Cawe-cawe Urusan Haji

Selasa, 27 Juni 2023 - 17:29 WIB
loading...
Cawe-cawe Urusan Haji
Ilustrasi: Win Cahyono/SINDOnews
A A A
HARI ini, Selasa (27/6/2023), jutaan jemaah haji termasuk dari Indonesia telah berkumpul di Padang Arafah . Di padang nan tandus, kering dan panas ini, jamaah dari berbagai penjuru dunia menjalani ritual haji paling puncak, yaitu wukuf.

baca juga: Haji 2023, Catatan Jemaah Haji Indonesia dalam Angka

Dengan mengenakan kain serba putih yang melambangkan kesucian, jemaah semuanya berdiam diri, melepaskan hiruk pikuk keduniawiaan. Status mereka sama, kecil di mata Tuhan karena tak ada secuil pun embel-embel jabatan dan segala hal yang selama ini dibanggakan. Wukuf pun menjadi momen istimewa karena merupakan relasi paling intim antara makhluk dengan Sang Pencipta.

Wukuf adalah ruang rekognisi, evaluasi, dan transformasi. Dari berdiam diri ini, tiap jamaah disadarkan akan kodrat kehidupan, kematian dan sekaligus kebangkitan. Dengan berdiam dan berhenti bergerak, jamaah disadarkan akan hakikat kehidupan yang pasti diikuti dengan kematian. Semua makhluk akan mati dan tak ada kekuatan apapun untuk menangkalnya. ā€˜
Padang Arafah inilah menjadi perlambang Padang Mahsyar. Semua benar-benar mengakui akan kelemahan. Dosa dan kesalahan begitu nyata. Sementara di tanah lapang ini, tak ada lagi orang atau tempat untuk menjadi sandaran. Semua cemas dan penuh harap menunggu pengadilan Allah.

baca juga: Kuota Haji 2023 Kembali Normal, Apa Dampaknya?

Maka, wukuf inilah seolah menjadi tombol restart akan kehidupan seseorang. Dengan kesadaran akan berbagai kelemahan dan lumuran dosa selama ini, seseorang diharapkan bertaubat lalu bisa bangkit menjalani kehidupan lanjutan dengan rute yang lebih baik.

Berbeda dengan tahun lalu, prosesi wukuf kali ini menghadapi tantangan yang tak ringan. Arafah yang luasnya terbatas jelas lebih padat. Ya, di padang pasir yang dikelilingi bukit-bukit batu hitam dan berjarak sekitar 17 kilometer dari Kota Mekkah ini, jemaah mencapai jutaan jumlahnya. Tak tahu pasti jumlah tepatnya. Namun yang pasti, jumlahnya berlipat-lipat dibandingkan dengan musim haji 2022.

Jika pada 2022 jumlahnya hanya 1 juta lantaran ada berbagai pembatasan akibat pandemi Covid-19, tahun ini disebut-sebut mencapai 3 hingga 4 juta orang. Jumlah yang sangat besar itu tentu membutuhkan pola pengaturan yang tepat agar pergerakan sekaligus kenyamanan jamaah dalam beribadah di lahan seluas sekitar 12 juta meter persegi itu tetap terjaga.

Lahan sebagai tempat berwukuf sudah ditetapkan dan tak bisa bertambah. Namun di sisi lain, dari tahun ke tahun jumlah jamaah yang berhaji terus bertambah besar. Di sinilah, kepiawaian otoritas Arab Saudi dalam mengelola perhajian diuji.

baca juga: Doa Pulang Haji 2023 untuk Tamu Menyambut Jemaah Haji

Bagi Indonesia, penyelenggaraan haji di Arafah ini tak kalah menjadi tantangan tersendiri. Ini lantaran operasional haji di kawasan Masyair (Arafah, Muzdalifah dan Mina) di bawah kendali otoritas Saudi yang kemudian pada tataran teknis didelegasikan ke Masyariq. Ini konsorsium anyar yang diberlakukan mulai 2022. Sebelumnya, konsorsium yang dipercaya adalah Muassasah Asia Tenggara (Muassasah Janub Syarq Asia).

Berbeda dengan muassasah yang bersifat sosial, Masyariq ini cakupannya lebih luas dan tentu cenderung komersial. Faktor inilah yang antara lain jadi pemicu ongkos haji begitu tinggi lantaran Saudi juga menaikkan biaya di Masyair sejak 2022.

Toh demikian, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama sebagai penyelenggara haji juga tampak tak mau berpangku tangan. Ini tak berlebihan. Sebab Kemenag meyakini penyelenggaraan haji di Masyair adalah fase yang sangat kritis. Bagaimana tidak, jemaah melakoni ritual yang luar biasa.

Aktivitas jemaah banyak berada di tenda atau luar tenda, jalan kaki jauh, tersengat sinar matahari terik bahkan hingga 46 derajat Celcius dan mengenakan kain ihram. Fasilitas di Masyair juga terbatas baik tempat tidur, toilet, kamar mandi, makan, transportasi dan sebagainya. Energi jamaah banyak akan terkuras karena jamaah rata-rata tinggal di Masyair selama lima hingga enam hari.

baca juga: Haji 2023: Kisah Para Dermawan Menyambut Tamu Allah

Ada banyak respons perbaikan dari Saudi untuk peningkatan layanan di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) tahun ini. Antara lain adanya penambahan mobil golf (golf car) hingga totalnya 65 unit, toilet, toilet difabel, pendingin udara (AC), kasur lebih empuk dan sebagainya.

"Peningkatan-peningkatan layanan yang dilakukan Masyariq dan Pemerintah Saudi sudah sangat baik. Ini sesuai dengan kesepakatan yang tahun lalu kita bicarakan,ā€ terang Gus Men, panggilan akrab Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat meninjau fasilitas di Arafah, persis sepekan jelang wukuf.

