.
"Kita diikat oleh Pancasila, dasar kita berpijak. Dengan bersama menebarkan cinta kasih dibawah naungan Pancasila, kita dapat memastikan bahwa perayaan Natal dan Tahun Baru berlangsung dengan aman dan damai. Mari kita wujudkan Indonesia yang aman, damai, dan toleran," kata Romo Benny.
Lihat Juga: 3 Potret Mohamed Salah Merayakan Natal Bersama Keluarganya, Menuai Ragam Komentar Warganet
(abd)