Menghadirkan Gagasan Keadilan Kesehatan dalam Perdebatan Pilpres 2024

Selasa, 12 September 2023 - 12:54 WIB
loading...
Menghadirkan Gagasan Keadilan Kesehatan dalam Perdebatan Pilpres 2024
Zaenal Abidin Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012-2015). Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Zaenal Abidin
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012-2015 )

KETIKA Barack Obama terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS), terdapat suatu yang cukup mengagetkan, sekaligus menjadi daya tariknya. Sebab, semua orang mengenal AS sebagai salah satu negara kapitalis. Ketika itu tahun 2010 Obama meluncurkan program jaminan sosial kesehatan yang terkenal dengan Obamacare.

Kebijakan ini untuk membantu mengurangi biaya kesehatan bagi keluarga dan memastikan lebih banyak orang dapat mengakses asuransi kesehatan. Ketika itu, di AS terdapat sekitar 47 juta orang tidak memiliki/dilindungi jaminan kesehatan (asuransi kesehatan).

Gagasan politik kesejahteran Obama tersebut, setidaknya menyimpan dua pesan yang amat berharga bagi setiap negara, yang ingin melindungi rakyatnya. Pertama, kesehatan masyarakat menjadi isu terdepan dalam agenda pemilu dan relasi antara politisi dan pemilih. Kedua, sejauh mana kompetisi pemilu juga melibatkan kompetisi gagasan dan konsep untuk pemecahan masalah dan dijustifikasi secara eksplisit, bukan sekedar retorika umum atas sebuah isu pemilu, pilpres, atau pilkada semata.

Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana dengan Indonesia? Apakah politik kesehatan dan kesejahteraan rakyat akan menjadi prioritas utama pada setiap event pemilihan pejabat negara?

Sebagian kalangan berpendapat Indonesia belumlah mencapai tingkatan kesadaran semacam itu. Penyebabnya karena realitas dan kinerja kesehatan kita kini masih memiliki dua wajah.

Dua Wajah Pelayanan Kesehatan
Wajah pertama, seiring pertumbuhan ekonomi selama 30 tahun dan sebelum krisis dan 10 tahun pascakrisis 1998. Di mana lapisan kelas menengah yang mampu membayar jasa pelayanan kesehatan makin besar. Demikian pula konsumen untuk pelayanan kesehatan dan pasar kesehatan juga makin besar.

Tidak heran bila makin banyak warga Indonesia yang dengan enteng melenggang ke luar negeri untuk berobat, memperoleh jasa pelayanan yang dianggapnya lebih baik dan berkelas dunia. Fakta lain, makin tumbuhnya rumah sakit swasta yang berlabel kelas internasional didirikan di kota-kota besar untuk sekedar memenuhi tuntutan dan kebutuhan kelompok masyarakat tertentu.

Wajah kedua adalah kelompok masyarakat warga negara kebanyakan yang gagal memperoleh pelayanan kesehatan yang layak akibat tidak tersebar meratanya fasiltas pelayanan kesehatan di wilayah NKRI. Sekalipun mereka telah melunasi iuran JKN di BPJS Kesehatan, belum ada jaminan bahwa seluruh rakyat Indonesia pasti memperoleh layanan kesehatan. Atau kalau pun mereka memperoleh layanan, mungkin mutunya belum memadai.

Pendapat senada pernah disitir oleh Prof Djalaludin Rahmat (almarhum) ketika berbicara di dalam salah satu forum diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat beberapa tahun lalu. Cendekiawan muslim yang akrab disapa dengan Kang Djalal ini menyampaikan presentasi berjudul Attacking Inequality in Health Sector.

Dalam paparannya, Kang Djalal mengemukakan, “terdapat orang yang lebih dari yang lain dalam pemenuhan haknya, misalnya orang berpangkat dan orang kaya. Bahwa setiap warga memiliki hak untuk sehat, itu betul, namun tidak setiap warga negara memiliki kesempatan untuk menggunakan haknya tersebut.”

Di hampir seluruh negara, masyarakat miskinlah yang lebih banyak mengalami masalah dalam pemenuhan hak-hak kesehatannya. Akses, fasilitas, serta tenaga kesehatan di sekitar mereka tidak memadai dan kurang terlalih.

Obat-obatan kurang tersedia dan mahal, serta tidak adanya keberanian menuntut hak kesehatannya kepada pemerintah atau tenaga kesehatan ketika haknya terabaikan. Padahal kemiskinan dan kesakitan adalah realitas kehidupan yang selalu memprihatinkan bagi orang miskin.

Bagi orang miskin, perbaikan layanan kesehatan merupakan dorongan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinannya. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan, baik itu pelayanan medis (UKP) maupun pelayanan kesehatan masyarakat (UKM), bagi orang miskin selalu mempunyai arti penting.

Setidaknya terdapat tiga alasan mengapa kesehatan dan pelayanan ksehatan itu sangat penting bagi orang miskin. Pertama, sehat adalah satu-satunya modal dan kebanggan bagi orang miskin. Kedua, untuk menjamin terpenuhinya keadilan sosial bagi masyarakat miskin. Ketiga, untuk menjamin stabilitas dan hak politik nasionalnya.

Keadilan Sosial di Bidang Kesehatan
Menurut Notonogoro (1974), sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diliputi dan dijiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Karena itu, keadilan sosial merupakan imperatifetis dari keempat sila yang lainnya.

