KPK Patahkan Argumen Pemohon Terkait Penetapan Tersangka Miryam
A
A
A
JAKARTA - Tim hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mematahkan argumen pemohon gugatan praperadilan terkait penetapan Miryam S Haryani sebagai tersangka, dugaan pemberian keterangan palsu di dalam persidangan.
Kuasa hukum Miryam berpendapat, dugaan memberi keterangan palsu di persidangan hanya bisa dikenakan Pasal 174 KUHP. Faktanya, KPK justru mentersangkakan Miryam mengunakan Pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan penggunaan Pasal 22 UU Tipikor untuk menjadikan Miryam sebagai tersangka pemberi keterangan palsu bukan tanpa alasan. Penggunaan Pasal itu, kata Setiadi, lantaran majelis hakim dalam persidangan dimaksud mempersilakan KPK melakukan tindakan terhadap Miryam tetapi di luar dari Pasal 174 KUHP.
"Oleh karena itu, penggunaan Pasal 174 KUHP harus dikesampingkan," ucap Setiadi dalam sidang gugatan praperadilan Miryam S Haryani di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Jalan Ampera Raya, Selasa (16/5/2017).
Menurut Setiadi, lampu hijau dari hakim tersebut muncul lantaran Miryam memberikan keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi e-KTP. Kala itu, Miryam mencabut keterangan dalam berita acara pemberitaan (BAP) lantaran merasa mendapatkan tekanan dari penyidik KPK saat memberikan kesaksian.
Jaksa KPK yang bertugas dalam sidang kasus e-KTP tidak tinggal diam. Mereka menghadirkan tiga orang penyidik untuk dikonfrontir dengan Miryam. Video rekaman pemeriksaan Miryam juga dibuka.
"Dari video rekaman pemeriksaan termohon, tidak ada penekanan baik fisik maupun psikis kepada pemohon," ucap Setiadi.
Setiadi juga menjelaskan ihwal BAP Miryam yang disebut-sebut telah dicoret-coret oleh pihak tertentu. "Konsep BAP pemohon yang telah direvisi dengan coretan dan tulisan tangan dari pemohon," beber Setiadi.
Atas hal itu, kata Setiadi, majelis hakim mempersilakan KPK untuk melakukan tindakan terhadap Miryam. Tindakan yang diambil KPK, kata Setiadi, tidak berdasarkan Pasal 174 KUHAP.
Kuasa hukum Miryam berpendapat, dugaan memberi keterangan palsu di persidangan hanya bisa dikenakan Pasal 174 KUHP. Faktanya, KPK justru mentersangkakan Miryam mengunakan Pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan penggunaan Pasal 22 UU Tipikor untuk menjadikan Miryam sebagai tersangka pemberi keterangan palsu bukan tanpa alasan. Penggunaan Pasal itu, kata Setiadi, lantaran majelis hakim dalam persidangan dimaksud mempersilakan KPK melakukan tindakan terhadap Miryam tetapi di luar dari Pasal 174 KUHP.
"Oleh karena itu, penggunaan Pasal 174 KUHP harus dikesampingkan," ucap Setiadi dalam sidang gugatan praperadilan Miryam S Haryani di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Jalan Ampera Raya, Selasa (16/5/2017).
Menurut Setiadi, lampu hijau dari hakim tersebut muncul lantaran Miryam memberikan keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi e-KTP. Kala itu, Miryam mencabut keterangan dalam berita acara pemberitaan (BAP) lantaran merasa mendapatkan tekanan dari penyidik KPK saat memberikan kesaksian.
Jaksa KPK yang bertugas dalam sidang kasus e-KTP tidak tinggal diam. Mereka menghadirkan tiga orang penyidik untuk dikonfrontir dengan Miryam. Video rekaman pemeriksaan Miryam juga dibuka.
"Dari video rekaman pemeriksaan termohon, tidak ada penekanan baik fisik maupun psikis kepada pemohon," ucap Setiadi.
Setiadi juga menjelaskan ihwal BAP Miryam yang disebut-sebut telah dicoret-coret oleh pihak tertentu. "Konsep BAP pemohon yang telah direvisi dengan coretan dan tulisan tangan dari pemohon," beber Setiadi.
Atas hal itu, kata Setiadi, majelis hakim mempersilakan KPK untuk melakukan tindakan terhadap Miryam. Tindakan yang diambil KPK, kata Setiadi, tidak berdasarkan Pasal 174 KUHAP.
(maf)