Hendardi Nilai Perpres TNI Atasi Teroris Pintu Masuk Supremasi Militer
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setara Institute mengkritik rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme . Beleid dianggap membuka pintu untuk supremasi militer.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan ini merupakan kemunduran paling serius jika rancangan perpres tersebut disahkan. Perpres ini turunan dari Pasal 431 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. (Baca juga: Peran TNI dalam Pemberantasan Terorisme Telah Diamanatkan Undang-Undang)
Dia menyebut beberapa keistimewaan TNI yang sudah diperoleh sebelumnya, seperti pelibatan dalam jabatan-jabatan sipil dan impunitas dari tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di banyak kasus. Kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), menurutnya, terus menerus memanjakan TNI dengan berbagai privilege pelibatan dalam berbagai kehidupan sipil tanpa batas-batas yang jelas.
“Sebagaimana pelibatan tanpa batas dan akuntabilitas dalam rancangan perpres tentang tugas TNI dalam mengatasi terorisme. Itu menjadikan TNI leluasa menangkal, menindak, dan memulihkan tindak pidana terorisme, dan bebas mengakses APBD,” tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (3/8/2020). (Baca juga: Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Terorisme Mesti Dibatasi)
Atas nama memberantas terorisme, Hendardi menerangkan militer bisa bebas dari tuntutan dan praperadilan ketika terjadi kekeliruan dalam penindakan. Kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin dianggap akan menjadi yang terlemah dalam menjalankan reformasi birokrasi. Alasannya, merusak desain TNI dan Polri seperti amanat reformasi. TNI itu sebagai alat pertahanan. Polri menjadi instrumen menjaga keamanan, menciptakan ketertiban, dan menegakkan hukum.
Hendardi menerangkan kehadiran TNI di ranah sipil dan penegakkan hukum hanya diperkenankan atas dasar kebijakan politik negara, bersifat sementara, ada batas waktu, dan kekhususan jenis penugasan. Tentu saja disertai mekanisme akuntabilitas yang presisi. “Sementara dalam desain pelibatan TNI memberantas terorisme itu bersifat permanen dan melampaui tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang. Semestinya hanya ditujukan pada level penindakan dan objek tertentu dimana Polri tidak mampu menangani terorisme,” tuturnya.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan ini merupakan kemunduran paling serius jika rancangan perpres tersebut disahkan. Perpres ini turunan dari Pasal 431 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. (Baca juga: Peran TNI dalam Pemberantasan Terorisme Telah Diamanatkan Undang-Undang)
Dia menyebut beberapa keistimewaan TNI yang sudah diperoleh sebelumnya, seperti pelibatan dalam jabatan-jabatan sipil dan impunitas dari tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di banyak kasus. Kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), menurutnya, terus menerus memanjakan TNI dengan berbagai privilege pelibatan dalam berbagai kehidupan sipil tanpa batas-batas yang jelas.
“Sebagaimana pelibatan tanpa batas dan akuntabilitas dalam rancangan perpres tentang tugas TNI dalam mengatasi terorisme. Itu menjadikan TNI leluasa menangkal, menindak, dan memulihkan tindak pidana terorisme, dan bebas mengakses APBD,” tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (3/8/2020). (Baca juga: Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Terorisme Mesti Dibatasi)
Atas nama memberantas terorisme, Hendardi menerangkan militer bisa bebas dari tuntutan dan praperadilan ketika terjadi kekeliruan dalam penindakan. Kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin dianggap akan menjadi yang terlemah dalam menjalankan reformasi birokrasi. Alasannya, merusak desain TNI dan Polri seperti amanat reformasi. TNI itu sebagai alat pertahanan. Polri menjadi instrumen menjaga keamanan, menciptakan ketertiban, dan menegakkan hukum.
Hendardi menerangkan kehadiran TNI di ranah sipil dan penegakkan hukum hanya diperkenankan atas dasar kebijakan politik negara, bersifat sementara, ada batas waktu, dan kekhususan jenis penugasan. Tentu saja disertai mekanisme akuntabilitas yang presisi. “Sementara dalam desain pelibatan TNI memberantas terorisme itu bersifat permanen dan melampaui tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang. Semestinya hanya ditujukan pada level penindakan dan objek tertentu dimana Polri tidak mampu menangani terorisme,” tuturnya.
(cip)