Di sisi lain, otentitas pengamalan sila-sila Pancasila bisa ditakar dari perwujudan keadilan sosial dalam peri-kehidupan kebangsaan. Kesungguhan negara dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan persatuan bisa dinilai dari usaha nyata dalam mewujudkan keadilan sosial. Tak terkecuali keadilan sosial di bidang kesehatan.

Dengan aktualisasi negara kesejahteraan, diharapkan negara dapat mengelola kekayaan bersama (commonwealth). Untuk apa pengelolaan kekayaan bersama itu?

Untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat. Kemudian mencegah penguasaan kekayaan bersama oleh modal perseorangan (baik kapitalis asing maupun lokal), yang melemahkan sendi ketahanan ekonomi kolektif. Selanjutnya mengembangkan semangat tolong- menolong (koperasi) dalam setiap bentuk badan usaha serta memperkuat badan usaha koperasi bagi emansipasi golongan ekonomi kecil dan menengah.

Negara kesejahteraan juga diharapkan bisa memberi kesempatan bagi semua warga untuk mengembangkan diri melalui akses pendidikan dan peningkatan pengetahuan bagi semua, perluasaan kesempatan serta jaminan sosial sebagai jaring pengaman sosial.

Di bidang kesehatan, negara seharusnya memikirkan nasib rakyat dengan cara menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai serta tenaga kesehatan yang profesional (kompeten). Dan kemudian secara bersunguh-sungguh menyediakan jaminan sosial kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa diskriminasi untuk melindungi dan memberi rasa aman bagi rakyat atas kemungkinan timbulnya ketakutan menjadi hidup miskin dan lemah bila suatu saat ia sakit.

Pelayanan kesehatan yang profesional baru memiliki daya ungkit maksimal untuk perwujudan keadilan sosial bila ditopang oleh sistem pembiayaan kesehatan yang berkeadilan. Begitu pentingnya jaminan sosial ini sehingga dalam suatu sesi diskusi publik, Prof FA Moeloek mengatakan, “Tanpa jaminan sosial kesehatan maka tidak ada kedaulatan rakyat untuk sehat”.

Bersyukur bagi kita bangsa Indonesia karena terhitung sejak 1 Januari 2014 program Jaminan Kesehatan (JKN) dalam UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial dan UU No 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial telah dimulai.

Setidaknya ada tiga alasan utama mengapa jaminan sosial kesehatan di suatu negara menjadi semakin penting bila negara tersebut ingin mewujudkan cita-cita keadilan sosial. Ketiga alasan itu adalah, pertama, ketidakpastian munculnya kondisi sakit. Kedua, layanan kesehatan tidak bisa ditunda. Ketiga, adanya disparitas informasi dan pengetahuanantara pasien dan dokter/tenaga kesehatan lainnya.

Memperhatikan ketiga alasan di atas, seharusnya pula pelayanan kesehatan tidak diserahkan kepada mekanisme pasar bebas (liberalisasi). Apalagi menyerahkan kepada asing. Pemerintah harus mampu menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang sama kepada setiap warga negara, di mana pun rakyat itu bermukim dan tanpa membedakan status sosial budaya dan ekonominya.

Ketika negara melepaskan pelayanan kesehatan kepada liberalisasi tanpa persiapan yang baik maka tentu sangat membahayakan nyawa rakyat. Hal ini dapat diibaratkan, seorang ibu yang membiarkan anaknya berjalan memasuki hutan belantara yang penuh binatang buas, tanpa pendampingan dan perlindungan apa-apa.

Karena itu perwujudan keadilan sosial kesehatandi suatu negara sangat ditentukan oleh integritas pemerintah atau penyelenggara negaranya. Dan juga disertai dukungan rasa tangung jawab dan rasa kemanusiaan yang terpancar pada setiap warga negara nya.

Karena itu bila Indonesia hendak mewujudkan keadilan sosial kesehatan, maka visi penyelenggara negaranya pun harus berorientasi kepada keadilan sosial kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip berat sama dipikul, ringan sama dijinjing harus menjadi spirit pemerintah. Tidak sepantasnya, pejabat pemerintah hanya ingin mendapat untung dengan membiarkan rakyat terus buntung.

Integritas pejabat Indonesia hendaknya selalu sejalan dengan pokok pikiran keempat dari UUD 1945: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”. Pokok pikiran ini mengandung pesan yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara lainnya untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral dari rakyatnya.

Catatan Akhir
Menurut Yudi Latif (Negara Paripurna, 2011), keadilan sosial adalah satu-satunya sila Pancasila yang dilukiskan dalam Pembukaan UUD 1945 dengan menggunakan kata kerja “mewujukan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Prinsip keadilan adalah inti dari moral ketuhanan, landasan pokok kemanusiaan, simpul persatuan, dan matra kedaulatan.

Dengan pemenuhan imperatif moral sila keadilan sosial kesehatan, diharapkan agar rakyat Indonesia dapat keluar dari jeritan panjang belenggu kesakitan dan kemiskinan. Dan selanjutnya menemukan impian kebahagiaannya berupa gemah ripa loh jinawi (Jawa), tata tenteram kerta raharja (Sunda) atau wanua adele’ na salewangeng (Bugis).

Bercita-cita menjadikan Indonesia negeri yang berlimpah kebajikan, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT, seharusunya diawali dengan memperioritaskan pembangunan keadilan sosial kesehatan Karena itu, gagasan membangun keadilan sosial kesehatan perlu dihadirkan dalam perdebatan Pilpres 2024 mendatang. Wallahu a'lam bishawab.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1889 seconds (0.1#10.140)