SAS Institute Serukan Ponpes Dukung Capres-Cawapres yang Jamin Anggaran untuk Pesantren
loading...
A
A
A
JAKARTA - SAS Institute menyoroti Program Dana Abadi Pesantren yang mulai digaungkan menjelang Pilpres 2024. Meski program itu bukan program baru dan merupakan amanat undang-undang tapi secara faktual pendanaan untuk pondok pesantren masih menunjukkan ketimpangan luar biasa.
Direktur Ekskutif SAS Institute, Sa'dullah Affandy menyambut gembira telah ada pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketiganya adalah Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Kami mengucapkan selamat semoga ketiga kontestan tersebut dapat bersaing secara sehat, mengedepankan etika luhur ketimuran, dan menjunjung akhlaqul karimah, dengan tanpa ada provokasi dan merendahkan calon satu dengan calon lainnya," kata Sa'adullah Affandy dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/10/2023).
Menurutnya, Ketua Pembinan SAS Institute, KH Said Aqil Siroj sangat mendukung dan mendokan ketiga kontestan, baik pasangan AMIN, GAMA atau Prabowo-Gibran yang akan berlaga di pilpres nanti. Semuanya adalah kader terbaik bangsa. Diharapkan hajatan lima tahunan bangsa ini akan berjalan dengan lancar, tanpa ada gesekan antar calon maupun antarpendukungnya.
SAS Institute berharap capres dan cawapres yang terpilih nanti dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemaslahatan bangsa dan mengimplementasikan secara sungguh-sungguh atas sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama masyarakat pondok pesantren belum mendapatkan afirmasi pembiayaan pendidikan yang setara dengan layanan pendidikan lainnya. Menurut Sa'dullah, masyarakat pesantren, dalam hal ini Nahdlatul Ulama (NU) hanya direbutkan suaranya, tapi tidak diperhatikan ketika pemilu sudah berlalu.
Ia mencontohkan program dana abadi pesantren yang telah disampaikan salah satu kandidat. Sa'dullah menyatakan itu bukan program baru karena telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Dalam Pasal 49 ayat (1) dinyatakan "Pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi Pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi Pendidikan". Ayat (2) berbunyi: "Ketentuan mengenai dana abadi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden."
"Meskipun telah lahir Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren sebagai turunan dari undang-undang tersebut, hingga kini pendanaan untuk pondok pesantren itu secara faktual masih menunjukkan ketimpangan yang luar biasa," katanya.
Hal ini setidaknya dapat dilihat dari 2 data berikut. Pertama, dalam APBN 2023, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk fungsi pendidikan sebesar Rp608,3 triliun. Namun, pembiayaan untuk pesantren yang dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag) hanya 1,02 triliun saja. Ini artinya, pembiayaan pesantren tidak lebih dari 0,167 % dari total anggaran fungsi pendidikan.
Kedua, pembiayaan tahun 2023 melalui Dana Abadi Pendidikan yang dikelola oleh LPDP Kementerian Keuangan sebesar Rp134,1 triliun. Namun, alokasi yang diberikan untuk pondok pesantren hanya Rp250 miliar atau sekitar 0,186% saja.
Melihat kedua data tersebut, alokasi anggaran baik melalui APBN maupun Dana Abadi Pendidikan untuk pondok pesantren sama sekali tidak menyentuh angka 1%, tepatnya pondok pesantren hanya mendapatkan alokasi 0,167% dari seluruh alokasi fungsi pendidikan dan 0,186% dari Dana Abadi Pendidikan.
"Hal ini sungguh-sungguh sangat disayangkan. Meskipun telah lahir Hari Santri di tahun 2015, sudah ada Undang-Undang Pesantren di tahun 2018, namun Pemerintah belum hadir memberikan perhatian serius secara finansial untuk pondok pesantren," katanya.
Karena itu, dalam momentum Pilpres 2024, SAS Institute menyerukan agar seluruh komponen pondok pesantren harus mampu memberikan daya tawar terutama bagi capres/cawapres dan caleg (calon anggota legislatif). Siapa pun capres/cawapres dan caleg yang didukung harus mampu menjamin akan kehadiran anggaran untuk pondok pesantren secara berkeadilan. Berikut ini rinciannya:
1. Pondok pesantren harus mendapatkan alokasi pembiayaan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah minimal 10% dari seluruh fungsi pendidikan, baik melalui APBN maupun APBD. Pemerintah Daerah, baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota, wajib memberikan bantuan untuk pondok pesantren, bukan hanya melalui hibah atau bantuan sosial, tetapi juga melalui Dana Alokasi Khusus secara permanen.
2. Sebagai implementasi amanah Undang-Undang Pesantren, Dana Abadi Pendidikan yang dikelola oleh LPDP Kementerian Keuangan wajib dialokasikan untuk pondok pesantren sekurang-kurangnya 20%.
3. SAS Institute mendesak adanya Biaya Operasional Pesantren (BOP) agar pesantren tidak selalu mengharapkan dari sumbangan masyarakat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Untuk kepastian ini, sekurang-kurangnya diwujudkan dalam Keputusan Presiden (Keppres). Hal ini untuk mengatur agar Kementerian/Lembaga terkait seperti Kemenko PMK, Kemenkeu, Bappenas, Kemendikbud, Kemendagri dan Kementerian/Lembaga lainnya tunduk terhadap Keppres tersebut.
4. Untuk menunjukkan keseriusan dalam pengelolaan pesantren oleh pemerintah, wajib ditetapkan struktur birokrasi unit Eselon 1 di Kementerian Agama dalam waktu secepatnya.
