Ini Perkembangan Vaksin Covid-19 Menurut Menristek/Kepala BRIN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan selain vaksin, produk inovasi obat, terapi dan alat kesehatan juga dibutuhkan di masa pandemi Covid-19 ini. Hal ini dikatakan Menristek dalam acara 'After Hours with Helmi Yahya', yang diselenggarakan stasiun televisi iNews, Kamis (24/7/2020)
“Covid-19 ini benar-benar mengagetkan kita semua dan membuat masyarakat dunia tidak siap dan kemudian yang juga mengkhawatirkan adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus ini tidak terlihat atau kasat mata. Karena itulah kita di Kemenristek/BRIN langsung memutuskan untuk membentuk konsorsium riset dan inovasi, yang khusus untuk mempercepat penanggulangan pandemi Covid-19", Ungkapnya.
Menristek menjelaskan Tim Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 ini tidak hanya melakukan penelitian dan pengembangan tentang vaksin, karena bagaimanapun kita tahu bahwa memproduksi vaksin itu bukan pekerjaan yang pendek, tetapi butuh waktu.
"Tim Risnov Covid-19 KemristekBRIN tidak hanya melakukan litbang tentang vaksin yang sifatnya pencegahan atau preventive, tetapi juga melakukan terobosan inovatif untuk menghasilkan obat dan terapi untuk menanggulangi Covid-19. Antara lain contohnya adalah plasma convalescens atau terapi plasma darah, serta yang tidak kalah pentingnya adalah menciptakan inovasi alat kesehatan (alkes), baik untuk membantu pernapasan seperti ventilator, maupun untuk melakukan skrining dan diagnosis seperti penciptaaan produk-produk inovatif rapid test dan PCR tes kit,” ungkap Menteri Bambang.
Lebih lanjut Menteri Bambang menjelaskan dalam pengembangan vaksin menggunakan dua cara melalui kerja sama dengan luar negeri, dengan memperhatikan kecepatannya, dalam aplikasi vaksin dari luar negeri di Indonesia untuk diuji coba klinis di Indonesia dan mempertahankan juga kemandirian produksi vaksin anak bangsa, karena ini merupakan ranah Kemenristek/BRIN.
Pengembangan vaksin mandiri saat ini ungkap Menristek sudah dijalankan oleh Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Ditargetkan pertengahan tahun depan sudah 2021, sudah bisa di produksi massal, tentunya sesudah melalui uji klinis terhadap vaksin merah putih karya anak bangsa tersebut.
“Uji klinis Sinovac vaksin di Indonesia, yang merupakan kerja sama Biofarma dan Sinovac, sekarang sudah memasuki uji klinis tahap tiga. Nanti jika uji klinis vaksin Sinovac selesai, maka harus dilihat dulu apakah efektif vaksin tersebut untuk masyarakat Indonesia. Kalaupun efektif, akan dilihat tingkat keefektifannya berapa persen. Sehingga harus diberitahu juga nanti bahwa yang orang yang di vaksin, barangkali suatu saat harus revaksinasi kembali. Hal ini nanti akan dilihat apakah vaksin Sinovac yang research and development-nya dilakukan di China (Republik Rakyat Tiongkok - RRT) cocok dengan virus yang bertransmisi di Indonesia atau tidak. Kalau mengacu pada informasi dari WHO, untuk produksi vaksin yang paling cepat ada 3 group yaitu Sinovac dari China/RRT, AstraZeneca dari Inggris/United Kingdom, Moderna dari Amerika/USA,” jelas Menteri Bambang.
Dalam sesi tanya jawab dengan Helmi Yahya, Menteri Bambang juga menjelaskan salah satu tugas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yaitu melakukan integrasi kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (Litbangjirap) dari para stakeholder di Indonesia.
Menariknya dari Kemristek/BRIN, untuk pertama kalinya di portofolio Kabinet RI, ada kata Inovasi walaupun inovasi sudah cukup lama diperkenalkan ke Indonesia, mungkin dua dekade lalu. Itu artinya Presiden RI Joko Widodo ingin sekali agar pertumbuhan ekonomi Indonesia, beralih dari ekonomi yang berbasis sumber daya alam, menuju ekonomi yang berbasis inovasi, seperti salah satu contohnya adalah Negara Korea Selatan.
“Dengan adanya mandat inovasi, maka hilirisasi produk riset dan inovasi menjadi keharusan dan mutlak sehingga berguna bagi masyarakat Indonesia dan Dunia. Cara kita untuk melakukan hilirisasi, memang harus mendorong dan atau menciptakan kepastian pasar dari sisi pembelinya. Oleh sebab itu, saya ingin kembali mengapresiasi para inventor dan inovator Indonesia, karena kasus Covid-19, mereka mampu menghasilkan produk-produk inovasi, dalam waktu yang sangat pendek, Papar Bambang.
"Dan ternyata KemristekBRIN juga berhasil menggandeng beberapa mitra industri. Hal ini dikarenakan tugas KemristekBRIN dan jajarannya itu hanya melakukan litbangjirap sampai tahapan penciptaan prototipe produk inovasi. Prototipe produk inovasi, sebagai contoh alkes, yang sudah lolos uji, punya izin edar, akan dilanjutkan ke tahap produksi oleh industri, baik pemerintah (BUMN) atau pihak swasta," Jelasnya.
Menteri menilai disini pentingnya Pemerintah hadir bagi para inventor dan inovator, karena Pemerintah dapat bertindak sebagai pembeli produk inovasi tersebut, atau menjadi fasilitator untuk mempromosikan produk inovasi kepada mitra industri.
"Produk inovasi karya anak bangsa, sebaiknya di tahap awal pembelinya harus dari Pemerintah, karena tanpa adanya jaminan pembelian, tidak ada pihak yang mau untuk memproduksi, yang melakukan riset dan inovasi mungkin banyak di Indonesia, tapi yang memproduksi yang tidak mau,” jelas Menteri Bambang.