Dalam catatan SINDOnews, tak hanya jelang wukuf Gus Men memastikan langsung layanan untuk jamaah haji disiapkan optimal. Bahkan untuk kontrak katering, transportasi dan akomodasi, Gus Men juga beberapa kali terjun langsung ke Saudi dalam setahun terakhir. Ini belum termasuk tim kecil khusus yang dibuat Gus Men untuk mengawasi betul perjanjian atau kontrak-kontrak dengan otoritas dan vendor Saudi.

Dari ketatnya pengawalan inilah, Kemenag akhirnya juga bisa melakukan terobosan layanan. Katering misalnya. Sesuai rapat dengan DPR, katering jemaah disepakati hanya dua kali sehari, yakni siang dan sore. Namun dari penghematan ketat sana-sini akhirnya muncul terobosan layanan makan pagi. Sekadar nasi kuning, orek telur dan mi tentu cukup untuk sarapan. Dus, sama dengan 2022, kali ini jemaah tak direpotkan belanja bahan, memasak, cuci piring dan sebagainya. Jemaah begitu nikmat beribadah. Pulang beribadah, di hotel sudah tersedia santapan.

baca juga: Doa Pulang Haji 2023 untuk Jemaah Haji yang Kembali ke Rumah

Pilihan mengusung tagline "Haji Ramah Lansia" pada penyelenggaraan haji 1444 H ini juga menghadirkan tantangan tersendiri. Kemenag banyak membuat layanan dan fasilitas khusus demi membantu jamaah uzur. Meski harus mengerahkan ratusan petugas khusus plus anggaran besar, layanan haji khusus lansia adalah pilihan tepat. Sebab tahun ini, dari 229.000 jumlah jemaah, sekitar 30% tergolong lansia atau di atas usia 65 tahun.

Tak berlebihan pula, dengan kesadaran itu, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi membuat terobosan lain seperti memasak bubur, jus, kacang hijau dan lain sebagainya bagi jemaah lansia. Tim kesehatan juga tak lelah membuat terobosan lain seperti menyediakan rompi pendingin untuk mengantisipasi heat stroke yang kapan pun bisa menimpa jemaah.

Golf car, bubur, jus, nasi kuning, kacang hijau tentu selama ini tak masuk dalam kesepakatan dengan DPR. Sederet inovasi itu adalah cawe-cawe penyelenggara untuk membantu para Tamu Allah agar mereka bisa kuat, sehat dan tentu nikmat dalam menjalani ibadah di Tanah Suci serta kembali ke Tanah Air dengan tetap sehat pula.

baca juga: Doa yang Dibaca saat Wukuf di Arafah

Cawe-cawe memang istilah Jawa yang akibat dikonteskan dalam ranah politik akhir-akhir ini konotasinya malah terkesan negatif. Padahal cawe-cawe bisa bermakna positif. Cawe-cawe adalah kesadaran individu atau kelompok untuk terlibat dalam hajat dan urusan pihak lain. Lewat cawe-cawe, maka urusan diharapkan lebih mudah terselesaikan. Kalaupun ada masalah, dengan adanya cawe-cawe maka persoalan menjadi lebih ringan bahkan akan mendapat solusi cepat.

Cawe-cawe positif inilah yang tentu juga terdiskripsikan sejumlah anggota DPR, DPD, akademisi, pengamat haji dan pihak lain akhir-akhir ini. DPR dan DPD misalnya, dengan pengawasan yang menjadi tugasnya, mereka banyak memberikan kritikan sekaligus masukan dalam layanan haji. Dari melihat langsung ke lapangan, cawe-cawe mereka juga terasa lebih akurat, bukannya sekadar laporan satu dua jemaah yang kadang minim verifikasi. Hoaks dan fitnah juga mestinya bisa dicegah. Apalagi pengawasan haji hakikatnya adalah tugas suci demi mengharap ridha Ilahi.

Di luar itu, penyelenggaraan haji 2023 jelas membutuhkan cawe-cawe banyak pihak. Dengan kuota jamaah sudah normal, sudah tentu operasional tidak semudah tahun 2022. Kemenag tak boleh terlalu percaya diri dan antikritik.

baca juga: Hukum Wukuf di Luar Arafah, Bagaimana Status Hajinya?

Harus diakui, meski telah disiapkan dengan sangat matang, faktanya masih ada bolong sana sini. Belum lagi jika ada kejadian tak terduga seperti penerbangan delay, penerbangan tak sesuai kapasitas seperti dilakukan maskapai Saudi Airlines, jumlah tenaga medis kurang, peralatan kesehatan minim dan lain sebagainya.

Dengan kompleksnya tantangan, bukan mudah pula Kemenag mampu mempertahankan indeks kepuasan haji yang tahun lalu berpredikat sangat memuaskan karena mencapai angka 90,45 versi Badan Pusat Statistik (BPS). Tapi segala tantangan akan bisa lebih mudah terlewati jika banyak pihak dengan tulus cawe-cawe perbaikan layanan jamaah haji.

Senapas dengan semangat wukuf, seberapun persiapan telah dilakukan, penyelenggara tak akan lepas dari lumuran 'dosa'. Makanya, rekognisi inilah yang harus menjadi kesadaran bersama untuk selanjutnya bangkit menuju penyelenggaraan ke depan yang makin baik.

Sekali lagi, gawe besar di negeri orang ini butuh partisipasi banyak pihak. Tentu cawe-cawe yang tulus sangat diharapkan, bukan demi fulus apalagi untuk target politik praktis lewat akal bulus. (*)
(hdr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1340 seconds (0.1#10.140)