Peringati Hari Solidaritas Internasional Palestina, Tokoh Perempuan Desak Hentikan Agresi Israel di Gaza

Minggu, 26 November 2023 - 01:32 WIB
loading...
Peringati Hari Solidaritas Internasional Palestina, Tokoh Perempuan Desak Hentikan Agresi Israel di Gaza
Dalam rangka Hari Solidaritas Internasional untuk Palestina yang jatuh pada 29 November 2023, Adara Relief Internasional menggelar acara Women Speak Up For Palestina, dengan tema Your Silence is Killing, di Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Dalam rangka Hari Solidaritas Internasional untuk Palestina yang jatuh pada 29 November 2023, Adara Relief Internasional menggelar acara Women Speak Up For Palestina, dengan tema Your Silence is Killing, di Jakarta, Sabtu (25/11/2023).

Acara ini dihadiri sejumlah tokoh perempuan dari berbagai kalangan dan profesi untuk menyuarakan kepedulian mereka terhadap agresi yang berlangsung di Gaza.

Aktivis perempuan peduli Palestina dan Al Aqsa yang turut menghadiri acara ini, baik secara langsung maupun online di antaranya Rabab Awadh selaku Sekretaris Global Woman Coalition for Al Quds and Palestine (GWCQP), Ustazah Nurjanah Hulwani selaku Ketua Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al Aqsa (KPIPA), serta aktivis Palestina Ustazah Annisa Theresia Ebbena Ezeria.

Acara ini juga di hadiri oleh perempuan tokoh agama Syifa Fauzia selaku Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta Fahira Idris, Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PAN Desy Ratnasari, Perempuan Praktisi Hukum Evi Risna Yanti, mewakili perempuan di bidang medis yaitu Roziana Ghani yang merupakan Direktur Rumah Sakit Ridhoka Salma, beserta dr Dewi Inong Irana, Perempuan Penulis Asma Nadia, Influencer dan penggiat Parenting Vendryana Larasati, serta mewakili insan pers, yaitu jurnalis Dazeninda Vrilla Vaditra.

Selain itu, acara juga dihadiri oleh para undangan dari berbagai kalangan dan komunitas secara daring. Direktur Utama Adara Relief Internasional Maryam Rachmayani mengatakan, saat ini kebanyakan media internasional bungkam terhadap isu Palestina.

"Namun tentunya, kami berharap tidak demikian dengan para rekan media di Indonesia. Oleh karena itu, pada hari ini Adara mengajak rekan media, para tokoh, influencer, dan seluruh elemen masyarakat untuk terus menyuarakan Palestina. Jangan pernah bosan apalagi berhenti hingga penjajahan itu berakhir, karena 'your silence is killing'. Diamnya kita, berarti merestui genosida yang sedang terjadi di Gaza," kata Maryam.

Berbicara mengenai tema yang diusung, Maryam mengatakan bahwa genosida Israel di Gaza terjadi karena dunia telah lama mengabaikan Palestina. Padahal, isu kemanusiaan di Palestina adalah tanggung jawab bersama, khususnya karena anak dan perempuan menjadi pihak paling rentan sekaligus sasaran utama penjajah Israel dalam setiap agresi maupun kebijakan penjajahannya.

"Bahkan jika agresi telah berhenti sama sekali hari ini pun, dunia masih memiliki utang untuk Gaza dan Palestina. Agresi bukan hanya telah mengakibatkan korban kematian sebanyak lebih dari 15.000 jiwa, termasuk sekitar 6.000 anak dan 4.000 perempuan, tetapi juga meninggalkan banyak luka fisik maupun psikis yang membutuhkan pemulihan dalam jangka panjang. Selain itu, ribuan anak telah menjadi yatim dan piatu baru, perempuan-perempuan menjadi janda, di tengah kondisi Jalur Gaza yang hancur lebur dan perekonomian berhenti total," tutur Maryam.

"Maka, pada Hari Peringatan Solidaritas Internasional untuk Palestina ini, Adara merilis program Bangun Kembali Gaza. Kami berkomitmen untuk membangun kembali Gaza dengan mendirikan klinik kesehatan, pusat bantuan untuk kebutuhan anak dan perempuan, serta taman bermain anak. Selain itu, 2.000 yatim akan mendapatkan kesempatan melanjutkan masa depannya melalui program Dekap Yatim Palestina, 1.000 penghafal Al Qur'an setiap tahun akan dilahirkan dari Gaza melalui program HAQ (Hidupkan Ahlul Qur'an)," tambah Maryam.

Pihaknya yakin dengan adanya andil dari media dan para tokoh perempuan yang dengan posisi masing-masing dapat menguatkan tujuan bersama, yakni mewujudkan amanah konstitusi sebagai bangsa Indonesia dengan mendukung kemerdekaan Palestina dan menjaga ketertiban dunia.

Sementara itu, Rabab Awadh menyampaikan bahwa peran perempuan sangat penting dalam membela dan menyuarakan Palestina. Saudariku bentuklah generasi, kita harus fokus pada pendidikan generasi anak-anak kita, mereka harus tahu sejarah dan fakta mengenai apa yang terjadi saat ini di Palestina. Kita harus memainkan peran penting ini," katanya.

"Anak-anak kita saat ini dengan izin Allah kelak akan menjadi generasi pembebas yang berkontribusi dalam terwujudnya kemerdekaan Palestina yang waktunya hanya berjarak dua ujung busur panah bahkan lebih dekat dari itu (sudah tidak lama lagi)," lanjut Rabab.