Lihat Juga: Tegaskan Independensi dan Standar Mutu Pendidikan, Majelis Masyayikh Sosialisasikan UU Pesantren
Direktur Ekskutif SAS Institute, Sa'dullah Affandy menyambut gembira telah ada pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketiganya adalah Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Kami mengucapkan selamat semoga ketiga kontestan tersebut dapat bersaing secara sehat, mengedepankan etika luhur ketimuran, dan menjunjung akhlaqul karimah, dengan tanpa ada provokasi dan merendahkan calon satu dengan calon lainnya," kata Sa'adullah Affandy dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/10/2023).
Menurutnya, Ketua Pembinan SAS Institute, KH Said Aqil Siroj sangat mendukung dan mendokan ketiga kontestan, baik pasangan AMIN, GAMA atau Prabowo-Gibran yang akan berlaga di pilpres nanti. Semuanya adalah kader terbaik bangsa. Diharapkan hajatan lima tahunan bangsa ini akan berjalan dengan lancar, tanpa ada gesekan antar calon maupun antarpendukungnya.
SAS Institute berharap capres dan cawapres yang terpilih nanti dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemaslahatan bangsa dan mengimplementasikan secara sungguh-sungguh atas sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama masyarakat pondok pesantren belum mendapatkan afirmasi pembiayaan pendidikan yang setara dengan layanan pendidikan lainnya. Menurut Sa'dullah, masyarakat pesantren, dalam hal ini Nahdlatul Ulama (NU) hanya direbutkan suaranya, tapi tidak diperhatikan ketika pemilu sudah berlalu.
Ia mencontohkan program dana abadi pesantren yang telah disampaikan salah satu kandidat. Sa'dullah menyatakan itu bukan program baru karena telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Dalam Pasal 49 ayat (1) dinyatakan "Pemerintah menyediakan dan mengelola dana abadi Pesantren yang bersumber dan merupakan bagian dari dana abadi Pendidikan". Ayat (2) berbunyi: "Ketentuan mengenai dana abadi Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden."
"Meskipun telah lahir Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren sebagai turunan dari undang-undang tersebut, hingga kini pendanaan untuk pondok pesantren itu secara faktual masih menunjukkan ketimpangan yang luar biasa," katanya.
Hal ini setidaknya dapat dilihat dari 2 data berikut. Pertama, dalam APBN 2023, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk fungsi pendidikan sebesar Rp608,3 triliun. Namun, pembiayaan untuk pesantren yang dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag) hanya 1,02 triliun saja. Ini artinya, pembiayaan pesantren tidak lebih dari 0,167 % dari total anggaran fungsi pendidikan.
Kedua, pembiayaan tahun 2023 melalui Dana Abadi Pendidikan yang dikelola oleh LPDP Kementerian Keuangan sebesar Rp134,1 triliun. Namun, alokasi yang diberikan untuk pondok pesantren hanya Rp250 miliar atau sekitar 0,186% saja.
Melihat kedua data tersebut, alokasi anggaran baik melalui APBN maupun Dana Abadi Pendidikan untuk pondok pesantren sama sekali tidak menyentuh angka 1%, tepatnya pondok pesantren hanya mendapatkan alokasi 0,167% dari seluruh alokasi fungsi pendidikan dan 0,186% dari Dana Abadi Pendidikan.
"Hal ini sungguh-sungguh sangat disayangkan. Meskipun telah lahir Hari Santri di tahun 2015, sudah ada Undang-Undang Pesantren di tahun 2018, namun Pemerintah belum hadir memberikan perhatian serius secara finansial untuk pondok pesantren," katanya.
Karena itu, dalam momentum Pilpres 2024, SAS Institute menyerukan agar seluruh komponen pondok pesantren harus mampu memberikan daya tawar terutama bagi capres/cawapres dan caleg (calon anggota legislatif). Siapa pun capres/cawapres dan caleg yang didukung harus mampu menjamin akan kehadiran anggaran untuk pondok pesantren secara berkeadilan. Berikut ini rinciannya:
1. Pondok pesantren harus mendapatkan alokasi pembiayaan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah minimal 10% dari seluruh fungsi pendidikan, baik melalui APBN maupun APBD. Pemerintah Daerah, baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota, wajib memberikan bantuan untuk pondok pesantren, bukan hanya melalui hibah atau bantuan sosial, tetapi juga melalui Dana Alokasi Khusus secara permanen.
2. Sebagai implementasi amanah Undang-Undang Pesantren, Dana Abadi Pendidikan yang dikelola oleh LPDP Kementerian Keuangan wajib dialokasikan untuk pondok pesantren sekurang-kurangnya 20%.
3. SAS Institute mendesak adanya Biaya Operasional Pesantren (BOP) agar pesantren tidak selalu mengharapkan dari sumbangan masyarakat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Untuk kepastian ini, sekurang-kurangnya diwujudkan dalam Keputusan Presiden (Keppres). Hal ini untuk mengatur agar Kementerian/Lembaga terkait seperti Kemenko PMK, Kemenkeu, Bappenas, Kemendikbud, Kemendagri dan Kementerian/Lembaga lainnya tunduk terhadap Keppres tersebut.
4. Untuk menunjukkan keseriusan dalam pengelolaan pesantren oleh pemerintah, wajib ditetapkan struktur birokrasi unit Eselon 1 di Kementerian Agama dalam waktu secepatnya.
Lihat Juga: Tegaskan Independensi dan Standar Mutu Pendidikan, Majelis Masyayikh Sosialisasikan UU Pesantren
(abd)