Indonesia Harus Optimalkan Semua Potensi untuk Hadapi Dampak El Nino

Rabu, 26 Juli 2023 - 21:44 WIB
loading...
Indonesia Harus Optimalkan...
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam diskusi daring bertema Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Puncak Ancaman El Nino di 2023 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (26/7/2023). FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mendorong optimalisasi seluruh potensi yang dimiliki untuk menghadapi cuaca ekstrem sebagai dampak El Nino di Tanah Air. Semua pihak harus mengupayakan langkah antisipatif dan adaptif, serta menyediakan kebijakan yang dibutuhkan untuk menjamin ketahanan pangan, kesehatan, dan ekonomi.

Hal ini disampaikan Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Puncak Ancaman El Nino di 2023 yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (26/7/2023). Diskusi menghadirkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Plt Sekretaris Utama BNPB Rustian, dan Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Badan Pangan Nasional Rachmi Widiriani.

"Kita harus mengoptimalkan semua potensi yang kita miliki untuk bisa menjawab berbagai ancaman terkait dampak perubahan iklim dan kemarau panjang yang diperkirakan akan melanda Indonesia," kata Rerie, sapaan akrab Lestari Moerdijat.



Menurutnya, catatan World Meteorological Organization (WMO) pada Mei 2023 menyebutkan, suhu global cenderung meningkat dan mencapai rekor baru dalam lima tahun mendatang. Hal itu dipicu oleh gas rumah kaca yang memerangkap panas dan secara alami menyebabkan terjadinya peristiwa El Nino.

Rerie berpendapat dalam setiap fenomena cuaca kerap kali sulit dihindari dampaknya. Informasi terkait cuaca sangat dibutuhkan. Legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu menilai, saat ini informasi BMKG cukup akurat, sehingga bisa menjadi acuan bagi masyarakat luas dalam menyikapi dampak sejumlah fenomena cuaca yang terjadi.

"Bagaimana kita bersikap dan penerapan strategi yang tepat, sangat menentukan dalam menekan dampak dari perubahan iklim dan El Nino yang terjadi," katanya.

Berbagai upaya dalam menyikapi dampak perubahan iklim itu, menurut Rerie, juga harus ditempatkan sebagai bagian pemenuhan SDGs No 13 yaitu penanganan perubahan iklim dengan mengambil tindakan sesegera mungkin untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya.



Dalam diskusi itu, Rustian mengutip pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal apa yang ditakuti dunia saat ini, bukan lagi pandemi atau perang, tetapi perubahan iklim. Karena perubahan iklim menyebabkan frekuensi bencana meningkat. Menurut Rustian, perubahan iklim menyebabkan bencana hidrometeorologi yang menyebabkan kekeringan, peningkatan suhu, hingga kebakaran hutan.

Catatan BNPB, kata dia, pada rentang 1 Januari 2023-25 Juli 2023 tercatat 2.034 kejadian bencana. Pada pekan terakhir Juli 2023, bencana di Indonesia masih diwarnai oleh kebakaran hutan, banjir, puting beliung, kekeringan dan tanah longsor.

"Pada rentang Agustus-September 2023 masyarakat harus mewaspadai dampak El Nino," katanya.

Rustian berharap dalam menyikapi dampak perubahan iklim, pemerintah dan masyarakat, harus mengutamakan pencegahan, infrastruktur harus tersedia hingga skala kecil, dan mencari solusi permanen agar tidak ada pembukaan lahan secara membakar.

Sementara Dwikorita Karnawati mengungkapkan fenomena iklim dan cuaca di Indonesia itu unik karena dipengaruhi Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta Benua Asia dan Australia. Saat ini, iklim Indonesia dipengaruhi oleh angin Monsoon yang dingin dari Australia.

Namun karena suhu muka air Samudera Pasifik lebih panas daripada suhu permukaan Samudera Hindia, angin bergerak ke arah Samudera Pasifik membawa uap air yang ada di Indonesia, sehingga potensi kekeringan pun meningkat.

"Kondisi tersebut harus diantisipasi sejak dini meski fenomena El Nino tahun ini diperkirakan tidak separah tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.

BMKG tetap melakukan observasi, monitoring, prediksi terkait kondisi cuaca dan iklim untuk 10 hari ke depan, serta menyampaikan informasi tersebut kepada masyarakat. Dwikorita berpesan agar masyarakat memanfaatkan air secara bijaksana di tengah potensi dampak kekeringan yang diperkirakan terjadi.

Rachmi Widiriani menambahkan, ada empat hal yang harus diantisipasi dalam kaitan ketersediaan pangan yaitu kondisi geopolitik, perubahan iklim, perubahan kebiasaan konsumen pangan, dan peningkatan penyebaran penyakit hewan ternak. Melihat perkiraan ancaman El Nino itu, Rachmi berpendapat, langkah antisipasi harus segera diambil agar tidak terjadi gangguan ketersediaan pangan.

"Badan Pangan Nasional bertugas memperkuat cadangan pangan di tingkat pusat dan daerah. Jangan sampai terjadi kerawanan pangan," katanya.

Status ketahanan pangan di Indonesia, kata Rachmi, berada pada posisi 63 dari 113 negara. Sejumlah upaya yang dilakukan Badan Pangan Nasional terkait ketahanan pangan, antara lain menggelar bazar pangan murah dan penguatan cadangan pangan, agar harga pangan lebih terjangkau bagi masyarakat.

Menurut Rachmi, pada 2022 prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan atau Prevalence of Undernourishment (PoU) Indonesia yaitu proporsi dari suatu populasi tertentu dengan konsumsi energi sehari-hari dari makanan tidak cukup untuk memenuhi tingkat energi yang dibutuhkan untuk hidup normal, aktif, dan sehat, tercatat 10,21%.

Padahal dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada 2023 prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan ditargetkan hanya 5%. Rachmi mengungkapkan dengan kondisi tersebut, setiap ada peringatan dari BMKG pihaknya juga ikut mengkoordinasi antarkementerian dan lembaga terkait dalam menjaga ketersediaan pangan.

"Kami mendorong pemanfaatan pangan lokal di setiap daerah, sebagai bagian dari upaya memperkuat ketahanan pangan nasional," katanya.

Ketua Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) Avianto Amri sebagai penanggap berpendapat musim kemarau tidak bisa dicegah, yang bisa diantisipasi adalah dampaknya.
Langkah penting menghadapi El Nino adalah bagaimana informasi terkait iklim dan cuaca dapat disampaikan dan dipahami dengan baik oleh masyarakat, termasuk dampak dan risikonya.

Upaya mendorong partisipasi generasi muda dalam penyebaran informasi cuaca, menurut dia, merupakan langkah strategis mengingat dekatnya kelompok milenial dengan gawai dan informasi.

Sementara itu, wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, sejumlah lembaga terkait penanganan perubahan iklim dan dampaknya sudah menunjukkan kinerja yang baik. Masyarakat harus mengikuti dan tidak mengabaikan informasi terkait perubahan cuaca dan dampaknya, yang disampaikan sejumlah lembaga tersebut.

"Informasi untuk menghemat air dan panen hujan, bukan semata anjuran dalam menghadapi kedaruratan, tetapi karena air adalah sumber kehidupan," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0838 seconds (0.1#10.140)