Berbicara atas nama Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al Aqsa (KPIPA), Nurjanah Hulwani menyatakan bahwa kejahatan penjajah zionis harus dilawan dengan segala kekuatan yang dimiliki. Sebab jumlah lebih dari 14 ribu yang meninggal di Gaza, 70% adalah perempuan dan anak dalam waktu 1,5 bulan. Hal ini adalah bentuk kejahatan kemanusian terbesar yang dilakukan penjajah zionis Israel.

"Kita perempuan Indonesia harus terus menyuarakan dan membuktikan pembelaan kita kepada Palestina dengan menghimpun kekuatan yang kita miliki yaitu kekuatan politik, kekuatan media dan kekuatan dana," ujarnya.

Sementara Bunda Romi menyatakan bahwa program-program pemulihan Gaza pascaagresi sangat penting, khususnya bagi anak dan perempuan yang menjadi sasaran Israel. Anak-anak dan perempuan harus dilindungi, karena mereka adalah penerus bangsa.

"Kita bisa membantu masyarakat di Palestina tidak hanya dari sisi kesehatan fisik ilmu kedokteran. Secara psikologis kita bisa membantu mereka, menghilangkan trauma, membantu perempuan- perempuan yang merasa sudah mengalami banyak hal dalam hidupnya agar mereka bisa keluar dari perasaan cemas dan rasa tidak nyaman ini, melalui konseling online atau apapun agar dapat membantu membangkitkan kehidupan mereka," katanya.

Hal yang sama diungkapkan Roziana Ghani dan Dewi Inong Irana. Mereka mengatakan bahwa agresi militer Israel sangat merusak kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak dan bayi yang terluka parah. Luka parah tersebut bisa menyebabkan infeksi berat.

Apalagi dengan tidak adanya obat-obatan dan tenaga medis serta tempat pengobatan yang layak. Akibatnya bisa nyeri yang sangat parah, penderitaan yang sangat mengerikan untuk anak dan wanita, cacat, dan kematian.

"Oleh karena itu, perlu bantuan medis untuk rehabilitasi pascaagresi yang akan menjadi pekerjaan jangka panjang," kata dr Dewi.

Mewakili tokoh agama di kalangan perempuan Syifa menegaskan urgensi para tokoh agama untuk tidak berhenti bersuara tentang Palestina dalam majelis ilmu, khususnya tentang Gaza. Hal senada disampaikan Ustadzah Tere. Kata dia, Palestina adalah isu kemanusiaan, bukan isu SARA. la menekankan bahwa cukup menjadi manusia untuk membela Palestina.

Sedangkan Evi Risna Yanti berpendapat, apa yang terjadi di Gaza pada saat ini merupakan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional (HHI) oleh Israel secara terang-terangan. Hal ini terjadi sekarang karena Israel seolah memiliki impunitas, bahkan didukung oleh negara-negara pemegang hak veto PBB.

Israel juga melakukan pelanggaran terhadap pers, yang seharusnya mendapatkan perlindungan dalam perang. Bahkan dengan sengaja menargetkan para jurnalis agar tidak dapat memberitakan apa yang sebenarnya terjadi di Gaza.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Dazen Vrilla yang merupakan publik speaker dan jurnalis. Menurutnya, yang saat ini paling ditakuti oleh Israel adalah para netizen, karena memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menciptakan awareness terhadap genosida yang dilakukan Israel.

Sejalan dengan itu, menurut Vendryana, sangat penting untuk terus menyuarakan Gaza dan Palestina, meskipun agresi sudah berakhir. Sebagai influencer sekaligus pegiat parenting, ia mengatakan bahwa sosial media merupakan sarana yang sangat efektif untuk menyuarakan kepedulian.

Adapun Asma Nadia, selaku penulis menyampaikan bahwa bersuara untuk Palestina harus dilakukan, karena saat ini diam bukanlah berarti netral.

"Pernahkah kita berfikir bahwa kediaman kita akan membawa korban jatuh lebih banyak. Bahwa kediaman kita adalah serupa dengan membiarkan pembunuhan terjadi ketika kita mungkin masih bisa berbuat sesuatu," kata Asma.

"Apa yang terjadi di Gaza dan Palestina hari ini adalah dampak dari penjajahan, dan oleh karena itu perempuan Indonesia harus terus menyuarakan Palestina hingga dapat merdeka," tambah Fahira Idris.

Senada dengan itu, berbicara sebagai anggota Komisi X DPR RI Desy Ratnasari mengajak melakukan apa pun yang bisa, seperti berdoa, berdonasi, bergerak, dan tidak berhenti untuk menyuarakan Palestina.

"Kita bisa menyumbangkan tenaga dan pikiran kita untuk menggugah pimpinan negara kita. Mereka yang memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengambil kebijakan dan keputusan membantu saudara-saudara kita di Palestina. Bahwa perang membawa duka terutama bagi ibu dan anak, sudah banyak ibu dan anak menjadi sasaran perang,” katanya.

Desin Frila, perwakilan Jurnalis, mengutarakan, pers menurut hukum Internasional harusnya aman dari konflik maupun perang dan harus dilindungi. Namun justru dalam konflik ini pers malah menjadi sasaran.

"Mari kita lakukan boikot produk-produk Israel dan dorong pesan-pesan kemanusiaan melalui jaringan sosial media untuk mendukung kemerdekaan Palestina,” tukasnya.



Seusai dialog, Adara merilis laporan bantuan di Gaza, yang meliputi tahap kesiapsiagaan dan darurat. Adara yang telah bermitra lama dengan NGO lokal, memiliki 2 ambulans untuk membantu evakuasi korban. Adara juga telah bekerja sama dengan mitra lokal dalam menyediakan bahan makanan dan air minum, yang dapat segera didistribusikan untuk memenuhi kondisi darurat agresi.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5163 seconds (0.1#10.140)