“Covid-19 ini benar-benar mengagetkan kita semua dan membuat masyarakat dunia tidak siap dan kemudian yang juga mengkhawatirkan adalah penyakit yang diakibatkan oleh virus ini tidak terlihat atau kasat mata. Karena itulah kita di Kemenristek/BRIN langsung memutuskan untuk membentuk konsorsium riset dan inovasi, yang khusus untuk mempercepat penanggulangan pandemi Covid-19", Ungkapnya.
Menristek menjelaskan Tim Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 ini tidak hanya melakukan penelitian dan pengembangan tentang vaksin, karena bagaimanapun kita tahu bahwa memproduksi vaksin itu bukan pekerjaan yang pendek, tetapi butuh waktu.
"Tim Risnov Covid-19 KemristekBRIN tidak hanya melakukan litbang tentang vaksin yang sifatnya pencegahan atau preventive, tetapi juga melakukan terobosan inovatif untuk menghasilkan obat dan terapi untuk menanggulangi Covid-19. Antara lain contohnya adalah plasma convalescens atau terapi plasma darah, serta yang tidak kalah pentingnya adalah menciptakan inovasi alat kesehatan (alkes), baik untuk membantu pernapasan seperti ventilator, maupun untuk melakukan skrining dan diagnosis seperti penciptaaan produk-produk inovatif rapid test dan PCR tes kit,” ungkap Menteri Bambang.
Lebih lanjut Menteri Bambang menjelaskan dalam pengembangan vaksin menggunakan dua cara melalui kerja sama dengan luar negeri, dengan memperhatikan kecepatannya, dalam aplikasi vaksin dari luar negeri di Indonesia untuk diuji coba klinis di Indonesia dan mempertahankan juga kemandirian produksi vaksin anak bangsa, karena ini merupakan ranah Kemenristek/BRIN.
Pengembangan vaksin mandiri saat ini ungkap Menristek sudah dijalankan oleh Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Ditargetkan pertengahan tahun depan sudah 2021, sudah bisa di produksi massal, tentunya sesudah melalui uji klinis terhadap vaksin merah putih karya anak bangsa tersebut.
“Uji klinis Sinovac vaksin di Indonesia, yang merupakan kerja sama Biofarma dan Sinovac, sekarang sudah memasuki uji klinis tahap tiga. Nanti jika uji klinis vaksin Sinovac selesai, maka harus dilihat dulu apakah efektif vaksin tersebut untuk masyarakat Indonesia. Kalaupun efektif, akan dilihat tingkat keefektifannya berapa persen. Sehingga harus diberitahu juga nanti bahwa yang orang yang di vaksin, barangkali suatu saat harus revaksinasi kembali. Hal ini nanti akan dilihat apakah vaksin Sinovac yang research and development-nya dilakukan di China (Republik Rakyat Tiongkok - RRT) cocok dengan virus yang bertransmisi di Indonesia atau tidak. Kalau mengacu pada informasi dari WHO, untuk produksi vaksin yang paling cepat ada 3 group yaitu Sinovac dari China/RRT, AstraZeneca dari Inggris/United Kingdom, Moderna dari Amerika/USA,” jelas Menteri Bambang.
Dalam sesi tanya jawab dengan Helmi Yahya, Menteri Bambang juga menjelaskan salah satu tugas Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yaitu melakukan integrasi kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (Litbangjirap) dari para stakeholder di Indonesia.
Menariknya dari Kemristek/BRIN, untuk pertama kalinya di portofolio Kabinet RI, ada kata Inovasi walaupun inovasi sudah cukup lama diperkenalkan ke Indonesia, mungkin dua dekade lalu. Itu artinya Presiden RI Joko Widodo ingin sekali agar pertumbuhan ekonomi Indonesia, beralih dari ekonomi yang berbasis sumber daya alam, menuju ekonomi yang berbasis inovasi, seperti salah satu contohnya adalah Negara Korea Selatan.
“Dengan adanya mandat inovasi, maka hilirisasi produk riset dan inovasi menjadi keharusan dan mutlak sehingga berguna bagi masyarakat Indonesia dan Dunia. Cara kita untuk melakukan hilirisasi, memang harus mendorong dan atau menciptakan kepastian pasar dari sisi pembelinya. Oleh sebab itu, saya ingin kembali mengapresiasi para inventor dan inovator Indonesia, karena kasus Covid-19, mereka mampu menghasilkan produk-produk inovasi, dalam waktu yang sangat pendek, Papar Bambang.
"Dan ternyata KemristekBRIN juga berhasil menggandeng beberapa mitra industri. Hal ini dikarenakan tugas KemristekBRIN dan jajarannya itu hanya melakukan litbangjirap sampai tahapan penciptaan prototipe produk inovasi. Prototipe produk inovasi, sebagai contoh alkes, yang sudah lolos uji, punya izin edar, akan dilanjutkan ke tahap produksi oleh industri, baik pemerintah (BUMN) atau pihak swasta," Jelasnya.
Menteri menilai disini pentingnya Pemerintah hadir bagi para inventor dan inovator, karena Pemerintah dapat bertindak sebagai pembeli produk inovasi tersebut, atau menjadi fasilitator untuk mempromosikan produk inovasi kepada mitra industri.
"Produk inovasi karya anak bangsa, sebaiknya di tahap awal pembelinya harus dari Pemerintah, karena tanpa adanya jaminan pembelian, tidak ada pihak yang mau untuk memproduksi, yang melakukan riset dan inovasi mungkin banyak di Indonesia, tapi yang memproduksi yang tidak mau,” jelas Menteri Bambang.
(atk)